Aku memarkirkan mobil , lalu menyeret si dekan muda ini ke dalam ruang bermainku. Tak ada rasa berat ketika ingin membalaskan dendam, semua terasa sangat ringan. Terlebih, ketika mengangkatnya keatas ranjang besi.
“Aaah, jadi ini gunanya. Sekarang, aku bisa memotong tubuhmu dengan tenang.”
“Aaauuiiuuuaaaa.”
“Sepertinya pita suaramu robek. Kenapa bisa robeeekk?” Tanyaku dengan wajah prihatin.
“Aaaaiuuuiiiiaaaaaaaaa!” Teriaknya.
“Kita mulai.” Aku melangkah menuju kulkas besar di sudut ruangan. Aku mengambil beberapa box untuk menyimpan organ yang berada di kulkas tersebut.
“Aiiiaiiiiuuuuuaaaaaaaa!” Teriaknya lagi dengan melotot tajam padaku.
“Sekarang ini, aku berusaha untuk membantumu. Jadi, jangan kebanyakan gaya. Dan mulailah untuk diam!” Aku berteriak keras dan mulai mengambil piasu bedah yang berada di atas meja. Matanya menatap tajam pada pisau tersebut.
“Aaaah, ini pasti akan lama.” Aku mengambil pisau daging dan menggores perutnya. Darah segar mulai bercucuran.
“Aaaaaaaaaaa!” Si Dekan muda berteriak sejadi-jadinya.
“Ahahahaha, jadi seperti ini isi perut manusia. Dimana hatimu?” aku mulai mengeluarkan usus, beserta lambungnya.
“Aaaaaaaaaa!” Teriaknya dengan berurai air mata. Aku menemukan gumpalan merah pekat. Aku yakin, jika ini hatinya. Aku mulai memotong aliran darahnya. Penampakan hati asli, sedikit berbeda dengan hati yang ada di gambar pada buku pelajaran biologi. Si Dekan muda tetap berteriak sekeras-kerasnya, hingga suaranya berubah serak.
“Aa-aa-aaaaa!” Aku menemukan 2 ginjal segar di arah pinggang. Aku langsung memotongnya dengan sangat baik lalu memasukkannya ke dalam box.
“ Lihat usus kotormu ada di sana! Menjijikkan! Tapi, aku sudah memasukkan Hati, dan ginjalmu ke dalam Box ini. Aku berencana akan menjualnya. Jadi, aku harus menghubungi penadah dulu. Ok!”
“Aaaa-aaaaa-aaaaaaaaa!” Teriaknya. Aku melangkah ke kamar sebelah dan meraih buku tadi pagi, lalu mulai mencari nomor yang bisa dihubungi.
“Laura. Dia seorang polwan. Dia saja.” Aku menekan nomornya pada ponselku.
“Hallo.” Sapanya
“Ya, hallo. Apa kau butuh Boxmu?”
“Hey siapa ini?” Tanyanya. Aku membaca itu dari dari kertas yang terselip di sana. Jika dalam pembicaraan telpon, kau tidak boleh mengucapkan Ginjal, hati, atau jantung. Cukup katakan box, maka dia akan mengerti.
“Kau butuh atau tidak. Jika tidak aku bisa memberikannya pada yang lain.”
“Berapa angkanya?”Angka berarti umur dari korban.
“20-an.”
“Ada berapa?” Dia sudah setuju dengan transaksi ini.
“Lengkap.”
“Baiklah, kirim ke alamatku. Nanti akan langsung aku transfer uangnya.”Ia memutus panggilanku. Aku kembali ke kamar bedah tadi. Si Dekan Muda tampak tidak berdaya.
“A-a-aa-aaa.”Matanya melotot meminta ampun.
“Apa? perutmu sudah kosong tapi kau masih belum mati. Adduuuuh, bukankah aku mengatakan padamu jika aku tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah.” Bisikku, air matanya, sudah berubah menjadi darah.
“Menangis darah, itu tidak mempan bagiku.” Aku mengambil kapak dan mulai mengkoyak ulang dadanya.
“Waaaah, jantungmu tampak berdebar kencang. Tenang, 2 jam lagi kau akan mendapatkan orang baru dan hidup dengan lebih baik.” Aku memutus aliran darahnya, lalu memasukkan jantung yang masih bersetak tersebut, pada box khusus jantung. Seketika, Si Dekan Muda tewas. Matanya membelalak dengan untaian bulir darah di sisi kirinya.
“Cih, kalau tidak sudah ingin dikirim, aku masih mau bermain-main denganmu.” Aku dengan mengambil mesin pemotong kayu, lalu memotong kepalanya. Aku mulai mengangkat kepala tersebut dan membersihkannya di wastafel. Aku membersihkan noda darah di wajahnya. Sebagian wajahnya terkelupas, telinganya kirinya putus, hidungnya hancur, dan rambut gagahnya juga hangus.
“Aku akan memangkas sedikit rambutmu supaya tampak tetap gagah.” Aku menyamakan potongan rambutnya, dan membiarkan kepalanya tetap berada di wastafel. Sementara itu, aku pergi mengirim box-box ini. Ketika aku
ingin keluar, polwan tersebut kembali menghubungiku.
“Ya hallo.”
“Sebutkan saja alamatmu, aku akan menjemputnya. Sudah berapa lama dia berada di dalam box?”
“10 menit.”
“ Bagus, alamatmu?”
“Kenanga 21.”
“Oke, aku akan meluncur tunggu di sana.” 10 menit kemudian, sebuah mobil putih berhenti di hadapanku. Seorang gadis cantik dengan rambut panjang sepinggang turun dari mobil tersebut. Dulu aku juga memiliki rambut seperti itu, tapi sekarang sudah sangat pendek. Seketika aku menyesal telah memotong rambutku. Penyesalan? Apa ini rasanya sebuah penyesalan?
“Hey, kenapa kau meletakkan mereka di sini? Bagaimana jika ada orang yang ingin tau isi box ini?” Polwan ini berbicara dengan suara lantang seraya melihat box tersebut berjejer rapi di trotoar depan rumahku.
“Cukup pelankan suaramu, dan tidak akan ada yang peduli” Aku hanya menatapnya dengan wajah datar. Polwan ini, berjalan dan mendekat kearahku.
“Dengar, yang kau lakukan ini adalah tindakan pembunuhan. Siapa yang kau bunuh ha?” Bisiknya mengancamku.
“Aku tau kau seorang polwan, seorang kanibal. Jika kau terdesak, kau bahkan memakan tahanan yang tidak memiliki keluarga di dalam sel secara diam-diam.” Itu membuatnya terdiam dan menatapku dengan tatapan lebih tajam.
“Darimana kau mengetahui itu?”
“Aku tau semuanya. Kenapa?”
“Haah, sudahlah, aku akan membawa box ini. Satu hal saranku, jangan mempercayai siapapun, dan jangan sesekali membuka jati dirimu.” Polwan ini tersenyum manis.
“Aku tau itu, bukankah itu juga caramu.” Aku membalas senyumannya dengan senyuman manisku.
“Aku hanya patner bisnismu. Ngomong-ngomong, dagingnya kau apakan? Apa aku boleh membeli tulang rusuknya?” Aku melihat raut wajah yang sangat gila seperti ingin narkoba.
“Tentu, kau bisa menjemputnya besok.”
**
Tanpa aku sadari, jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi.
“Hummhaaah.”Pekerjaanku masih banyak. Aku mulai menghancurkan ususnya dan membuangnya ke dalam saluran air. Selanjutnya, aku mengikis dagingnya, lalu menggilingnya dalam mesin pengggiling daging, begitu pula tulang belulangnya. Tak lupa, aku mulai membungkus tulang rusuknya untuk polwan kanibal. Selanjutnya, aku mencuci semua pelalatanku, hingga bersih dan kembali menyusunnya seperti semula. Setelah lelah berberes-beres, aku mulai tertidur di kamarku.
“Kriiiing-kriiing.” Alarm jam di kamarku berbunyi berulang kali. Aku bangun, dan langsung mandi. Ketika
mandi, aku melihat luka di bahuku yang kembali berdarah. Setelah mandi aku mengambil perban dan mulai mengobati luka di tangan dan kepalaku. Aku ingat dengan sapu pel yang berlumuran darah. Aku bergegas berlari ke bawah dan mencari sapu pel yang beada di dalam mobil aku bergegas membawanya ke belakang rumah, lalu membakarnya dengan pakaianku yang berlumuran darah kemarin.
“ Joni, Joni. Menyedihkannya dirimu.”
“Kriing, kriing.”Ponselku berbunyi. Si Polwan kanibal.
“Ya.”
“Aku datang menjemput yang semalam.”
“Oke.” Aku langsung kembali masuk ke dalam ruang bermainku dan mengambil 3 kantung hitam. Ia tampak menunggu dengan wajah antusias.
“Waaah banyak sekali.” Ia memeriksa satu demi satu isi kantong plastik, lalu tersenyum mengerikan.
“Uangku bagaimana?”
“Itu aman. Kau memberiku 4 box. Satu box aku hargai 200 juta. Aku sudah mentrasfernya. Dan juga untuk ini. Uuuuuh, harumnya.”Ia menghirup aroma dari isi kantung hitam. Polwan itu mengeluarkan amplop coklat dan memberikan 5 ikat uang seratus ribuan.
“Ini bayaran atas kantong hitam ini. Dengar, aku tidak peduli siapa namamu? Apa pekerjaanmu? Dan siapa keluargamu? Tetapi, jika kau memilikinya lagi, jangan sungkan untuk menghubungiku.” Polwan ini tersenyum manis lalu pergi.
“Gadis gila abad ini.” Aku kembali ke ruang bermainku. Aku mulai memeriksa ponselku. Ternyata benar, si polwan sudah mengirim uangnya.
“Uang sebanyak ini, aku gunakan untuk apa ya?” Aku melirik sebuah buku yang berada di atas meja di tengah-tengah ruangan utama. Aku langsung menghampirinya, dan mulai memeriksa isi buku.
“Nama-nama panti asuhan.” Aku mulai berfikir untuk mendonasikan sebagian uangku ke panti asuhan ini. Aku mulai mengirim beberapa pesan pada panti asuhan tersebut, jika aku akan mendonasikan sedikit uang pada
mereka. Mereka membalas dengan cepat, dan aku langsung mengirimkan uangnya. Ingatanku kembali pada kepala si Dekan muda. Aku mengarahkan kakiku ke kamar bedah, untuk menangani kepalanya. Pertama, aku menulis sebuah alasan, kenapa aku membunuhnya, lalu memasukkan kertas tersebut ke dalam plastic putih, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.
“Ini adalah hal yang harus dikatakan oleh mulutmu jika seandainya aku tertangkap. Bukankah itu yang ingin kau ucapkan. Tapi sepertinya, itu tidak akan pernah terjadi.” Aku tersenyum dengan manis lalu mengambil penjahit dan menjahit mulutnya dengan benang nilon.
“Selesai, sekarang aku akan mengawetkan kepalamu.” Aku berjalan keluar dan mengambi satu tabung kaca yang berisi kaki buaya. Aku membuang kaki buaya tersebut, dan memasukkan kepala Si Dekan muda ke dalamnya.
“Tidurlah disini, sampai saatnya. Saatnya? Aku bahkan tidak tau itu kapan. Ahahahaha.” Tawaku lepas melihat matanya yang melotot dengan putih mata yang sudah berwarna merah, namun tidak sanggup berbuat apa-apa. Aku meletakkan tabung tersebut pada rak paling atas.
“Aaah, kau terlihat tampan dari bawah sini.” Aku tersenyum puas lalu melangkah menuju kulkas besar di kamar utama dan mengambil daging si Dekan muda untuk dimasak. Aku penasaran dengan rasa daging manusia,
oleh sebab itu aku menyisihkan daging pahanya. Aku melangkah keluar, dan menuju dapur rumahku. Joni Mahendra, telah tamat.
**
Surat Pernyataan
15April 2014, Aku Mawar Scott menyatakan jika Joni Mahendra telah lenyap di tanganku. Semua ini berawal karena Joni Mahendra telah melakukan kecurangan padaku, perihal sistem tes tertulis Universitas X. Dia, memuluskan jalan Jimmy yaitu kembaranku yang tidak mungkin bisa lulus di Universitas manapun untuk
lulus di Universitas X dengan cara menghapus namaku dan menggantinya dengan nama Jimmy. Mereka berdua bersetubuh di ruangan Dekan, itulah cara Jimmy merayunya. Universitas X adalah nyawa untukku, karena dia telah merebutnya, maka aku kembali untuk menagihnya. Aku membunuhnya dengan menusukkan pisau kearah
*lambungnya, ia langsung mendorongku dan memukul kepalaku dengan pajangan kayu yang berada di atas meja. Dia juga membalasku dengan menusuk tangan kananku. Ketika ia berusaha kabur, aku mulai membersihkan darahnya yang menetes di lantai, dengan sapu pel yang aku bawa dari ruangan security. Oh iya, aku juga mematikan sistem CCTV pada saat kejadian, sehingga kalian tidak bisa melihat betapa mengerikannya caraku untuk melenyapkan Si Dekan muda ini. Kalian tau, dia sempat ingin menyelamatkan diri dengan naik ke atas mobilnya, tapi apa? semua sudah terlambat, aku sudah memasukkan peledak di dalam tasnya yang ia jemput ke ruangannya. Aku dengan wajah sangat bahagia meledakkannya. Ini sangat menyenangkan. Kalian pasti juga tidak menemukan penyebab ledakannya, karena aku membawa tubuhnya yang masih setengah sadar pulang kerumahku. Kakinya putus, kedua tangannya juga putus. Telinganya, sepertinya juga putus. Tubuhnya terbakar, dan hidung mancungnya juga hancur. Tidak sampai disitu, aku juga mengambil organnya dan menjualnya di pasar gelap. Dan sebagian uangnya, aku donasikan pada panti asuhan di kota ini. Lalu tubuhnya, aku menghancurkan tulang dan dagingnya dengan mesin penghancur. Rusuknya, dan seluruh tulangnya, beserta sebagian dagingnya, aku jual pada seorang kanibal. Dan sebagiannya lagi, aku masak untuk aku makan. Sekian pengakuanku, semoga kalian semua berbahagia. *
Yang menyatakan, Mawar Scott
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
ma📖 ..
luar biasa kau mawar wanita kanibal yang cukup sadis .....semngat thor 😍😂😂
2020-10-27
1
Putri Komala
gua baca sambil makan, udah pasti makanannya ga gua makan -_-
2020-08-13
4
belva_3106
seru thor
2020-08-06
4