“Aku akan menunggumu di sini.” Aku duduk sembari mencoret-coret bukunya. Aku mulai ingat dengan CCTV disekeliling rumah Alin. Aku mulai mencari monitor CCTV. Aku kembali melangkah menelusuri ruangan demi
ruangan di rumah Alin. Akhirnya, aku menemukannya di sudut ruangan yang berada di sebelah tangga.
“Untung aku ingat.”Aku langsung menghapus seluruh rekaman tentang diriku. Selanjutnya, aku mematikan seluruh CCTV rumah Alin.
“Aaah, aku sudah tidak sabar. Lama sekali dia pulang.” Aku melirik jam di dinding ruangan. Jam menunjukkan pukul 1 siang.
“Druukk breemm breeem.” Aku mendengar suara bising dari arah depan rumah Alin. Aku langsung memeriksanya, melalui jendela ruang tamu. Aku melihat ada beberapa petugas yang sedang memeriksa CCTV rumah tetangga Alin, dengan menggunakan tangga otomatis. Ternyata mereka adalah petugas CCTV.
“Aduuh bagaimana ini? Semua CCTV di komplek ini tidak berfungsi. Aku yakin jika itu adalah ulah dari maling kemarin.”Keluh seorang petugas CCTV dengan menggaruk kepalanya.
“Aku juga merasa seperti itu, lebih baik kita suruh saja petugas keamanan berjaga lebih ketat dari pada sebelumnya, sampai semua CCTV ini kita perbaiki. Bukankah kita sudah mempunyai janji dengan pelanggan yang lain. Dikomplek ini juga ada 12 rumah, aku yakin semuanya pasti seperti ini.” Keluh petugas CCTV lainnya.
“Setuju, dan sebaiknya kita lapor dulu pada keamanan di depan. Jadi besok kita borong semuanya.” Petugas CCTV tadi turun dari tangga otomatis dan melangkah menuju kemanan yang berada di depan.
“Waaah, momentum yang tidak pernah kuduga.” Aku tersenyum manis dan kembali ke kamar Alin lalu duduk di kursi meja belajarnya. Kakiku seperti menendang sesuatu yang teramat kasar. Aku merukuk, dan melirik benda tersebut.
“Tali tambang.” Aku mengambil tali tersebut.
“Cih, ternyata dia juga memiliki niat untuk bunuh diri.” Aku mengeluarkan tali tersebut dan meletakkannya ke atas meja.
**
Jam menunjukkan pukul 10 malam.
“Drrit, klik.” Bunyi seseorang yang masuk ke dalam rumah. Aku rasa, Alin sudah pulang. Keadaan rumah yang gelap gulita, membuat suasana sedikit mencekam. Aku mendengar depakan langkah Alin yang naik ke lantai atas.
“Klik.” Alin menghidupkan lampu kamarnya.
“Huaaaa!” Teriaknya terperanjat melihatku duduk di meja belajarnya.
“Si-si-sia-aapa ka-u?” Tanyanya.
“Aku, apa kau tidak mengenalku?” Aku menoleh kearahnya dengan tersenyum dingin.
“Ma-ma-ma-wa-r, apa yang sedang kau lakukan di sini?” Dia menatapku dengan tatapan heran.
“Manis darahmu, aku menginginkannya.” Aku berdiri, itu membuatnya tampak gemetar ketakutan.
“A-a-apa? A-a-apa ma-ma-ksud-mu?”
“Kau masih bertanya apa maksudku? Apa kau sudah lupa dengan darah yang mengering kemarin?” Aku berjalan dua langkah kearahnya.
“A-a-ah i-tu, a-ku ha-nya be-bercanda. Mawar, kau ini kenapa? Jika candaanku kemarin itu agak berlebihan, aku meminta maaf.” Ia berusaha menjadi lebih berani.
“Cih, bagaimana bisa kau tau itu adalah noda darah. Apa kau melihatnya?” Aku kembali melangkah satu langkah kearahnya.
“Melihat apa? Ya, aku melihat, ketika kau mengikis noda tersebut. Aku hanya bercanda, bisa saja itu adalah noda saus sambalkan.” Alin berusaha berdalih.
“Lalu kenapa kau mengatakan itu adalah noda darah? Kenapa bukan noda saus sambal?” Aku kembali berjalan dua langkah dengan pelan kearahnya.
“Aku hanya ingin membuat semua mata jijik padamu. Kau, dan Jimmy sama saja. Kalian berdua selalu ingin diatas. Aku sangat membenci kalian berdua! Aku bersumpah, aku pasti bisa membuat kalian berdua hancur!” Teriaknya yang tampak sangat emosi.
“Ooooh, jadi kau tidak melihat jika aku yang membunuh Pak Joni. Sepertinya, aku salah sangka.” Aku memberikan sorot mata tajam padanya sembari tersenyum manis.
“A-a-a-apa? Ka-au, me-mem-bu-nuh Pa-pak Jo-ni.” Dia terkejut, dan mundur dua langkah.
“Mmmm, aku yang membunuhnya, lalu membakarnya di dalam mobil kesayangannya. Auuh, itu menyenangkan.” Aku tersenyum dengan kedip mata manja.
“Apa kau sudah gila? Kau itu seorang Kriminal, aku akan segera lapor polisi!” Teriaknya dengan mengambil ponselnya dari tasnya, dengan sigap aku, mengambil pajangan kayu di lemari kecil yang ada di sebelah kiriku. Melihat aku yang ingin menyerang, Alin langsung berlari untuk menyelamatkan diri.
“Alin kau mau kemana? Semua pintu sudah terkunci.” Ia yang sedang berlari sedikit menoleh, dan melihat sebuah kunci ditanganku.
“Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan padaku?” Alin berhenti tepat di tepi tangga.
“Melenyapkanmu.” Aku berlari kencang kearahnya dengan membawa tali tambang tadi. Alin yang tampak ketakutan, langsung berlari turun dengan sekencang-kencangnya.
“Bruk, bap-bap-bap.” Karena berlari terlalu kencang, Alin terpeleset dan berguling ke lantai bawah. Aku berjalan dengan pelan lalu menghampirinya.
“Ahahaha, ini lucu. Aku tidak melakukan apapun, tapi kau sendiri yang mencelakai dirimu.” Aku menatapnya yang tidak berdaya lalu jongkok di di sampingnya.
“Ma-ma-ma-wa-war, to-to-tolong.”Ia tampak tertatih karena luka sobek di kepala, di tambah darah segar yang mengalir pada hidung dan telinganya.
“Kenapa aku harus menolongmu?”Alin tampak mangap-mangap seperti ikan kekurangan air.
“Alin, kau harus tau. Mati, adalah takdirmu.” Bisikku kejam padanya.
“Plak, buk, buk, buk.” Aku langsung menghantam kepala Alin dengan pajangan kayu tadi. Hantaman yang lumayan kuat, membuat Alin meregang nyawa dengan cepat.
“Aaah, membunuh adalah sesuatu hal yang membuatku merasa sangat bahagia.” Aku menghela nafas panjang, lalu menjatuhkan pajangan itu di sebelah Alin.
“Kriit.” Aku mendengar suara jendela dari arah dapur. Aku tetap terdiam di dekat mayat Alin.
“Ayo, sepertinya tidak ada orang.” Bisik seseorang lalu melangkah pelan masuk ke dalam rumah. Mereka berjalan dengan sangat berhati-hati. Aku melihat cahaya senter di kepalanya. Mereka mulai berjalan kearahku. Ternyata mereka berjumlah 3 orang. Tanpa sengaja, satu diantara mereka mengarahkan cahaya senter tepat ke wajahku.
“Haaa! Siapa kau!” Teriaknya.
“Aku yang seharusnya bertanya, kalian siapa?” Tanyaku dengan santai.
“Oooh, jadi kau pemilik rumah ini, santailah. Kami hanya akan mengambil sedikit hartamu. Jangan berteriak, ataupun meminta tolong. Kalau tidak, nyawamu bisa melayang!” Kencamnya padaku dengan sebuah pisau di tangan mereka.
“Bukan, aku bukan pemilik rumah ini. Ambil saja, apa yang kalian inginkan? Aku tidak peduli.” Aku tersenyum dengan manis.
“Apa kau bilang?” Tanya salah satu dari mereka, dan dengan kasarnya ingin menodongkan pisau tersebut kearah perutku. Dengan sigap aku menangkap tanganya dengan tangan kiriku, lalu mengarahkan tusukan tersebut kearah mayat Alin yang terletak di lantai.
“Ini, sang pemilik rumah ini.” Itu membuat pemegang pisau tampak gemetar.
“A-a-a-apa? Ja-di, ka-kau me-membu-nuhnya?” Tanya salah satu dari mereka.
“Mmmm. Apa kalian juga ingin bernasip sama?” Bisikku membuat mereka tampak ketakutan. Aku langsung mengambil sebuah tongkat base ball yang berada di sudut tangga, dan langsung menghantam mereka.
“Bruk, parrr, bruuk!” Mereka yang sempat melakukan perlawanan, langsung pingsan karena menerima hantaman dariku.
“Aaaah mengganggu sekali. Tapi, tak apalah.” Aku menyeka peluh di keningku. Aku mulai mencari parang di dapur, dan mulai melakukan aksi bejatku.
“Untuk saat ini, aku tidak membutuhkan organ. Tapi aku, hanya butu kepala kalian.” Aku mulai memutilasi kepala mereka berempat, lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik hitam. Dan terakhir aku akan menghilangkan barang bukti.
“Ya, sebaiknya aku membakar rumah ini.” Aku melesat pulang dengan cepat sembari membawa 4 kepala tadi, lalu mengambil 4 bom dan kembali ke rumah Alin. Aku mulai memasang bom tersebut di dapur, Alin. Sehingga, seolah-olah kebakaran ini disebabkan oleh tabung gas yang meletus. Setelah berhasil memasang semuanya, aku bergegas pulang. Baru 5 menit aku naik ke atas mobil, ledakan besar terjadi.
“Buaaaarrrrkkkkkk. Doooor bruaaaaakkk.” Seketika, rumah mewah Alin terbakar. Semua tetangga Alin keluar, dan mulai menelpon pemadam kebakaran. Keamanan, yang sibuk bermain kartu di posnya, mulai berlari mengamankan warga komplek. Sementara aku, langsung pulang untuk mengurus 4 kepala yang sudah aku mutilasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Syarif
sbenernya agak kurang masuk akal sih masak 3cowok kalah sma 1 cewek pake di bunuh semua
2022-05-25
0
Anonymous
lanjut thorr
2021-03-31
1
Anjelo,,JJ
jadi hobi ngbnuh si mawar ny
2020-04-21
4