Bukgh!
Bukgh!
Bukgh!
Berkali-kali pukulan seorang laki-laki tinggi besar mendarat di perut dan wajah seorang pemuda yang berdiri dengan tangan dan kaki di rantai.
Pemuda itu memuntahkan darah, wajahnya tampak babak belur dan tubuhnya dipenuhi luka yang sudah tak terhitung banyaknya.
"Apa kau masih memilih bungkam?"
Laki-laki tinggi besar itu akhirnya mengakhiri pukulannya, lalu duduk di kursi yang ada di hadapan si pemuda yang kini tampak tak berdaya.
Laki-laki tinggi besar itu mendorong piring seng berisi nasi yang mirip bubur dengan kakinya.
Pemuda itu tampak mendongakkan wajahnya, menatap tajam laki-laki tinggi besar yang menyeringai ke arahnya.
"Kenapa? Mau marah?"
Tanya laki-laki itu dengan senyuman menghina.
"Kau sudah bagus tak langsung dihabisi, tinggal bilang siapa yang menyuruhmu menyusup ke daerah kami, maka kau akan dibebaskan."
Kata laki-laki tinggi besar itu.
"Jangan harap, pantang bagi kami melanggar sumpah pada orang yang mempercayai kami."
Kata si pemuda tanpa rasa gentar, seolah sengaja memancing amarah si laki-laki tinggi besar itu.
Laki-laki itupun bangkit dari duduknya, lalu menghampiri si pemuda itu lagi.
Pemuda itu kemudian dengan berani meludahi wajah laki-laki tinggi besar yang ada di hadapannya, ludah yang bercampur darah itu diusap si laki-laki itu dengan kasar.
Tangan laki-laki tinggi besar itupun seketika mengepal, dan menghantam pemuda yang masih di rantai itu dengan membabi buta.
DARR!!
Sebuah tembakan menghajar dinding.
Mengagetkan laki-laki tinggi besar yang sedang mengamuk dan pemuda yang tengah dihajarnya habis-habisan.
"Baron, hentikan itu bodoh!"
Seseorang tiba-tiba berteriak.
Laki-laki tinggi besar yang sedang kesetanan itupun menyeringai.
Seorang laki-laki lain yang tampak rapih dengan kemeja memasuki ruangan yang mirip penjara itu.
Ruangan yang cukup pengap karena berada di bawah tanah.
"Kau ingin membuatnya mati sebelum mendapatkan informasi apapun hah?"
Laki-laki berpenampilan rapih itu mendekat. Di tangannya tampak sebuah senjata api tergenggam.
Laki-laki tinggi besar bernama Baron itu menciut. Ia menghentikkan amukannya lagi.
"Pergilah! Kau memang selalu tidak becus!"
Kata laki-laki berpenampilan rapih, yang sepertinya ia ada di tingkat yang jauh lebih tinggi dari Baron.
Baron mendengus, tapi tak berani membantah.
Dengan langkah kasar, ia kemudian meninggalkan ruangan mirip penjara itu.
Laki-laki berpenampilan rapih itu mendekati si pemuda.
Ia menatap sekujur tubuh si pemuda yang terikat rantai itu sambil berdecak.
"Kau bisa mati jika bertahan seperti ini, sementara kau menjaga kesetiaan pada orang yang mungkin saja tak peduli."
Sinis si laki-laki berpenampilan rapih itu.
Pemuda yang sudah babak belur itu diam, nafasnya tersengal-sengal. Buatnya pilihannya jelas hanya mati sebagai penghianat atau tetap menjaga rahasia. Hanya itu yang ia pikirkan.
Laki-laki yang berpenampilan rapih itu kemudian membidikkan pistolnya.
"Jika aku harus menembak mu, mana yang lebih bagus?"
Lirihnya sambil kemudian meletakkan ujung pistolnya ke dahi si pemuda.
"Di sini?"
Lalu bergeser ke mulut.
"Di sini?"
Lalu digeser lagi ke leher.
"Di sini?"
Dan di geser lagi ke dada sebelah kiri si pemuda yang terdapat sebuah tatto Laba-Laba Hitam.
"Ah, di sini pasti jauh lebih bagus."
Laki-laki berpenampilan rapih itu tertawa.
"Ah tidak! Aku rasa, jauh lebih bagus lagi jika yang merasakan timah panas ku adalah adikmu yang cantik bukan?"
Laki-laki berpenampilan rapih itu tertawa keras.
Pemuda yang di rantai menatapnya dengan sengit.
"Coba saja, jika aku bisa bebas, kau akan kubunuh dengan tanganku sendiri."
Geram si pemuda yang membuat laki-laki berpenampilan rapih itu malah semakin tertawa.
**-------**
"Kak Rose, kau akan ke Bogor? Aku ikut."
Luna merajuk mengikuti sang Kakak yang akan keluar rumah menuju mobil.
"Aku bukan untuk jalan-jalan."
Kata Rose.
"Terserah, aku hanya akan ikut. Aku bosan di rumah, tak ada satupun orang di sini."
Luna mulai kumat mengomel.
Rose mendengus.
"Baiklah, tapi jangan buat masalah."
Kata Rose.
Luna mengangguk.
Ia mengikuti Rose masuk ke dalam mobil.
Rose sebetulnya akan ke sebuah mall di mana ia akan melihat perkembangan usaha baru food court miliknya.
Setelah itu, ia akan berkunjung ke Gudang di mana beberapa produk makanan yang dibuat pabriknya dikirim ke sana.
Ia butuh bertemu petinggi PT yang bertanggungjawab atas gudang tersebut, karena beberapa kali ia dengar ada masalah di sana.
"No shopping, kau akan aku tinggal."
Ketus Rose.
"Iya laaaaaah..."
Luna mengerucutkan bibirnya.
Di rumah Leo, si tuan muda itu masih berada di halaman belakang rumah.
Tubuhnya sudah penuh oleh keringat yang mengucur deras karena sejak pagi ia terus menghajar samsak yang sengaja ia minta pindahkan pada Kevin di sana.
Kedua tangannya yang terbungkus sparring Gloves tampak masih terus ingin menghajar samsak, saat kemudian Kevin mengingatkannya bahwa jam sudah hampir mendekati jam sembilan pagi, di mana Leo sudah harus datang ke cafe untuk meninjau tempat usahanya.
"Baiklah, aku akan mandi, kau siapkan mobilnya."
Kata Leo.
"Sarapan?"
Tanya Kevin, menunjuk sandwich yang sudah ia siapkan di meja yang ada di halaman belakang itu.
Leo menggeleng.
"Kau makan saja, aku ngga lapar."
Kata Leo sambil melepas sarung tangan tinjunya lalu melemparnya ke arah Kevin.
Fiuuuh...
Kevin mengelus dada.
Leo pergi ke kamarnya.
Mandi lalu berganti pakaian yang cukup rapih.
Celana jeans hitam, kemeja hitam, dan semi jas berwarna abu-abu, serta jam tangan mewah yang melingkar di tangannya.
Leo keluar dari kamar, lalu langsung menuju keluar rumah di mana Kevin sudah siap di dekat mobil.
"Kita mampir mall dulu, ada yang ingin aku beli."
Kata Leo.
Kevin mengangguk.
Driver yang kemarin bertugas menjemput sudah kembali ke markas. Kini Kevin lah yang bertugas melakukan semuanya untuk Leo.
"Kau harusnya tak mengurus rumah, cari saja Bibi-bibi untuk mengurusi rumah itu."
Kata Leo dari tempat duduknya di belakang Kevin mengemudi.
Hmm... Ternyata di balik sikap dinginnya, Leo sebetulnya perhatian juga pada karyawan.
"Ya Tuan, nanti saya akan cari."
Kata Kevin.
Leo mengangguk, lalu mengalihkan pandangan ke jalanan.
Mobil meluncur menuju mall yang tak jauh dari kawasan cafe yang akan menjadi tempat usaha Leo.
Leo turun dari mobil, saat kemudian ia melihat seorang tukang parkir di seberang mall seperti sedang ribut dengan sekelompok orang.
Leo menatap mereka, hingga kemudian ia melihat tukang parkir yang sudah cukup tua itu di dorong dan terpental jatuh, Leo akhirnya dengan cepat berlari menyebrang ke arah keributan.
Kevin berteriak memanggil Leo.
Bersamaan dengan itu sebuah mobil mewah masuk ke parkiran.
Dua perempuan cantik keluar dari mobil itu, lalu ikut melihat ke arah keributan.
Tukang parkir yang jatuh tersungkur ke trotoar di bantu Leo berdiri.
"Siapa kau? Mau jadi pahlawan kesiangan rupanya."
Kata pemuda yang rambutnya warna warni dan telinganya penuh anting.
Leo menyuruh si tukang parkir menepi, seorang dari warga yang berkerumun menolong si tukang parkir yang terluka.
"Ngga malu masih muda main keroyokan ke orang tua?"
Sinis Leo.
"Halah, banyak cincong."
Sekelompok anak muda urakan itu kemudian menghambur ke arah Leo, di antara mereka ada yang membawa parang, dan ada juga yang membawa celurit.
Leo dengan gerakan cepat menendang perut salah seorang anak muda urakan itu, sementara tangannya dalam satu ayunan menghantam wajah anak muda yang lain.
Saat salah seorang dari mereka yang membawa parang mengayunkan senjatanya, dengan sigap Leo melepas jasnya, dan dengan satu gerakan yang sangat cepat menangkis parang itu sekaligus mengikat tangan si anak muda.
Satu putaran saja membuat tangan itu terkilir dan parang jatuh dari tangannya.
Leo tak berhenti sampai di situ, ia melompat dengan bertumpu pada badan si anak muda itu untuk kemudian melakukan tendangan ke dada tiga anak muda yang akan menyerangnya lagi.
Semua orang bertepuk tangan melihat aksi Leo.
Anak-anak muda yang akhirnya terkapar di jalan itu tampak pasrah begitu beberapa petugas datang.
"Urus mereka pak, jangan biarkan mereka membuat kerusuhan lagi."
Kata Leo.
Si tukang parkir yang ditolong Leo langsung berlari menghambur ke arah Leo untuk mengucapkan terimakasih.
"Mereka selalu minta jatah, hari ini saya tidak mau kasih karena isteri saya sedang sakit."
Kata si tukang parkir.
Leo mengangguk lalu menepuk bahu si tukang parkir.
"Cowok itu, bukankah dia yang kemarin bersamaku dari Hamburg?"
Gumam Luna membuat Rose yang begitu terkagum-kagum akan aksi Leo menoleh ke arah sang adik.
"Apa kamu bilang?"
Tanya Rose pada Luna yang kemudian menggeleng.
"Ah lupakan, lupakan saja."
Kata Luna.
**--------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
szwarc
bolee
2025-03-24
0
mochamad ribut
up
2024-05-18
0
mochamad ribut
lanjut
2024-05-18
0