21. Khawatir

*********************

Deg

Jantung Early berdegup kencang mendengar perkataan Maya.

Early merasa ada batu besar yang menimpa jantungnya. Hatinya terasa sakit sekali mendengar apa yang diungkapkan oleh Maya. Tangannya terkepal dengan erat di samping tubuhnya menahan emosi yang seperti akan meledak. Early terdiam bergeming di balik tembok penghalang Ruang Tamu.

Maya meneruskan kata-katanya.

“Dia memang terlihat sempurna, sungguh Mami tidak melihat cela yang tampak dari dirinya. Kamu tahu kan, Mami dan Papi tidak pernah membeda-bedakan latar belakang dan status orang lain. Mami tidak ada masalah dengan status sosial yang dimilikinya. Kamu paham kan apa yang Mami katakan…”?

“Iya Mam, Fian paham sekali. Mami dan Papi selalu menanamkan sikap untuk tidak memandang orang lain dari status sosialnya sejak Fian dan adik-adik masih anak-anak. Jadi Fian yakin Mami dan Papi tidak akan mempermasalahkan perbedaan status sosial Fian dan Early.”

Maya mengelus kepala Arfian dengan lembut.

“Hanya saja hati Mami sudah terpaut pada Keisha. Mami sangat berharap Keisha lah yang akan jadi pendamping hidup kamu. Mami dan Papi terlalu percaya diri dengan penglihatan kami selama ini. Kami melihat interaksi kamu dengan Keisha yang saling menyayangi satu sama lainnya sehingga Papi dan Mami menyangka rasa sayang antara kakak dan adik itu berubah menjadi rasa cinta pria terhadap perempuan.”

Arfian memandang Maminya dengan tatapan sayang. Hatinya kembali terasa sakit mengingat sikap Keisha kepadanya akhir-akhir ini. Tidak ada harapan untuk menemukan cinta di antara mereka. Arfian malah merasa takut jika rasa sayang Keisha terhadapnya berubah menjadi rasa benci.

“Tapi kan Mami tidak bisa memaksakan kehendak Mami. Mami serahkan semuanya sama kamu. Kamu yang akan menjalani pernikahan kamu nanti. Mami dan Papi tidak mau ikut campur dengan keputusan kamu tentang siapa dan kepada siapa kamu berikan hati kamu. Baik dan buruknya nanti pasangan yang kamu pilih, kamu yang mempertanggung jawabkannya sendiri. Papi dan Mami sudah memberikan pandangan dan pendapat kami. Keputusan akhirnya kamu yang memutuskan. Mami dan Papi hanya bisa merestui perempuan yang jadi pilihan kamu. Mami yakin kamu akan memilih  perempuan yang sudah kamu pertimbangkan baik-baik dan dia akan jadi istri yang baik buat kamu.”

Arfian memeluk Maminya dengan erat.

“Terima kasih atas restu Mami. Itu sangat berarti buat Fian.”

Dengan langkah tanpa suara, Early kembali ke kamar mandi. Dia basuh wajahnya dengan air dingin dari keran dan menunggu beberapa saat sampai emosinya mereda.

Arfian merasa Early terlalu lama berada di kamar mandi. Arfian berjalan menuju kamar mandi yang ada di dapur dan mengetuk pintu kamar madinya.

Tok…tok…tok…

“Sayang, kamu masih ada di dalam..?”

Tak lama kemudian Early membuka pintu kamar mandinya.

“Maaf Mas, perut aku sedikit sakit. Mungkin tadi makan sambalnya kebanyakan. Maaf ya Mas, aku jadi numpang bu-ang air di rumah kamu.” Early meminta maaf sambil menyengir.

“Kamu tidak bisa makan sambal, kenapa tadi makannya pakai sambal?” tanya Arfian cemas.

Early hanya bisa menyengir. Bibirnya tersenyum tapi hatinya menangis.

Arfian dan Early kembali ke Ruang Tamu, terlihat Maya sedang mengeluarkan toples-toples makanan kecil dari lemari penyimpanan.

“Ayo dimakan kuenya.” tawar Maya kepada Early.

“Ini semuanya buatan Tante. Kamu coba yah, mudah-mudahan kamu suka.”

Early mengambil kue nastar yang ada dalam toples kaca.

“Kuenya enak loh Tante. Boleh dong kalau saya minta diajarin bikin kuenya.”

“Boleh, kalau kamu main kesini lagi nanti Tante ajarkan bikin kue nastarnya.”

“Arfian sukanya makan Pai Apel, tapi Tante gak bisa bikinnya, berkali-kali bikin selalu gagal. Padahal Tante sudah minta resepnya sama Arin, tapi tetap saja Pai Apelnya dibilang tidak enak sama anak tante yang ku-rang aj*r ini.” Kata Maya sambil menjitak kepala Arfian.

Early tidak tahu siapa Arin yang disebut oleh Maminya Arfian pintar membuat Pai Apel. Mungkin nanti Early juga harus meminta resep Pai Apel kepada Arin.

Sambil menikmati kue-kuenya, Maya bercerita banyak masa kecil Arfian yang sedikit nakal. Maya juga bertanya pada Early tentang masa kecilnya.

Menjelang sore, Early pamit untuk pulang.

“Mam, Fian antar Early pulang ya.”

“Tante, saya pamit pulang dulu. Tolong sampaikan salam saya sama Om.”

“Iya, hati-hati di jalan ya. Fian, kamu langsung pulang, jangan keluyuran dulu.”

“Siap Bos.!”

Di perjalanan pulang menuju apartemen Early, Arfian merasa Early sedikit murung.

“Kamu kenapa murung Sayang?” tanya Arfian cemas.

“Mas, aku khawatir kalau orangtua kamu tidak bisa menerima aku.”

“Jangan berpikir yang tidak-tidak. Kamu tadi melihatkan bagaimana sikap Mami aku pada kamu. Tidak ada raut wajah yang menyeramkan seperti para Mama yang ada di sinetron yang suka kamu tonton itu kan.?”

“Iya sih. Mami kamu bersikap ramah sama aku. Tapi Papi kamu…setelah makan siang gak ikut mengobrol bersama kita. Aku berpikir kalau Papi kamu gak suka sama aku.” Ungkap Early sedih.

“Jangan khawatir yang berlebihan. Papi aku itu lagi banyak kerjaan. Biasanya Papi aku itu sangat fokus kalau lagi menyelesaikan pekerjaannya.” Arfian mencoba menenangkan hati Early.

“Aku harap tidak bergabungnya Papi kamu tadi memang karena pekerjaannya bukan karena benci melihat aku.” Harap Early.

“Kamu jangan berpikiran negatif seperti itu. Kan aku selalu bilang kalau Papi dan Mamiku itu gak pernah memandang orang dari status sosialnya. Aku yakin mereka orang-orang yang sangat baik.”

“Baik apanya. Dengan sangat jelas aku mendengar Mami kamu yang lebih memilih Keisha dibandingkan aku. Tetap saja mereka lebih memilih perempuan yang statusnya sama dengan kalian untuk menjadi pendamping hidup kamu.” gerutu Early didalam hati.

Mobil Arfian berhenti di depan gerbang gedung apartemen Early.

“Aku mengantar kamu sampai sini saja ya. Besok aku jemput kamu.”

“Iya. Makasih ya Mas. Aku cinta sama kamu.” Setelah mengatakan cintanya, Early mengecup bibir Arfian sekilas.

“Terima kasih Sayang. Aku juga mencintai kamu.”

Early keluar dari mobil Arfian dan menatap mobil Arfian yang berlalu meninggalkannya. Air matanya tiba-tiba merembes. Early merasa hatinya sangat sakit ketika mengingat apa yang dikatakan oleh Maminya Arfian. Early tidak bisa terima jika dirinya dibandingkan dengan Keisha, gadis yang dibencinya, yang selalu mengganggu hubungannya dengan Arfian. Early bertekad untuk membuat dirinya menjadi satu-satunya perempuan yang ada di dalam hati Arfian dengan segala cara yang bisa dia lakukan. Dia tidak akan membiarkan Keisha merebut apa yang sudah menjadi miliknya. Dia akan mempertahankan miliknya sekuat tenaga yang dia miliki.

***************

“Kei, kamu yakin sama keputusan kamu ini?” tanya Prita dengan nada khawatir.

“Sangat yakin.” Jawab Keisha dengan tegas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!