Leo meletakkan buket bunga mawar di atas pusara Aleena.
Mata elang Leo tampak basah, sorotnya menyimpan rindu yang seolah tak pernah surut.
Ini adalah musim panas ke tiga setelah Aleena tiada, namun nyatanya cintanya pada gadis itu tak jua berubah.
Leo terpaku menatap rumah baru Aleena di mana gadis itu kini tinggal tanpa pernah ingin kembali ke pelukannya.
"Kau harus meninggalkan Hamburg, pergilah ke Prancis, atau pindah saja ke Rusia."
Seorang kawan di Hamburg mengatakannya beberapa waktu lalu.
Kata yang kemudian mengusik Leo untuk akhirnya mengirimkan surel kepada sang Ayah untuk diijinkan kembali ke Indonesia.
Yah, ini sudah sepuluh tahun sejak ia seperti dibuang begitu saja di tanah asing.
Meski semua fasilitas tetap ia dapatkan dengan baik, tapi nyatanya ia tak bisa menjadi Leo yang sama lagi.
Leo menatap langit kota Hamburg yang cerah.
Ia kemudian melangkahkan kakinya dengan gontai menjauhi pusara sang kekasih yang nyaris membuat gila karena terlalu merindu.
Leo tak tahan lagi, ia sudah tak tahan lagi berada di kota yang pernah mendapat gelar European Green Capital City di tahun 2011 itu.
Kota pelabuhan terbesar nomor dua di Eropa setelah Rotterdam itu nyatanya setiap sudutnya kini telah menyimpan seluruh memori kebersamaan Leo dan Aleena.
Leo menaiki sepedanya, menyusuri jalanan kota Hamburg yang nyaman.
Tujuannya adalah sebuah cafe langganannya, ia ingin minum kopi di sana sekalian memandangi danau Alster.
Leo mengayuh sepedanya hingga depan cafe dan langsung disambut pelayan yang sudah hafal dengannya.
Si tampan itu memesan kopi seperti biasa, lalu duduk di kursi yang menghadap langsung ke danau Alster.
Danau seluas 160 HA yang merupakan terusan sungai Elbe itu juga menyimpan banyak kenangan.
Entah berapa puluh kali ia menjelajahinya bersama Aleena dengan naik perahu. Berpelukan, berciuman atau sekedar membiarkan Aleena menyandarkan kepalanya di lengannya hingga ia bisa dengan jelas menghirup wangi rambutnya yang coklat.
Ah sungguh ini jauh lebih menyiksanya. Kehilangan seseorang yang mengenalkannya satu kebahagiaan ternyata jauh lebih berat dan menyedihkan daripada belum pernah bahagia sama sekali.
Seorang pelayan meletakkan secangkir kopi khas di atas meja.
Leo tersenyum pada si pelayan yang kemudian meninggalkannya dalam kesepiannya lagi.
Musim panas ini mungkin musim panasnya yang terakhir di Hamburg.
Tentu, jika Ayahnya mengijinkan Leo pulang ke Indonesia.
Meskipun kepulangannya pasti akan menjadi berita buruk untuk isteri pertama Ayah dan kakak-kakak perempuan tirinya, tapi siapa yang peduli.
Persetan dengan semua kekayaan Ayah yang mereka takut bagi dengan Leo.
Toh Leo memang tak bernafsu menguasai apapun.
Andai ia bisa memilih sejak lahir, ia lebih rela jadi anak orang miskin tapi dari pasangan yang tak seperti Ayah dan Ibunya.
Leo lahir menjadi laki-laki, tentu saja pantang untuknya hanya menanti kesuksesan dengan menunggu warisan saja.
Ia bisa usaha, ia bisa sukses dengan caranya sendiri.
Jadi, jika alasan Ayah nanti tak mengijinkannya pulang karena isteri pertama Ayah dan anak-anaknya, Leo akan pulang sendiri meski tanpa ijin lagi.
**-------**
Setelah menghabiskan secangkir kopi dan menikmati angin musim panas di dekat danau Alster sambil mengenang kebersamaannya dengan Aleena, Leo akhirnya pulang ke rumahnya.
Edi, Paman tua yang selalu setia menemaninya dan merawatnya seperti orangtuanya sendiri menyambut kedatangan Leo.
Laki-laki itu tampak baru selesai merawat kebun Berry yang ada di rumah Leo.
"Anda butuh makan siang sekarang Tuan?"
Tanya Edi.
Leo menggeleng.
"Aku ingin berendam sebentar lalu tidur."
Kata Leo malas.
Edi mengangguk mengerti.
Leo meletakkan sepedanya di depan tangga depan rumahnya, ia lalu masuk ke dalam rumah dan langsung menuju kamarnya.
Ia membuka bajunya, membiarkan tubuhnya yang atletis terpantul di cermin yang terpajang di sepanjang pintu lemari yang ada di kamar.
Leo masuk ke dalam kamar mandi di kamarnya, memenuhi bathub dengan air hangat, setelah itu ia masuk ke dalam.
Hidup yang membosankan ini, entah kapan akan berlalu. Batin Leo.
Dibenamkannya seluruh bagian tubuhnya ke dalam air, bayangan Aleena muncul lagi dalam ingatan.
Aleena yang biasanya akan menemaninya berendam, yang akan menggosok tubuh Leo dengan kelembutan tangannya.
Aleena yang akan terus tersenyum saat Leo menatap wajahnya yang memerah.
Leo memejamkan matanya.
Hingga kemudian, ia mendengar dering telfon di kamarnya.
Leo muncul dari air.
Dering telfon itu terus memanggil meminta diangkat.
Leo akhirnya keluar dari bathub. Dengan handuk yang dibalut di pinggang, ia berjalan menuju ruang kamar dan mengangkat telfon.
"Ini Ayah Leo."
Leo tercekat.
Tak biasanya Ayah menelfonnya, bukan membalas surel yang ia kirimkan.
"Ayah ada di Belanda, kau bisa datang sekarang jika mau."
Kata Ayah di seberang sana.
Leo mengerutkan kening.
Hal yang tak biasa ke dua yang dilakukan Ayahnya.
"Ayah sendirian?"
Tanya Leo akhirnya.
Terdengar sang Ayah terkekeh.
"Yah."
Jawabnya singkat.
"Aku bukan ingin ke Belanda, aku ingin pulang ke Indonesia."
Kata Leo akhirnya.
Ayah menghela nafas.
"Kau sudah diskusikan dengan Ibu mu?"
Tanya Ayah.
"Dia tak akan mengijinkan, dia membuangku."
Kesal Leo.
Ia tahu Ibunya yang memiliki ide untuk Ayah mengirimnya ke tanah asing ini.
Ayah terkekeh.
"Itu karena kau berulah terus, ia takut kau bisa membunuh seseorang nantinya."
Kata Ayah.
Ah yang benar saja, andai aku ingin membunuh, yang paling ingin kubunuh adalah diriku sendiri. Batin Leo.
"Apapun yang terjadi aku akan pulang ke Indonesia secepatnya."
Ujar Leo.
"Apa yang akan kau lakukan di Indonesia."
"Aku bisa melakukan apapun."
"Bisnis."
Kata Ayah.
"Laki-laki harus bisa menghasilkan uang yang banyak jika ingin dikatakan seorang laki-laki."
"Tentu saja, aku bukan anak manja yang hanya tau menghabiskan uang dan menunggu warisan."
Ujar Leo sinis.
Ayah terkekeh.
Tampaknya ia malah senang mendengar Leo seperti itu.
"Baiklah, pulanglah jika kau mau."
Putus Ayahnya.
Leo terdiam sejenak.
Cukup terkejut karena akhirnya setelah sepuluh tahun Ayahnya mengijinkan Leo kembali ke tanah Merah Putih.
"Tapi."
Ayahnya seperti biasa memberikan syarat.
Leo menunggu kelanjutan kalimat orangtua itu.
"Tapi jangan ke rumah Ibumu."
Kata Ayah.
Leo mengerutkan kening lagi.
"Pulanglah dan pura-pura saja masih di Hamburg, hingga saatnya tiba Ayah akan panggil kau ke sisi Ayah."
Kata Ayah.
"Ada apa?"
Tanya Leo.
"Ini demi melindungi Ibu mu, lakukan saja sesuai perintahku."
Kata Ayah lagi.
Leo sedikit gusar.
Tapi mendengar Ayah yang sepertinya ada sesuatu yang mengganggunya membuat Leo semakin ingin pulang.
"Baiklah."
Kata Leo.
"Nanti akan Ayah siapkan semuanya lewat Kevin, tempat tinggal dan semuanya, Ayah akan menyuruhnya melayanimu sebagaimana Edi di Hamburg."
"Ya."
Sahut Leo singkat, sebelum kemudian sambungan telfon mereka berakhir.
**--------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
mochamad ribut
up
2024-05-18
0
mochamad ribut
lanjut
2024-05-18
0
Fitray Uni
suka dengan pemilihan kata yang tidak membosankan 👍
2024-01-24
1