Viera selepas mengakhiri pembicaraannya melalui saluran telefon dengan orang bernama Ricky yang mengaku teman kakaknya akhirnya memilih mandi.
Ia membuka ranselnya untuk mengambil handuk dan perlengkapan mandinya saat kemudian tangannya menyentuh bingkai foto yang tadi ia sempat bawa dari rumah Nyonya Karlita karena tak mau Nyonya yang malang itu meninggalkan jejak di sana.
Viera mengeluarkan bingkai foto itu, sejenak ia memandangi foto cowok berseragam abu-abu putih itu.
Viera mengerutkan kening, samar-samar setelah lama memperhatikan, entah kenapa ia seperti mengenalinya, Viera pernah bertemu dengannya tapi entah di mana.
Ah siapa namanya, Viera mencoba mengingat setiap pembicaraan Nyonya Karlita tentang anaknya, namun Viera tak bisa mengingat dengan pasti.
Viera baru kemudian meletakkan bingkai foto itu di atas kasur lantai yang ia duduki, lalu kembali memasukkan tangannya ke dalam ransel untuk meraih handuk dan perlengkapan mandinya.
Namun...
"Viera... Viera...!!"
Terdengar suara berisik di depan rumah.
"Vier... Cepat keluar!"
Viera belum sempat bangkit berdiri saat beberapa pemuda yang tadi kumpul-kumpul di warung kopi membuka pintu rumah Viera yang tidak dikunci dan tanpa bicara apa-apa lagi langsung menarik Viera keluar.
"Hey, ada apa?"
Viera berusaha menarik tangannya, namun dua pemuda lain mendorongnya dan menarik tangan Viera yang satunya.
"Ada apa hey, lepas!"
Viera memberontak.
"Sudah jangan berisik, lari saja, ada sekelompok orang bertato menuju rumahmu, mereka sudah di depan gang menanyakan rumahmu."
Jelas pemuda yang rambutnya gondrong yang makan gorengan bersama Viera di warung kopi.
Mereka melarikan Viera ke belakang stasiun senen, lalu terus berlari. Setelah cukup jauh, mereka kemudian mengajak Viera masuk ke sebuah bangunan yang tak begitu besar yang cukup tersembunyi.
"Sembunyi di sini."
Kata salah satu dari mereka dengan nafas terengah-engah.
"Apa yang terjadi?"
Tanya Viera bingung.
"Harusnya kami yang tanya, apa yang terjadi hingga kamu berurusan dengan kelompok Malaikat Hitam?"
Tanya pemuda berambut gondrong yang bernama Hendri.
Viera yang nafasnya juga terengah-engah tampak menatap Hendri dengan bingung.
"Apa katamu? Malaikat Hitam?"
Viera bergumam.
"Yah, kelompok itu, tak ada yang selamat jika berurusan dengan mereka."
Kata Kris, pemuda yang tadi mendorong Viera.
Viera mengeluarkan dompetnya dari belakang saku celananya, dan ia mengeluarkan kartu nama Ricky.
Hendri meraihnya dan terkejut melihat kartu nama itu.
"Dari mana ini?"
Tanya Hendri panik.
"Ko Acil, dia yang memberikanku, katanya Ricky inilah yang mencariku, dan tadi aku sudah menelfonnya."
"Ah gila!"
Hendri dan yang lain kompak.
"Jadi laki-laki berpenampilan rapih itu..."
Hendri tak menyangka.
"Kita harus bagaimana?"
Tanya Kris.
Alex yang sedari tadi duduk selonjor di lantai ruangan gedung itu menyahut,
"Laporkan ini pada Doni."
Viera yang mendengar nama suami sepupunya disebut celingak-celinguk.
Kris meraih hp nya, lalu cepat menelfon Doni.
"Kalian di mana goblok?"
Tanya Doni marah begitu Kris menelfonnya dan memberitahu mereka melarikan Viera bersama mereka.
"Kenapa tak kalian bawa ke rumahku!"
Bentak Doni lagi.
"Sori Bang Don, kami ngga bisa berpikir, kami tak akan bisa melawan mereka, jadi tak ada pilihan untuk kami lari."
Doni mendengus.
"Tunggu di situ, akan aku jemput, aku akan meminta bantuan teman."
Kata Doni.
Telfon ditutup, Kris menghela nafas lalu menyadarkan tubuhnya ke dinding.
"Apa katanya?"
Tanya Hendri dan Alex kompak.
"Doni akan menghubungi seorang teman untuk minta bantuan."
Hendri dan Alex mantuk-mantuk lalu mereka menatap Viera yang masih belum begitu paham dengan situasi di sekitarnya.
"Kami sudah janji akan melindungimu selama Roy pergi, jadi tenanglah Vier."
Ujar Hendri.
**-------**
Kevin sudah berada di balik kemudi untuk pulang ke rumah Leo lagi saat ponselnya berdering.
Kevin yang tak berani menerima panggilan membuat ponselnya berdering terus menerus, yang malah membuat Leo jadi kesal.
"Angkatlah, berisik!"
Kata Leo.
Kevin nyengir, lalu cepat ia meraih ponselnya untuk kemudian mengangkat panggilan dari Doni.
"Vin."
Suara Doni terdengar.
"Yah Don, katakanlah ada apa, aku sedang bawa mobil."
Kata Kevin agar Doni jangan sampai berbelit-belit.
"Masih ingat soal sepupu isteriku?"
Tanya Doni.
"Ah benar, aku baru akan menghubungimu soal dia? Bagaimana, masih butuh pekerjaan atau tidak? Kebetul..."
"Yah, butuh sekali, hari ini juga."
Serobot Doni yang jauh lebih tidak sabar menunggu kalimat Kevin selesai.
Kevin mendengus.
Kenapa jadi dia yang malah seperti buru-buru?
"Di mana tempatnya, aku akan antar dia ke sana."
Kevin mengerutkan kening, lalu...
"Aku tanya bos muda dulu."
Sahut Kevin, lalu menatap Leo dari kaca di atasnya yang memantulkan bayangan Leo yang duduk bersandar malas sambil memejamkan mata.
"Apa?"
Tanya Leo tanpa membuka matanya.
Wah, luar biasa, tanpa membuka mata dia seolah tahu Kevin menatapnya.
"Soal Bibi yang akan mengurus rumah, apa dia boleh di antar sekarang?"
Tanya Kevin.
"Yah baguslah, aku akan menyuruhnya masak agar aku bisa makan."
Jawab Leo santai.
Kevin mengerutkan kening, sejak semalam Kevin siapkan makanan tak dimakan sama sekali, sekarang malah ingin ada orang yang disuruhnya menyiapkan makan, bagaimana sih?
"Kamu tidak pandai masak, aku bisa masak sendiri tapi malas."
Kata Leo lagi tanpa basa-basi, yang lagi-lagi seperti tahu apa yang dipikirkan Kevin.
Kevin di tempatnya mendengus lagi.
Benar-benar tidak berperasaan, padahal Kevin sudah susah payah berusaha melayani sebaik mungkin.
"Yah baiklah Don, bawa dia ke tempat kami, alamatnya akan aku kirimkan."
Kata Kevin.
"Yah siap."
Jawab Doni cepat.
Telfon ditutup.
Kevin fokus ke jalan di depannya lagi.
"Video anda menghajar para berandalan itu langsung viral siang ini di media sosial."
Kata Kevin.
Leo diam saja. Tak tertarik membahasnya.
Leo sebetulnya melakukan itu tak lebih karena ingat masa lalunya saat dulu juga masih suka membuat onar di jalanan.
Tapi seingatnya, ia dan anggota kelompoknya tak pernah mengganggu pedagang kaki lima, tukang parkir atau orang-orang kecil lain di jalan.
Leo sudah terlalu banyak uang. Ia tak butuh itu. Yang ia butuhkan perhatian dan kasih sayang, materi tak jadi persoalan untuknya.
Ah perhatian dan kasih sayang, Leo jadi ingat Aleena lagi. Satu-satunya manusia yang ia kenal, yang seolah paling tahu apa sesungguhnya yang Leo butuhkan, dan Aleena memberikannya untuk Leo.
Aleena...
Leo merindukannya lagi.
Aroma rambutnya. Aroma tubuhnya. Rasa bibirnya. Lembut tatapan matanya. Lembut senyumannya. Lembut kulitnya.
Leo begitu tersiksa.
Hidupnya terasa semakin kosong.
Leo membuka matanya sejenak, menatap jalanan yang berkelok, menandakan sebentar lagi mereka akan sampai.
Leo menghela nafas.
Ia butuh lembaran baru, tapi entah bagaimana caranya, sementara pindah negara ternyata tak memberinya solusi.
**--------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Kustri
saling berhubungan, nama'a jg novel
malaikat hitam pasti dulu'a bermasalah sm laba" hitam, balas dendam
2024-03-27
1
Alexandra Juliana
Sdh sampai bab ini sdh terbaca bakalan seru, apalagi cerita a'la² mafia suka banget..Btw cerita Putri Vampire terakhir blm ada kelanjutannya Kaaak..
2023-05-08
0
Nurwana
hanya dua kata kuncinya Leo klu kamu ingin berubah yaitw sabar dan ikhlas.
2022-05-21
0