“Jadi kau yang telah menemukan Chip itu. Sekarang, dimana kau menyembunyikannya?” Tiba-tiba Wanita muda ini berubah menjadi garang dan meremas wajahku dengan sangat kasar.
“Hehehey, dia tidak tau apa-apa. Zen sudah membawanya. Mama mertua, apa kau tidak malu dengan sikapmu ini?” Arjun melepas tangan wanita muda ini dari wajahku. Aku menatap wanita muda ini dengan wajah datar.
“Aku tidak peduli dengan sikapku, aku sangat membutuhkan chip itu. Atau mungkin, kalian berdua sedang mempermainkanku.”Kencamnya dengan mengeluarkan sebuah pisau dari dalam tasnya. Kilauan pisau tersebut,
membuatku sadar, jika situasi di sini benar-benar mencekam. Seketika, butik terkenal ini sepi tanpa pelayan dan pelanggan. Aku berpikir, kemana semua orang tadi? Apa butik ini sudah tutup?
“Kenapa kau begitu membutuhkan chip itu? Bukankah kau dari golongan barat, kau tidak peduli dengan bukti.” Wanita muda ini malah menghantam perutku dengan pisau tersebut.
“Srrtbbb.” Bunyi pisau tersebut menghantam perut kananku.
“Mawar!” Teriak Arjun berusaha menahan pisau itu dengan tangannya.
“Hahahaha, ini sangat geli.” Tawa geliku membuat Arjun dan wanita muda ini terheran. Wanita muda ini langsung mencabut pisau tersebut dari perutku.
“Apa?” Tanya wanita muda ini seperti memikirkan sesuatu, lalu berbalik dan pergi meninggalkan butik. Sementara itu, Arjun berusaha menahan darah segar mengalir dari perutku.
“Mawar, kita harus ke rumah sakit.” Arjun dengan langsung merebahkanku dalam pelukannya, lalu mengangkatku ke dalam mobilnya.
“Tidak masalah, ini hanya luka kecil, aku baik-baik saja.”
“Kau memang baik-baik saja, tapi jika kau kehabisan darah kau hanya akan menjadi koleksiku selanjutnya.” Arjun tampak begitu cemas. Ia melajukan mobilnya secepat mungkin. Sesampai di rumah sakit, aku bertemu dengan Dodi septian, di Dokter cabul.
“Heheey Mawar, apa ini? Sayatan di perut. Apa kau sedang ingin memeriksa kelengkapan organ tubuhmu?” Tanya cemoohnya. Arjun dan perawat yang ada di sampingku tersenyum malu. Sementara aku hanya terdiam.
“Apa kau juga mengenal Mawar?” Arjun mendekat kearah Dokter ini.
“Tentu, dia adalah pengawai baru kita.” Pegawai baru kita, pikirku. Kata kita mengartikan jika mereka bersama dalam sebuah bisnis, atau mungkin keluarga.
“Hooo, sejak kapan?” Arjun melirik genit padaku.
“Tadi adalah hari pertamanya.” Jawab Dokter Dodi dengan menjahit lukaku.
“Hei, dok, kenapa kau menjahit lukaku di sini? Kenapa tidak di ruang operasi?”
“Jika kau masuk ke ruang operasi, statusmu bisa dicurigai. Luka tusukan, lalu apa yang akan dikatakan dokter lain? Mulut perawat juga tidak akan bisa diam, kau tau itukan. Jika kau di jahit di sini, maka lukamu hanya luka kecil, kau pasti mengerti dengan maksud ucapanku.” Aku ingat dengan kejadian bebeapa hari yang lalu, dimana Arjun berjalan dengan tiga lobang peluru di perutnya, apa mungkin dia juga mengeluarkan peluru itu di sini? Aku melirik Arjun yang menatapku. Dari tadi, matanya itu, tidak pernah berhenti menatap wajahku.
“Jadi seperti ini kau mengeluarkan peluru itu.” Arjun menaikkan alisnya, sadar jika aku menangkap tatapan matanya.
“Tidak, aku punya dokter lain, Dokter Dodi hanya ditugaskan di rumah sakit ini, dan hanya menangani masalah seperti masalahmu ini. Jika itu luka peluru, ada tempat lain untuk mengeluarkannya, sangat berbahaya jika mengeluarkan peluru di tempat ini. Oh iya, bisa kau berikan dia suntikan itu.” Arjun melirik Dokter Dodi, Dokter Dodi mengangguk.
“Suntikan apa? Jangan bilang jika itu suntik racun.” Kencamku.
“Itu hanya sebuah suntikan supaya lukamu cepat mengering. Kenapa aku harus meracunmu?” Arjun menatapku dengan tatapan kesal.
“Bukankah kau sudah tau jika banyak alasanmu untuk melenyapkanku.” Aku memalingkan wajahku darinya.
“Dan ada banyak alasan kenapa aku membawamu ke sini.” Jelasnya lagi.
“Alasan apa? Alasan cinta sesaat karena chip itu.” Aku menatap Arjun. Mata kami bertemu, dan saling memberikan kecaman.
“ Hentikan perdebatan kalian ini! Jika kalian terus berdebat, mereka bisa tau jati diri kalian.” Bisik Dokter Dodi. Kami berdua langsung terdiam, setelah Dokter Dodi menyuntikkan obat tersebut, Dokter Dodi menyuruh kami untuk meninggalkan rumah sakit.
“Sombong sekali dia.” Aku bangun dari ranjang rumah sakit.
“Seperti itulah cara kerjanya.” Arjun membantuku turun dari ranjang rumah sakit.
“Aku bisa turun sendiri.” Aku menepis tangan Arjun dan turun dengan santai lalu berjalan keluar dari UGD.
“Kau membuatku terkesan lagi.” Arjun mengikutiku dari arah belakang. Ketika sampai diparkiran mobil, aku menoleh ke arah Arjun.
“Tunggu, bagaimana kau bisa mengetahui namaku?”
“Mmmm, aku bisa tau apapun yang aku mau, termaksud semua tentang dirimu.” Ia tersenyum hangat, itu membuatku melangkah kearahnya dan menatapnya dengan lebih dekat.
“Apa maksudmu?” Tanyaku curiga.
“Aku mencari tau semua tentang dirimu, puas. Oh iya, kita belum berkenalan. Hai, aku Arjun Deluxe.” Arjun menunduk hormat.
“Namamu terdengar seperti Merk cat tembok.”Aku berbalik dan melangkah naik keatas mobilnya.
“Apa benar? Merk yang mana?” Ia berjalan cepat ikut naik ke atas mobilnya.
**
Cahaya mentari perlahan masuk ke dalam kamarku. Aku yakin, jika pagi yang cerah telah menantiku, aku membuka mataku, dan duduk dengan pelan. Aku merasakan rasa ngilu geli di perutku. Ketika aku hendak turun dari ranjang tempat tidurku, aku merasakan sebuah kaki dari arah kiriku. Aku menoleh ke samping kiri dan melihat sebuah gundukan tinggi yang tertutup selimut. Perlahan, aku membuka selimut tersebut.
“Arjun. Kenapa pria aneh ini tidur di sini?” Aku melihat tubuhku yang masih menggenakan gaun merah semalam.
“Arjun, bangun! Arjun!” Aku menepuk pelan bahunya.
“Morning.” Ia tersenyum namun mata masih terpejam.
“Apa kau tidak punya rumah?”
“Mhmmm, ini masih pagi sayang.” Arjun memberi kode supaya aku tidak mengajaknya untuk berdebat.
“Terserah apa yang ingin kau katakan. Pulanglah, sebelum aku memulangkanmu ke akhirat.” Kencamku.
“Mawar! Mawar!” Teriak Jimmy dari luar kamarku. Arjun membuka matanya dan sedikit bangun dengan bersangga pada sikutnya.
“Tok, tok, tok!” Jimmy menggedor pintu kamarku dengan sangat keras.
“Siapa itu?” Arjun melirik pintu.
“Aku mendengar suaramu Mawar! Keluar kau Mawar!” Teriaknya lagi. Aku menoleh pada Arjun yang menatapku dengan ribuan tanda tanya di matanya. Aku berjalan ke pintu dan membuka pintu, lalu keluar dengan cepat.
“Klik.” Aku mengkunci pintu kamar dari luar.
“Wah,wah wah, Ratu mawar lihat pakaianmu.” Jimmy terkesima dengan gaunku, tetapi matanya terhenti pada lobang tusukan di perut kananku.
“Aku tau apa yang ingin kau katakan padaku. Pasti Mama juga tidak menolak permintaanmu bukan.” Ejekku.
“Apa yang terjadi denganmu?” Jimmy berupaya menyentuh perutku. Aku menangkis tangannya.
“Tidak usah berpura-pura peduli, ada apa?” Aku mundur dan berdiri tepat di depan pintu.
“Kau terluka, aah aku yakin itu karena aku pergi dengan pria hidung belangmu, dan istrinya tau lalu menodongkan pisau pada perutmu. Jika nanti polisi datang, aku bisa menjadi saksi, dan mendapatkan uang. Oh iya, aku sudah mengunci semua pintu, lantas bagaimana kau bisa masuk?” Jimmy menatapku dengan wajah kesal. Aku terdiam, aku juga tidak tau bagaimana aku bisa masuk ke rumah ini.
“Aku tau kau pasti membawa kunci cadangankan. Dasar gadis licik. Aa, sebenarnya bukan itu yang ingin aku sampaikan padamu. Kau tau, aku sudah memasukkan semua berkas dirimu pada Universitas X. Kau akan ikut
tes pada sesi ke 2, yaitu minggu depan. Persiapkan dirimu ya.” Jimmy tiba-tiba tersenyum dengan sangat ramah. Gadis ini benar-benar tidak tau diri.
“Apa kau sedang mabuk?” Aku menatapnya dengan wajah datar, membuatnya melangkah satu langkah ke hadapanku.
“Dengar Mawar, tidak ada kata untuk kata tidak. Kau, mengerti.” Kencam Jimmy, aku melangkah satu langkah dan mendekatkan wajahku tepat di depan wajahnya.
“Tidak, tidak dan tidak. Kau, mengerti.” Bisikku, lalu berbalik membuka pintu kamarku dan masuk ke dalam kamaraku.
“Kau tidak akan bisa menolaknya, karena dengan surat kuasa milik Joni Mahendra, kau bisa langsung masuk ke universitas X, dan juga jika kau menolaknya, maka kau tidak akan bisa berkuliah di universitas bergenggsi manapun di dunia ini. Kau tau kan, bagaimana harga diri Universitas X?” Teriak Jimmy dari luar. Ya, aku tau tentang harga diri Universitas X, mereka membenci penolakan. Jika aku menolaknya, maka sudah dipastikan namaku akan masuk dalam daftar hitam dan tidak akan bisa berkuliah di Universitas bergengsi lainnya.
“Haaaaah.” Aku mengela nafas panjang.
“Wow, Universitas X. Kau lulus di sana, mengagumkan.” Arjun bangun, dan langsung duduk. Aku berbalik dan berjalan kearahnya.
“Tidak, Jimmy yang lulus.” Aku duduk di sampingnya.
“Aku akan membuatmu masuk ke sana. Tenang, aku adalah Arjuna Deluxe.” Arjun tersenyum lalu merangkul bahuku. Dia benar-benar berpikir jika dia bisa melakukan apapun dengan nama Deluxenya itu.
“Lalu apa hubungannya antara kau dengan Universitas X?” Aku menatap wajahnya yang tampan, untuk menunggu jawabannya. Ia tampak berpikir lama.
“Aku punya banyak kenalan di sana.” Jawabnya dengan menggaruk bagian belakang kepalanya.
“Tapi aku, tidak tertarik untuk Universitas X.” Aku memalingkan wajahku darinya.
“Kenapa?”
“Kau tidak perlu tau, pulanglah jangan pernah lagi datang ke sini.” Aku melepas rangkulannya.
“Tidak mau, aku nyaman di kamar ini.” Arjun kembali berbaring dan menarik selimut. Aku menatapnya dengan wajah tidak percaya. Aku baru sadar, jika dia hanya menggunakan celana pendek. Pria gila ini benar-benar mengaggap kamarku ini sebagai kamarnya.
“Bruuum.” Aku mendengar suara mobil. Aku berdiri dan mengintip dari jendela kamarku. Aku melihat Jimmy pergi dengan menggunakan mobil yang biasa aku pakai. Aku ingat dengan ancamannya tadi. Surat kuasa Joni Mahendra. Aku terdiam, dan menatap kearah depan.
“Apa dia lupa jika Joni Mahendra sudah mati? Ah sudahlah, aku tidak peduli.” Aku berbalik dan melihat Arjun yang kembali tertidur. Ya, seharusnya aku harus mengurus pria ini dulu. Aku melangkah kearahnya.
“Arjun.” Arjun tidak merespon.
“Arjun, aku tau kau sedang berpura-pura tidur.” Kencamku dengan menarik selimut.
“Apa lagi siiih?” Tanyanya dengan wajah rewel.
“Pulang sana ke kamarmu, atau eh tunggu. Jimmy mengatakan jika dia sudah mengkunci semua pintu, lantas dari mana kita masuk? Aku tidak ingat apapun perihal kejadian semalam.” Aku melihat pintu kamarku, dan melirik Arjun.
“Semalam, kau tertidur karena suntikan yang di berikan Dodi. Dia memang mengkunci semua pintu, tetapi aku punya kunci duplikatnya.” Arjun tersenyum manis. Aku tidak percaya ini.
“Apa? Bagaimana bisa?”
“Bagaimana bisa? Karena aku adalah Arjun Deluxe.” Lagi, dia kembali membanggakan namanya itu.
“Cih, merk cak tembok.” Aku melemparnya dengan wajah menjengkelkan.
“Oh iya, gadis bule itu siapa? Sepupumu.”Arjun bangun dan menggunakan kemejanya yang ia gantung di lemariku.
“Kembaranku.”
“Kembaranmu? Dia? Bulshit.” Arjun memasang kancing bajunya. Ia tampak senyum menyeringai, ketika mendengar sebuah kebohongan. Aku juga mendengar nada suara dingin, berbeda dari nada suaranya
yang sebelumnya.
“Tapi Pak tua Zen mengatakan, jika aku hanya anak angkat, dan sepertinya memang.” Arjun menatapku dan berjalan kearahku.
“Bagaimana Zen bisa mengetahui semua itu?”
“Dia mengatakan jika aku persis dengan ibuku, lalu aku mengatakan ya, aku memang mirip dengan mamaku. Dan Aku juga mengatakan aku memanggilnya Mama bukan Ibu. Tapi Pak tua Zen mengatakan, jika dia hanya Mama yang membesarkanmu, dan bukan Ibu yang melahirkanmu.” Arjun tampak berpikir keras.
“Kenapa? Apa kau bersimpati kepadaku? Tenang, aku nyaman dengan keluarga ini.” Aku memberikan senyuman hangatku padanya.
“Aku sangat membenci kebohongan.” Arjun berbicara dengan sangat pelan namun dingin penuh ancaman.
“Aku tau, ketika kau mengatakan bulshit.”
“Kau sudah tau banyak tentang ucapanku, baiklah, sebagai gantinya, aku akan membantumu untuk menemukan ibumu itu, kalau begitu aku pulang dulu ya.” Arjun melangkah keluar dari kamarku dan menutup pintu.
“Kenapa aku begitu terbuka kepadanya?” Aku kembali berbaring.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments