Aku melangkah masuk ke dalam kamarku. Sementara Jimmy, masih memohon pengampunan pada Mama dan Papa. Aku mulai ingat dengan perubahan sikap Jimmy dalam seminggu ini. Kata maaf, apa aku bisa mempercayai itu semua. Apa yang aku lakukan ini sudah benar? Apa aku akan baik-baik saja? Bagaimana ini, aku tidak mampu untuk mengerti tentang bagaimana diriku yang sebenarnya. Aku merasa jika aku sangat labil, dan sekarang ingin
membunuh semua orang. Bagiku, memaafkan tidakklah cukup. Kenapa? Apa ini adalah hidupku yang sebenarnya?
“Hidupku sudah berhenti. Hujan akan selalu turun di dalam hari-hariku. Aku benci semuanya! Kalian semua hanya pembohong!” Teriakku dengan mendorong semua peralatan yang berada diatas meja riasku. Botol parfum dari kaca yang wanginya sangat aku sukai jatuh berderai diatas lantai.
“Kau, bahkan merasakan apa yang tengah aku rasakan. Sementara mereka? Aku yakin, mereka sedang berdrama. Dunia ini, hanyalah sebuah kebohongan. Jimmy, aku akan membalasmu.” Tanpa sengaja menggores tanganku. Darah segar, mulai bercucuran di tanganku, hingga membasahi lantai.
“Aaaah, aku punya sesuatu yang bisa membuatnya waspada padaku.” Aku berdiri dan mengambil sebuah catatan kecil di tepi rak bukuku. Aku mulai meneteskan darah tanganku, tetes demi tetes ke dalam catatan kecil tersebut.
“Kakakku, hadiahmu sudah selesai. Mawar musuhmu sudah mati, dan Mawar adikmu sudah hidup kembali. Mari, kita buat cerita yang mengerikan. Hahahahahahaha.”Tawaku dengan tertawa bahagia.
Paginya, aku melihat Jimmy yang hendak berangkat ke Jerman untuk melakukan verifikasi berkas. Aku mulai memberikannya kotak kado yang sudah aku siapkan semalam.
“Mawar, ini apa?” Jimmy menerima kotak kado tersebut .
“Bukalah.” Jimmy membuka pelan kotak tersebut. Ia sedikit terkejut melihat kado pemberianku.
“Ma-ma-ma-war, apa ini?” Raut wajah terkejut, ia lempar padaku.
“Itu adalah buku catatan. Kau bisa mencatat semua kegiatanmu di sana. Walau android lebih menarik, bukankah buku catatan itu jauh lebih menarik.” Aku mengedipkan mata kiriku sembari tersenyum manis. Aku memberinya sebuah kado buku catatan kecil yang kertasnya memiliki warna merah yang berasal dari darahku. Dari sampul hingga seluruh sisi buku, aku mememeras darahku, hingga semuanya tertutup. Bau anyir menyerbak, dengan sigap Jimmy kembali menutup kado tersebut.
“Aaa-aaahahaha, baiklah. Terima kasih atas kadonya, aku berangkat dulu. 2 hari lagi aku pulang kok.” Jimmy tiba-tiba memelukku. Aku juga membalas pelukannya dengan senyuman kemenangan, ada sebuah rasa bahagia di
dalam tubuh ini. Papa keluar dari kamarnya, dan tampak memperhatikan tangaku.
“Mawar, apa yang terjadi dengan tanganmu nak?” Papa mendkat kearahku. Aku melepas pelukan Jimmy.
“Ini, aku terjatuh dan tanpa sengaja menggores tanganku Pa. Sudahlah, ini tidak masalah, aku sudah membersihkannya dengan alkohol dan mengolesnya dengan obat merah.” Aku menyembunyikan luka ini dengan
menaruh tanganku ke belakang.
“Ya, sudah. Papa dan Mama pergi dulu. Untuk hari ini, kau di rumah saja.” Papa memelukku, lalu membawa beberapa tas Jimmy. Jimmy memandang tajam pada lukaku. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum dingin. Aku melepas mereka bertiga untuk pergi ke bandara.
**
Aku mengganti bajuku dengan baju renang, lalu mulai melangkah pelan kearah belakang rumahku.
Kolam renang dengan air yang tenang, mulai membiusku.
“Sekarang, apa yang harus aku lakukan?” Mataku melirik sebuah pohon besar di sudut kolam.
“Aku ingin mencoba berenang dari sana.” Aku langsung meniti dari tepi taman untuk sampai di pohon besar tersebut.
“Kau sangat besar dan tinggi hingga lima orang bisa bersembunyi di balik tubuhmu ini.” Aku menyeka lumut yang menempel di akarnya yang besar. Aku langsung berbalik, sesuatu yang ganjil menarik mataku. Aku kembali menghadap kearah pohon tersebut, dan melirik kebelakangnya.
“Ini, seperti pegangan pintu.” Aku langsung menyeka lumut yang menutupinya.
“Iya, ini memang sebuah pintu. Apa mungkin kau menyembunyikan sebuah rahasia?” Aku tersenyum geli seraya melirik pohon besar ini. Aku mulai membersihkan dedaunan yang menutupinya. Pintu ini seperti pintu ruang bawah
tanah. Pintu yang terbuat dari besi dan berbentuk persegi. Setelah membersihkannya, aku langsung menarik keras pintu tersebut.
“Kraaaak.” Suara pintu besi yang sudah berkarat ini.
“Astaga, seperti dugaanku.” Aku melihat anak tangga. Aku mulai turun secara perlahan. Suasana pengap, dingin, dan gelap membuatku ragu untuk melanjutkan langkahku. Aku mulai meraba tembok yang berada di sebelah kiriku. Tanpa sengaja, aku menjatuhkan secarik kertas yang tertempel di dinding. Aku meraih kertas tersebut. Kertas putih yang sudah kusam dengan tulisan yang sudah luntur.
“Tombol lampu tangga.” Aku mulai meraba tembok kiriku kembali. Aku menemukan sebuah tombol dan tanpa ragu langsung menekannya. Seketika, lampu mulai menerangi anak tangga.
“Astaga, ini seperti lobang yang berdasar.” Aku memperhatikan anak tangga yang melengkung sampai ke bawah. Anak tangga ini memiliki panjang kisaran 20 meter dan lebar 1 meter. Aku langsung melangkah turun ke bawah secara perlahan. Sesampai di anak tangga terakhir, langkahku terhenti dengan pemandangan gelap. Aku melirik kearah kananku, aku melihat sebuah kertas yang sama.
“Tombol lampu ruangan.” Aku langsung meneka tombol tersebut.
“Tak, tak, tak, tak.” Lampu menyala secara bergantian. Aku terperanjat, dan sangat terkejut melihat apa yang ada di hadapanku. Ini seperti ruang bawah tanah, dengan aneka peralatan medis di dalamnya. ruangan ini sangat luas, dengan beberapa bilik kamar yang tampak mengerikan.
“Hallo, apa ada orang di sini?” Sorakku.
“Brussshhh.” Aku terkejut dan mencari sumber suara. Aku melirik sebuah tabung kimia mengeluarkan asap berwarna hijau. Aku mulai mendekat, untuk memastikan tidak ada seorangpun yang berada di sini. Lagi, aku terkejut ketika melihat puluhan tabung kaca berukuran lumayan besar di isi dengan berbagai macam potongan tubuh hewan yang direndam dengan air berwarna kuning, kira-kira bola basket bisa masuk ke dalam tabung tersebut. Tabung tersebut tersusun rapi disebuah rak kayu tua yang sangat kokoh. Disisi kanannya, terdapat sebuah tangga yang sepertinya digunakan untuk meraih benda yang berada di rak paling atas.
“Apa mungkin ini adalah laboratorium yang sudah tertinggal?” Aku mulai mengangkat sebuah tabung dan memeriksa kertas yang tertempel di dindingnya.
“Mata Buaya sungai.” Ini benar-benar mengerikan. Aku kembali melanjutkan langkahku. Aku melihat puluhan tabung reaksi dengan berbagai cairan berwarna warni didalamnya.
“Oooh, ini yang berbunyi tadi.” Aku melihat sebuah colokan yang masih terpasang. Karena aku menekan tombol lampu, seluruh aliran listrik mengalir ke semua sisi ruangan. Aku kembali melanjutkan langkahku, aku menemukan lemari besar yang memiliki puluhan rak obat-obatan, lengkap dengan stempel kertas yang berisi tentang kegunaan masing-masing dari obat-obatan tersebut. Pereda sakit, bius mematikan, bius untuk kepala supaya tidak mati, bius lokal, racun pembunuh, obat untuk serangan jantung. Aku mengambil satu buah obat. Ini bukan obat tablet, tetapi sebuah cairan dalam botol kaca, yang penggunaannya disuntikkan. Aku puluhan kardus suntik di sudut bawah lemari. Setelah puas membaca, aku kembali melangkah ke salah satu bilik kamar, aku melihat berbagai benda tajam tersusun rapi. Mulai golok, pisau dapur, alat pemotong kayu dan berbagai benda-benda mengerikan lainnya. Di sudut kamar, aku melihat beberapa mesin. Aku mulai membaca kertas yang tertempel di mesin tersebut.
“Mesin pelumat tulang, mesin pelumat daging.” Setelah melihat fungsi dan bagaimana cara penggunaannya, aku kembali melangkah ke kamar yang lain. Kamar ini lumayan luas, dengan berbagai peralatan bedah yang berjejer rapi di sekelilingnya. Ini tampak seperti kamar operasi, namun ranjangnya terbuat dari besi dengan sudut kiri
ranjang berlobang yang berguna untuk aliran air. Ini tampak aneh dan lumayan mengerikan. Aku kembali melangkah ke ruangan lainnya. Aku melihat sebuah kamar dengan fasilitas lengkap. Ada televisi, satu ranjang yang besar, dan sebuah kamar mandi. Ruangan ini benar-benar menarik. Aku kembali melangkah menuju kamar selanjutnya, pada kamar ini terdapat puluhan, bukan ini mungkin lebih dari seratus tumpukan drigen berwarna hitam, tampak secarik kertas tertempel diatasnya. Aku mulai meraih kertas tersebut dan membacanya.
“Air pengawet.” Aku mulai mencium bau dari lobang drigen yang terbuka. Baunya sama dengan air perendam potongan-potongan tubuh hewan yang berada di depan tadi. Aku berbalik dan melihat beberapa benda hitam tersusun di diatas sebuah rak kecil. Aku kembali meraih kertas yang tertempel di sampingnya.
“Peledak. Atur waktunya, lalu tekan tombol merah di samping kiri. Hanya untuk situasi darurat.” Aku kembali meletakkannya. Aku melirik sebuah rak buku di sudut ruangan. Ada tulisan yang tertempel jelas di rak buku.
“Dijalankan, dan ditolak.” Aku meraih beberapa buku yang dijalankan. Buku ini berisi tentang identitas panjang dari beberapa orang tertentu. Aku membaca sebuah tulisan yang memiliki warna berbeda dari yang lainnya.
“Penadah kulit buaya. Penadah kulit ular.” Sekarang aku mengerti, ruangan ini dulunya adalah tempat untuk memproduksi barang ilegal. Aku mulai melirik ditolak, aku mengambilnya dan langsung membacanya.
“Penadah ginjal, jantung, hati, dan daging manusia.” Aku terdiam melihat identitas mereka semua. Ada yang brprofesi sebagai anggota dewan, polisi, tentara, jaksa, wartawan, mahasiswa, ibu rumah tangga, pengusaha, dan dokter. Aku langsung menutupnya, dan menyusun semuanya seperti semula. Aku bergegas berlari meninggalkan ruang bawah tanah ini. Seketika, aku mengehentikan langkahku.
“Kenapa aku harus lari? Tidak ada yang mengetahui ruangan ini kecuali aku. Bukankah aku bisa memilikinya.” Sesuatu hal yang sangat aku benci terngiang di telingaku.
“Jimmy, sekarang jawab. Siapa yang memberitahumu cara yang hina ini!” Teriak Papa.
“Aku mendapatkan saran dari Pak Joni Pa. Aku mohon, aku sudah berkorban banyaak Pa.” Mohon Jimmy.
“Joni Mahendra.” Aku melirik peledak yang berada di belakangku. Aku mulai mengemasi beberapa barang yang aku butuhkan. Aku mengambil satu peledak, satu bius untuk kepala supaya tidak mati dan memasukkannya pada jarum suntik. Aku mengambil sebuah pisau dapur, dan mulai mencari si dekan muda. Senyum menyeringai mengambang di bibirku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Avdev Chan
aq suka alur ceritanya....
2020-10-05
0
Fatmawaty Nugroho
sakit hati harus di balas..lanjut ..
2020-06-04
2
hyun
Ayo mawar..awet kan kepala pak joni,biar jimmy plang,,dia bsa mlhat kpla dekan sxlgus tman kncannya..
Xixixixixiiii
2020-05-12
2