Apa-apaan sih, Chandra itu. Orang yang tidak bisa ditebak. Semalaman, Chandra bisa bersikap sangat dewasa dan penyayang, seharian dia bisa begitu cuek dan tidak banyak bicara, dan tadi malam pria itu juga bersikap di luar kebiasaannya.
Ya, Nadia tahu ia belum mengenal Chandra dan tidak tahu banyak tentang kebiasaan pria itu. Namun, Chandra memang benar-benar tidak bisa ditebak. Dia berbeda dengan lelaki yang Nadia kenal sebelumnya. Merasakan sikap Chandra yang semakin hari semakin random, Nadia menjadi ragu dengan penjelasan Joy tentang kakak satu-satunya itu.
Atas undangan sepupu Nadia untuk acara ulang tahun anaknya yang ke tujuh, akhirnya Chandra bersedia diajak jalan-jalan oleh istrinya. Rumah sepupu Nadia dari pihak mamanya itu berada di wilayah kabupaten, sehingga Nadia dan Chandra harus berangkat lebih pagi agar tidak kena macet, apalagi di hari libur begini jalanan ke wilayah luar kota selalu padat dengan para wisatawan.
Mereka sampai di tempat tujuan, Vila sederhana dengan sebuah kolam ikan di bawah vila tersebut menjadi pemandangan yang cukup menyegarkan mata. Nadia berdiri di samping suaminya dengan senyum di bibir.
"Flores pasti panas, 'kan? Kalau di sini segar, dingin lagi. Banyak pohon-pohon," tanya Nadia pada Chandra yang fokus pada penglihatannya menuju undak-undak bukit, sawah yang menghampar dan tanaman sayuran yang tertata rapi di sana.
"Iya, di Flores ada hutan, tapi hutan gelap. Tidak seperti di sini, kebun. Natural, seperti kata kamu," jawab Chandra tanpa mengalihkan perhatiannya.
Nadia terkikik, dengan gugup gadis itu kemudian meraih tangan kanan Chandra dan menggenggamnya. "Mau masuk sekarang?"
Chandra melihat ke bawah di mana tangannya digenggam oleh Nadia, pria itu membalas genggaman Nadia tidak kalah erat. "Ayo."
Chandra yang kaku, pendiam, non ekspresi nyatanya mau menyanyikan selamat ulang tahun bersama dengan Nadia, bersama dengan anak-anak yang menghadiri pesta ulang tahun Anna, Anna adalah putri kecil dari pasangan Adrian dan Reina yang sudah menikah selama sepuluh tahun lamanya. Ya, Adrian adalah sosok sepupu yang mengundang Nadia bersama suaminya itu.
Terlihat Adrian dan Reina berada di tengah-tengah pesta ulang tahun, tersenyum ceria menghibur Anna dan kawan-kawan sekolahnya dengan kue dan balon.
"Om, kata papa Anna ... kalau Om itu Army, ya?" tanya Anna polos dan menggemaskan pada Chandra, wajahnya sangat kecil dan cantik, perpaduan antara Adrian dan Reina memang bukan main hasilnya.
Nadia yang berada di sana ikut mendengarkan celotehan Anna pada Chandra.
"Iya, om Army," jawab Chandra kaku dan datar.
Anna bertepuk tangan, sementara Nadia tertawa kecil memperhatikan tingkah suaminya yang sok akrab bersama si Anna.
"Woah, beneran Om Army? Sama dong kayak Anna. Bias Om siapa? Kalau Anna suka sama Kookie, oppa Kookie itu ganteng, Om. Terus lucu banget. Kalau udah besar Anna mau punya pacar kayak oppa Kookie."
Chandra menoleh ke arah Nadia karena ia sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan bocah itu. Nadia tertawa di tempat duduknya, tawa yang keras dan ceria. Tawa yang baru pertama kalinya juga Chandra dengar dari Nadia semenjak gadis itu dipersunting olehnya 10 hari lalu.
"Anna, Sayang. Omnya bukan Army penggemar BTS loh. Omnya ini Army tentara," jelas Reina yang membantu Chandra untuk menjawab kebingungan anaknya.
Chandra tersenyum kaku ke arah Anna yang kini cemberut.
"Yah, kirain Om Army beneran," keluh Anna.
Di perjalanan pulang, Nadia masih tidak bisa berhenti tersenyum ketika mengingat kejadian antara Anna dan Chandra tadi. Sementara Chandra menyetir, istrinya itu masih menertawakan bagaimana ekspresi bingung Chandra di hadapan anak kecil.
"Saya senang, kamu terlihat bahagia hari ini," ujar Chandra tiba-tiba.
Nadia menoleh ke arah suaminya lalu tersenyum. "Hm, puas banget. Saya masih nggak habis pikir sama Anna. Gimana mungkin sih, cowok tinggi dan kekar kayak kamu jadi fansnya BTS."
"Namanya juga anak-anak. Saya juga suka dengan Anna, anaknya pintar dan cerdas. Saya jadi ingin punya anak."
"...."
Menyadari ucapannya, Chandra langsung berdehem untuk menghilangkan kecanggungan. Sementara Nadia langsung menoleh ke arah jendela dan menikmati pemandangan di luar sana yang mulai berubah-ubah, dari pematang sawah menjadi perkebunan strawberry.
'Kenapa juga saya bahas masalah anak," gumam Chandra dalam hati.
Tadi juga Chandra sempat mengobrol dengan Adrian, dan pria itu menawarkan salah satu vilanya untuk dipakai menginap oleh Nadia dan Chandra. Akan tetapi Chandra menolak karena dia tidak membawa pakaian ganti begitu pun Nadia. Tawaran itu mungkin akan diambil ketika Nadia dan Chandra memiliki hari libur lain untuk dihabiskan berdua.
***
Nadia merapikan pakaiannya yang ada di dalam lemari, sebenarnya masih banyak pakaian yang harus Nadia rapikan di ruang wadrobenya, tetapi sengaja Nadia hanya merapikan yang ada di dalam lemari untuk jaga-jaga kalau dia akan segera pergi ke Flores bersama suaminya.
Pemberitaan tentang dirinya dan Vidi pun selalu saja terdengar, entah itu dari pop up news di handphone, atau dari tayangan televisi yang tidak pernah bosan memperbincangkannya.
Nadia sebenarnya penasaran, apakah Chandra tahu mengenai sosok mantan pacarnya itu? Chandra 'kan sekarang sudah pakai smartphone, pastinya lelaki itu bisa menggunakan internet secara maksimal.
Baru saja Nadia memikirkan Chandra, suaminya itu sudah masuk ke dalam kamar sambil membawa buku dan piring berisi buah-buahan.
"Nih, dari nenek kamu," ujar Chandra sambil menaruh buah-buahan ke atas meja rias.
Nadia tersenyum kecil, neneknya tahu sekali camilan kesukaan Nadia. Ya, buah strawberry yang Nadia beli bersama Chandra tadi sekarang terhidang di atas meja dan sudah bersih, bahkan sudah dibersihkan dari daunnya.
"Kamu, sedang merapikan pakaian? Mau saya bantu?" Chandra menghampiri istrinya itu dan ikut duduk di lantai bersama Nadia. Nadia melipat pakaian-pakaiannya dan menumpuknya sesuai dengan modelnya.
"Ah, nggak perlu. Kamu istirahat aja. Kamu pasti capek habis nyetir seharian ini."
"Tidak kok. Sini, saya sering merapikan pakaian sendiri. Bahkan mencuci baju sampai menyetrika sekalipun, saya lakukan sendiri." Chandra mengambil alih pakaian Nadia dan melipatnya, bahkan jauh lebih terampil dibandingkan Nadia sendiri.
Nadia tertegun, selama ini ... selama menjadi istrinya, Nadia sama sekali belum mencuci pakaian Chandra. Terlihat Chandra melipat pakaian seperti ahli, dia menumpuk kaos dengan rapi dan cepat.
"Kamu bisa masak? Oiya, di sana kan kamu tinggal sendiri. Mayoritas juga laki-laki, 'kan? Nggak ada perempuannya? Itu gimana, sih?" tanya Nadia. Semoga obrolan mereka dapat mengalir dengan sendirinya, dan Nadia bisa mengetahui sedikit-sedikit tentang Chandra.
"Hm, sedikit. Kalau masak nasi di sana, saya pakai dangdang, karena listrik di Flores sering ada pemadaman bergilir. Jadinya tidak bisa pakai rice coocer. Terus, tidak ada perempuan di sana. Hampir semua prajurit mengerjakan keperluannya masing-masing. Karena kami sudah terbiasa, kami jadi lebih pandai dibandingkan kaum perempuan," jawab Chandra sambil mengenang kehidupannya di militer.
"Oh, pasti sulit, ya? Kalau yang sudah menikah?"
"Ada beberapa yang sudah menikah. Mereka diberi rumah dinas untuk keluarga. Ada yang membawa anak dan istri ke rumah dinas. Ya, mereka dirawat oleh istri masing-masing."
Nadia manggut-manggut. "Berarti, nanti kamu dapat rumah dinas, dong? 'Kan sudah
beristri? Iya, 'kan?"
Chandra tersenyum. "Saya sudah dapat rumah dinas sendiri. Karena saya dulu mantan pasukan khusus. Jadi, saya memiliki rumah dinas untuk ditempati oleh prajurit saya. Hm, istilahnya saya adalah kepala keluarga di rumah dinas itu. Saya punya asisten, Ong yang menghubungi kemarin adalah wakil saya di sana. Kalau saya tidak ada, Ong yang mengurus semua hal. Kami juga memiliki jadwal masak, merapikan rumah dan mencuci."
"Oh, pantesan kemarin mereka panggil saya bunda. Ahahaha." Nadia tertawa begitu pun Chandra.
"Ya, kamu jangan kaget kalau bertemu dengan mereka nanti, mereka mungkin akan memanggil kamu dengan sebutan bunda. Selama ini, mereka menanti-nanti kabar pernikahan saya, dan mereka juga sesekali menganggap bahwa saya adalah ayah mereka." Tanpa sadar, pekerjaan Chandra sudah selesai dengan melipat pakaian. Sampai ....
Nadia terkejut setengah mati ketika kedua tangan Chandra sedari tadi memegang benda yang tidak wajar. Membuat Nadia terbatuk-batuk melihatnya.
"Uhuk, uhuk, uhuk!"
"Kenapa?" tanya Chandra khawatir.
"Itu ... bra ...."
Jreng!
Chandra menunduk ke bawah mengikuti arah pandang Nadia yang mendapati kedua tangannya sejak tadi memainkan gundukan bra milik Nadia yang berwarna pink. Chandra spontan menyimpannya dan mengalihkan tatapannya ke sana ke mari tanpa banyak bicara.
Nadia menutup mulutnya dan wajahnya benar-benar memerah karena malu.
***
Tiga hari lagi, masa cuti Chandra habis, namun belum ada kesepakatan antara dirinya dan Nadia untuk tiga hari ke depan tersebut. Di mana Nadia akan tinggal setelah Chandra kembali aktif bekerja? Atau, bagaimana rencana kehidupan pernikahan mereka kelak? Akankah terjalin seperti pernikahan perwira pada umumnya atau justru akan menjalani LDR seperti yang sering nenek khawatirkan.
Dan sepulang dari pesta ulang tahun Anna, Chandra memutuskan untuk menginap di kediaman keluarga Nadia. Lelaki itu juga masih membaca buku yang jujur saja membuat Nadia amat penasaran dengan isinya. Buku itu selalu Chandra bawa ke mana-mana, bahkan di waktu luang Chandra selalu menyempatkan diri untuk melanjutkan membaca halaman demi halaman.
Nadia menonton drama Korea, sementara Chandra membaca bukunya. Di satu sisi ranjang, terdengar gumaman manja Nadia atas komentarnya pada setiap adegan, sementara di sisi Chandra begitu hening, pria itu bersandar pada kepala ranjang sambil menikmati isi buku dan membaca dalam hati.
Handphone Nadia berdering, bukan handphone yang digunakannya untuk menonton drama, melainkan handphone lama Nadia yang tidak dipakai lagi. Handphone itu tersimpan di dalam laci meja, Chandra yang sedang membaca buku pun menghentikan aktivitasnya, dan membuka laci meja untuk mengambilkan handphone yang berdering nyaring itu.
"Duh, lupa nggak matiin handphone itu. Hehe. Berisik, ya?" Nadi beringsut, mendekat ke arah Chandra untuk mengambil handphone-nya.
Chandra yang berhasil mengambil handphone Nadia tertegun saat membaca nama penelepon malam itu. Sementara Nadia terdiam gugup di tempat duduknya.
"Siapa yang telepon?" tanya Nadia hati-hati.
Chandra tidak menjawab, namun ekspresinya benar-benar membuat Nadia berdebar. Nadia menarik napas dalam-dalam, dan Chandra memperlihatkan layar handphone Nadia ke Nadia.
"Vidi sayang," ucap Chandra dengan wajah datar.
Handphone itu masih berdering, ruangan kamar menjadi dingin dan semakin sunyi, setidaknya bagi Nadia. Kalau saja ini sebuah drama komedi, pasti akan lucu melihat Chandra menyebut nama si penelepon dengan wajahnya yang datar dan dingin. Namun situasi itu kini kebalikannya, serius, menyangkut kelangsungan pernikahan antara Nadia dan Chandra.
Nadia merebut handphone miliknya dari tangan Chandra dan langsung mematikan ponselnya dengan paksa. Sehingga kini benar-benar sepi, tidak ada suara apa pun selain kegugupan yang bisa saja terendus oleh Chandra.
"Saya tahu dia, Nad."
Nadia menggigit bibir bawahnya, gadis itu menangis sambil meremas seprei dengan kekuatan maksimal, sampai seprei itu kusut, benar-benar kusut.
"Mungkin, dia susah payah menghubungi kamu. Seharusnya, kamu terima panggilan
dia."
Nadia menunduk, dia menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. Dia malu, terluka lagi, dan tentunya merasa amat bersalah karena Chandra justru tampak menjaga perasaannya dengan cara yang berlebihan.
"Katakan, kalau kamu sehat dan baik-baik saja."
"Saya nggak keberatan kok. Kita juga menikah sangat cepat. Sulit untuk terbiasa dengan semua masa lalu yang belum tuntas."
"Bukan itu masalahnya!" ucap Nadia sedikit meninggikan suaranya. Chandra memaksakan senyuman, Nadia menangis di depannya lagi.
"Seharusnya kamu marah! Seharusnya kamu nggak perlu bersikap seperti ini!" Nadia marah, marah pada Chandra, namun yang utama tentu dia marah pada dirinya sendiri.
"Kamu harusnya peduli dengan saya. Harusnya kamu marah karena saya masih berhubungan dengan laki-laki lain," tambah Nadia dengan suara lemah.
"Sudah," balas Chandra dengan pelan.
"Saya sudah marah dengan kamu. Kemarin, saya tolak ajakan kamu ke mal itu. Saya juga menghindari sarapan dengan kamu. Bahkan ... saya juga mencegah diri saya untuk menyentuh kamu." Chandra tersenyum kecut.
"Saya tahu kamu sudah sangat siap menikah. Tapi ... bukan dengan saya. Saya tidak mau kamu terlalu berusaha keras untuk menjadi istri saya. Saya belum melihat ketulusan kamu, Nadia."
Nadia tidak dapat membalas kalimat Chandra, gadis itu bahkan tidak bisa berpikir saat ini. Otaknya benar-benar beku untuk sesaat. Mencerna jawaban Chandra yang justru membuat hatinya terasa begitu dingin. Nadia sudah sangat tidak berperasaan selama ini. Selama ia resmi menjadi istri Chandra.
Chandra mendesah pelan, napasnya terdengar sesak dan berat. Pria jangkung itu bangkit dari atas ranjang dan tersenyum dipaksakan pada Nadia.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Sandisalbiah
bahkan pernikahan yg didasari rasa cinta terkadang juga menemukan perbedaan saat dua kepala tiba² hidup seatap, seranjang.. konon lagi yg baru ketemu langsung memutuskan buat nikah dlm hitungan hari, tanpa kenal atau tau pribadi, sifat, kebiasanan dan semuanya jelas masi asing... intinya harus ngomong empat mata, saling terbuka kakau ingin baik² utk kedepannya...
2023-10-21
0
Siti Chotimah
sdh jatuh cinta sm Nadia,cemburu yg tertahan. Nadia jgn buat Chandra kecewa...
2022-06-24
0
Hany Aza
aduh...😁😁😂😂
2022-04-23
0