Joy beberapa kali menggoda sang kakak yang kini tengah memilah pakaian untuk dikenakan di acara perkenalan keluarga.
Pakaian kakaknya ini hampir semuanya kemeja dan celana pantalon, warnanya saja yang berbeda tapi semua modelnya nyaris serupa. Outfit kakaknya ini bisa dibilang sangat membosankan, kali ini Chandra beberapa kali berpikir untuk mengenakan pakaian yang seperti apa dalam pertemuan keluarga yang direncanakan oleh neneknya.
"Kak, heran deh. Kok Kakak bisa setuju gini buat dikenalin ke Nadia?"
Chandra tersenyum tipis. "Ya, karena nenek. Permintaan nenek itu sama seperti permintaan ibu," ujar Chandra tenang.
"Kalau misalnya Kakak cocok sama pilihan nenek gimana?"
Chandra menghentikan kegiatannya dalam memilah baju, membuat Joy langsung menutup mulutnya.
"Hm ... tidak gimana-gimana Dek."
"Kak, please, jangan pakai batik. Ini bukan hajatan dih," komentar Joy setelah beberapa saat hening di dalam kamar, Chandra tertawa kecil.
"Tadi kamu bicara jangan pakai jas karena terlalu formal, jangan pakai kemeja juga karena terlihat seperti guru. Sekarang, kakak pilih batik kamu bilang seperti mau pergi hajatan. Jadi, kakak harus pakai baju seperti apa?"
Joy menghela napasnya. "Ya ampun, Kakak punya uang dipakai beli apa, sih? Pasti rompi anti peluru, ya? Sekali-sekali beli kaos kek atau kemeja jaman sekarang," omel Joy sembari mengacak lemari kakaknya dengan semangat 45.
***
Nadia menggunakan sebuah gaun brokat putih yang berbahan utama sutera. Gaun itu adalah gaun cadangan untuk lamarannya dengan Vidi setahun lalu, yang kini Nadia kenakan untuk acara pertemuan keluarga dengan keluarga besar Abdinegara. Tak pernah sekalipun Nadia terpikirkan untuk memulai kembali sebuah hubungan, tetapi entah kegilaan apa yang menghinggapinya sehingga Nadia setuju untuk berkenalan lagi dengan seorang TNI AD yang notabenenya adalah cucu dari teman neneknya.
Vidi sendiri sudah dijatuhi vonis tahanan oleh pengadilan, 1 tahun Vidi harus menjalani hukuman tersebut atas kerja keras tim kuasa hukumnya, sedangkan pengajuan untuk rehabilitasi masih menunggu keputusan sidang naik banding nanti.
Nadia juga sama sekali tidak berniat untuk bertanya lebih lanjut mengenai sosok pria yang akan ia temui sore ini, gadis itu hanya akan menerima janji pertemuan dan ia berharap dapat mengubah nasibnya menjadi lebih baik. Sebab rasa sakit dan trauma tidak akan pergi dan sembuh, apabila diri sendiri masih terbayang akan luka yang sama.
Nadia menjadikan itu sebagai acuan hidupnya sekarang. Ia harus bangkit dari keterpurukan yang hampir sebulan ini membunuhnya.
Nadia duduk di salah satu kursi ruang utama rumahnya, ia menyambut tamu papa dan neneknya itu dengan senyuman. Yang pertama Nadia temui adalah nenek Merry yang sangat cantik dengan sanggul khas wanita Sunda dan juga kebaya brokat warna cokelat muda keemasan, nenek tersenyum lebar menyapa si jelita Nadia sambil memeluk.
"Ya ampun, cantiknya ... lebih cantik daripada dilihat di-TV ya ...," komentar nenek Merry centil, kemudian nenek Merry mengedipkan matanya ke arah belakang di mana cucu laki-lakinya berada tepat di sana.
"Iya dong, cucuku ....," ucap neneknya Nadia yang langsung menyambar ucapan sahabatnya.
"Nah ... ini, cucuku ... lagi cuti dari tugasnya di perbatasan Indonesia. Baru pulang dari
Flores 2 minggu lalu ... kenalkan, namanya Chandra."
Pandangan Nadia langsung tertuju pada sosok tinggi di belakang nenek Merry. Sosok itu tersenyum kaku seolah baru pertama kalinya bertemu dengan perempuan yang berdandan, pakaian lelaki tinggi itu adalah kemeja biru dan celana hitam pantalon, jam tangan buatan Eropa serta rambut hitam tebal yang sedikit berantakan. Matanya bulat, bibir bagian bawahnya tebal dan berwarna agak kemerahan, tubuhnya sangat sehat, berotot dan bahunya amat begitu lebar. Jauh dari kata sederhana, lelaki itu tampak luar biasa.
Kulitnya putih mulus, tidak terlihat seperti Tentara yang pernah menjadi pemimpin pasukan khusus, malah terlihat seperti model majalah fashion.
Papa menyambut Chandra dan nenek Merry untuk duduk di kursi, Nadia pun berdiri dengan sungkan, pandangannya bertemu dengan Chandra.
Chandra senyum, gadis cantik yang sering dia dengar suaranya lewat saluran radio dan aplikasi musik kini ada di hadapannya.
Matanya cantik, hidungnya mungil, bibirnya pun sama, dan pipi tembamnya yang membuat gadis itu terlihat lebih muda dari usianya yang sebenarnya. Chandra terkesiap, ternyata bertemu dengan seorang perempuan dengan tujuan baik itu cukup menghibur dirinya.
"Nah, kelihatannya ... Kalau sudah disandingkan begini. Cocok, ya?" komentar neneknya Nadia dengan senyum menggoda.
Nadia memasang tampang datar, begitu pun Chandra yang duduk tegak di kursinya.
Nenek Merry tersenyum. "Shht. Jangan digoda begitu. Cucuku ini pemalu. Beda sama Nadia, yang sering bertemu orang. Kalau Chandra ini paling ketemu sama pohon, monyet, sama babi hutan. Mainannya juga bukan alat musik kayak Nadia, tapi senapan laras panjang, senapan angin, pistol. Bahkan, waktu ke sini saja, dia disisirin sama adiknya si Joy," ujar nenek Merry yang membuat Chandra memejamkan matanya malu.
Nadia tersenyum, senyum pertama setelah sebulan gadis itu berdiam diri dan merenungi setiap peristiwa yang mendebarkan dalam hidupnya.
Setelah obrolan yang sama sekali tak penting di ruang utama, akhirnya Nadia berinisiatif untuk mengajak Chandra berdua saja ke teras belakang rumah, di mana situasi lebih teduh dan sepi.
Gadis itu mendahului Chandra dan menyediakan dua kursi yang saling berdampingan sambil menghadap pada hamparan tanaman milik papanya. Teras rumah yang hijau, disertai sebuah kolam ikan cukup besar yang airnya sangat jernih.
"Ekhm ... saya, bukan orang yang pintar beradaptasi," ujar Chandra ketika mereka duduk di teras itu.
Nadia menganggukkan kepalanya. "Hm ... saya dengar dari nenek, kamu TNI AD yang pernah bertugas di Palestina dan Iran, 'kan?"
"Iya ... dua tahun di sana."
Lalu kembali hening, Nadia menghela napasnya. "Saya pernah gagal menikah. Juga saya tahu, tujuan nenek kita memperkenalkan kita sekarang ini. Mereka berniat menjodohkan saya sama kamu. Saya sama sekali tidak keberatan untuk pernikahan itu, usia saya juga sudah lebih dari cukup. Kamu juga pasti sudah tahu bagaimana detail tentang saya dari nenek, atau mungkin dari internet."
Chandra hanya diam, karena di memang tidak pandai bicara apalagi dihadapkan dengan orang yang baru saja dia temui.
"Saya bersedia menikah dengan kamu." Nadia menoleh ke arah Chandra dan membuat pria itu menegakkan duduknya.
"Bahagiakan saya, jangan buat saya bersedih. Sebab, saya tidak mau sakit hati lagi dipermalukan," ucap Nadia dengan senyum getir, sampai kedua matanya memandangi Chandra itu berubah nanar dan berlinang air mata.
Chandra menelan salivanya kasar, lelaki itu tersenyum tipis, sebuah anggukan dia berikan untuk Nadia yang kini menangis di hadapannya.
"Baik, saya akan melaksanakannya."
Chandra membalas ucapan Nadia dengan siap, seolah itu adalah tugas negara baru, sebuah misi rahasia yang akan membuka tabir kehidupannya yang akan datang.
Chandra menyadari, ia seharusnya tidak seperti ini, ia seharusnya menyampaikan satu atau dua kalimat terlebih dahulu sebelum menyetujui pernikahan.
"Tapi saya ingin pernikahan yang secepatnya. Dua minggu lagi saya akan kembali ke Flores, sebelum tiba waktunya, lebih baik kita menikah," tandas Chandra dengan suaranya yang serak dan berat.
Nadia menyanggupi ajakan Chandra tanpa harus berpikir ulang. Sebab, untuk bertemu dengan Chandra pun nyatanya ia membutuhkan waktu lumayan lama untuk setuju.
"Kalau begitu, kamu harus segera mengurus semua dokumen untuk keperluan pernikahan. Besok saya akan jemput kamu pagi-pagi," ujar Chandra menjelaskan semua rencananya pada Nadia.
Nadia cukup terkejut, ia tidak berpikir untuk menikah langsung besok. Bukan secepat ini yang Nadia maksudkan. Namun, apa boleh buat, Nadia sudah keburu meng-intervensi Chandra duluan.
BERSAMBUNG ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Sandisalbiah
rambut hitam tebal berantakan... bukanya kalau tentara itu rambutnya selalu cepak ya..?
2023-10-21
0
susi 2020
🤣🤣🤣
2023-04-03
0
susi 2020
🙄🙄🙄🥰
2023-04-03
0