Udara hangat Flores kembali menyapa Chandra, malam ini dia bersama pasukannya menikmati pesta syukuran kecil-kecilan yang disediakan oleh kantor dinas. Sudah disediakan tumpeng dengan berbagai lauk pauk untuk menyambut pengantin baru. Mereka pikir, Chandra akan datang bersama istrinya, tetapi ternyata tidak sama sekali. Chandra datang seorang diri seperti saat dia pergi. Hal itu menimbulkan kekecewaan pada prajurit yang sudah sangat berharap dapat bertemu aktris sekaligus penyanyi ibu kota.
Chandra paling awal menyelesaikan makan malamnya, dan dia dengan santai mengeluarkan isi koper di ruang tengah.
"Dan, cerita dong. Gimana rasanya nikah sama artis?" Ong yang sedang menikmati ayam bakar dengan bibir berminyak bertanya demikian pada Chandra.
Tentu yang lain ikut penasaran.
Chandra tersenyum tipis. "Ya, senang. Seperti berhasil menjaga harta karun negara."
"Cie-cie!" sorak yang lain berbarengan, menggoda sang jenderal yang kini masih tersenyum.
"Oh, iya. Ini oleh-olehnya, ada cokelat sama kaos untuk kalian." Chandra menyerahkan cokelat pada Alif dan Johnny, sementara kaos diserahkan pada Dio yang sudah selesai merapikan piring.
"Wah, keren nih. Warnanya juga rupa-rupa. Pasti ini bukan Komandan ‘kan yang pilih?!"
"Iya, memang bukan. Itu Nadia yang belikan."
Anak-anak memilih kaos yang sesuai dengan warna kesukaan mereka, sementara Chandra menyimpan sisanya untuk anggota yang lain, yang kebetulan kebagian bertugas malam.
Chandra bingung, di tempat dinas ternyata sulit sekali mendapatkan sinyal. Tidak ada jaringan yang memadai di tempat itu sehingga Chandra jengkel di tempat duduknya sekarang. Beberapa kali tubuh jangkungnya bolak-balik ke sana kemari untuk mencari sinyal, tapi hasilnya tetap nihil. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam di tempatnya, itu artinya di Bandung masih jam 10 malam.
"Nadia pasti menunggu. Apa coba kirim pesan aja, ya? Kalau terkirim kapan saja, Nadia pasti baca, 'kan?" gumam Chandra pada dirinya sendiri, Chandra kemudian mengetik pesan sambil harap-harap cemas, ini adalah usaha terakhirnya sebelum memutuskan untuk tidur.
"Loh, Dan, tumben belum tidur?" Dio tiba-tiba keluar dari dalam rumah, lelaki bermata bulat itu mendekat ke arah Chandra yang duduk di halaman.
"Hm, sedang mencoba mengabari istri saya, tapi sama sekali tidak ada sinyal."
"Oh, harus dicoba di kantor dinas, tapi ini sudah malam, takutnya ada babi hutan nyasar."
"Eh, bukannya waktu itu kalian bisa telepon saya, ya?" tanya Chandra keheranan. "Waktu itu Ong dan Alif pergi menyusul Johnny ke kantor dinas malam-malam. Makanya, dia bisa telepon."
Chandra manggut-manggut, tetapi tetap saja dia kecewa karena tidak dapat mengabari Nadia dengan handphone baru. Jangankan untuk video call, kirim sms dan mendial pun tidak berhasil.
"Hm. Ya sudah kalau begitu. Kita tidur saja, biar besok pagi saya ke kantor."
***
'The number your calling is not active or not in service area. Please try again later.'
Ini kesepuluh kalinya Nadia menelepon Chandra. Gadis itu menghela napasnya berulang kali, di sampingnya ada Joy yang menjadi teman tidurnya malam ini. Ya, meskipun tidak ikut ke Flores, pada akhirnya Nadia memutuskan untuk tinggal bersama keluarga suaminya. Sebab, kalau Nadia masih tinggal sama papa dan neneknya hal itu pasti akan menjadi bahan perbincangan. Alasan lain Nadia tinggal bersama keluarga Chandra adalah, Nadia bisa memiliki teman mengobrol seperti Joy.
"Dia baik-baik saja 'kan, ya?" tanya Nadia pada Joy yang kini tengah menguap lebar.
"Hoamm ... tenang aja, kakak baik-baik aja kok. Di sana memang susah sinyal. Lebih parah dibandingkan waktu kakak pergi ke Iran."
Nadia cemberut lagi, sementara Joy tersenyum geli ke arah kakak iparnya itu.
"Nanti subuh pasti kakak SMS atau mungkin telepon. Tenang aja, jangan disilent handphone-nya."
"Eh, aku boleh tanya sesuatu nggak, Kak?" Joy kembali membuka obrolan, Nadia dengan serius menanggapi.
"Nanya apa?"
"Kak Chandra, baik, 'kan?"
Nadia tersenyum kecil. "Kenapa tanya gitu? Chandra baik banget!" jawab Nadia dengan wajah cerianya. Joy menghela napasnya, bersyukur. Saat menjawab pertanyaan Joy, Nadia kembali mengenang semua perilaku Chandra malam itu. "Dia nggak banyak ngomong, tapi sekalinya ngomong, aku sampai harus mikir-mikir lagi buat bales." Kekeh Nadia dengan payah.
Karena Joy sudah tidur, sementara Nadia masih saja tidak mau memejamkan matanya, ia memilih untuk pindah ke kamar Chandra yang ada di lantai dua, satu-satunya kamar yang ada di lantai atas tersebut dengan ruangan dilengkapi ruang baca. Karena baru satu minggu mereka resmi menikah, Nadia memutuskan untuk mencari tahu tentang suaminya itu di ruangan baca ini. Ruangan yang penuh dengan buku dengan judul kebanyakan bahasa
Inggris.
Nadia tersenyum kecil. "Beda banget sama gue. Bukunya nggak ada komik apa nyempil satu. Atau katalog," ujar Nadia sambil mencari buku yang memiliki cover berwarna dibandingkan jejeran buku lain yang berwarna hitam dan putih.
"Nah, ini." Nadia bergumam kecil saat menemukan buku berjilid hitam yang sering Chandra bawa ke mana-mana. Buku itu terpisah dengan teman-temannya dan berada di rak tengah jajaran kedua, sepertinya Chandra melupakan buku ini untuk dibawa ke Flores, atau mungkin Chandra sudah selesai baca. Entahlah, Nadia sih, penasaran ingin baca buku itu dan ingin tahu isinya, ya, minimal judulnya lah. Soalnya, mengingat pada hobinya yang berbelanja dan bernyanyi, tentu membaca buku akan sangat sulit untuk Nadia.
Nadia membawa buku itu ke dalam kamar, gadis itu merebahkan tubuhnya di ranjang dan mulai membaca.
Akan tetapi, baru saja kedua matanya itu menangkap satu kalimat awal yang tersaji dalam buku. Nadia tersenyum perih, sambil menggigit bibir bawahnya rasa bersalah makin banyak. "How to be a good Husband?" ujar Nadia lirih.
Bersamaan dengan itu, Nadia mendapati handphone-nya berdering sangat keras. Atas saran Joy, handphone tersebut Nadia setting pada volume paling keras dibandingkan sebelumnya.
Nadia memegangi dadanya yang bergemuruh, panggilan dari 'suamiku ' itu berhasil membuat Nadia merasakan napas yang tidak beraturan.
"Assalamualaikum, huh ... huh ... Nadia, kamu belum tidur ... huh." terdengar napas Chandra terengah-engah, entah apa yang pria itu lakukan sehingga napasnya terdengar tak jelas begini.
"Kamu ... Nadia ... suara saya terdengar? Hhh ...."
"Huhh, maaf saya baru mengabari kamu. Di rumah dinas tidak ada sinyal sama sekali. Jadi, saya pergi ke kantor. Saya takut kamu khawatir, saya baik-baik saja dan sampai dengan selamat."
Napas Chandra mulai terdengar stabil, tetapi Nadia tidak bisa berkata apa pun selain mendengarkan.
"Nadia?"
"Chan," panggil Nadia, akhirnya ... Chandra bernapas lega dan ada senyum kecil di bibir pria itu.
"Ya?"
"Saya dengar semuanya."
"Hmm, syukurlah. Tolong sampaikan pada Ayah dan ibu. Juga nenek. Saya lupa mengabari mereka."
"Hm, hiks ...." gumam Nadia pelan, gadis itu kemudian terisak di tempat duduknya.
Chandra yang mendengar isakan Nadia tertegun.
"Nadia, ada apa?"
"Boleh saya kangen sama kamu, sekarang?"
Chandra tersenyum tipis, dan lama-kelamaan senyum itu semakin lebar ketika pertanyaan Nadia terngiang-ngiang di telinganya berulang kali. Di tengah suasana hening dan gelap gulita, Chandra justru mendengarkan handphone-nya dengan saksama.
BERSAMBUNG ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Sandisalbiah
sweet banget.. semoga ini bukan pelangi sebelum badai ya...
2023-10-21
0
Diana Budhiarti
perjuangan banget ya buat telp
2022-10-24
0
Felisha Almaira
setelah bosan dg crta itu itu aja ...hmmm..akhiry Nemu ini novel dtengah2 kebosanan 🤭🤭🤭🤭yg bikin semangat lagi buat bca sambil senyum senyum🥰🥰🥰🥰bikin bapeerrrr dan pengen hihihiihihiiii
2022-04-26
1