Setelah mengobrol cukup lama, akhirnya anak dan ibu itu pamit pulang. Sang Ratu tersenyum saat kedua tamu itu pulang.
Di perjalanan, Nyonya Ziane tampak gelisah dan terus menatap ke arah putrinya.
"Ibu kenapa menatapku terus? Mau mengakui jika putrimu ini cantik?"Tanya Ellen.
"Haa, kamu kan memang cantik mirip ibu. Tapi bukan itu yang ibu pikirkan. Kenapa kamu berbicara begitu kepada baginda Ratu?"Tanya balik Nyonya Ziane.
"Yang mana? Tentang kepercayaannya?"Tanya Ellen.
Nyonya Ziane mengangguk. "Kamu sebaiknya hati-hati jika bicara, kamu seharusnya tahu jika yang kamu ucapkan akan sangat berbahaya bila terjadi."
"Aku sudah memikirkan semua resikonya bu. Setelah menikah dengan yang mulia Raja, aku pasti akan dinobatkan sebagai Permaisuri. Ibu yang paling tahu sifatku seperti apa. Aku yakin Sang Ratu akan segera luluh hatinya begitu juga dengan putri Katherine yang manja itu."Jawab Ellen begitu percaya diri.
"Yah, kita lihat saja nanti. Semoga saja berhasil."Nyonya Ziane menghela napas berat.
Saat hampir mau sampai di kastil, Ellen tidak sengaja melihat seseorang berambut merah memakai kerudung hitam yang melaluinya. Ellen langsung mengenal perempuan itu.
Itu kan Viona? Sedang apa dia disana? Gerakannya sungguh mencurigakan!
Ellen terus memperhatikan tubuh belakang orang yang sudah menjauh itu sampai benar-benar tidak terlihat lagi sosoknya.
3 hari kemudian sudah berlalu. Ellen dikejutkan berita yang tragis. Duchess Helen dinyatakan meninggal saat hari itu juga. Nyonya Ziane yang mendengarnya tidak percaya dan dia pun menangis mendengar teman baiknya telah pergi.
Ellen langsung berfirasat buruk. Dia berpikir itu pasti ada hubungannya dengan Viona, putri Duchess itu sendiri.
Ellen paling tahu jika seorang putri dari keluarga Duke mendapatkan aturan yang lebih berat dari seorang putri karena mereka akan diangkat menjadi Ratu ketika sudah dewasa. Tidak dengan putri, dia bisa menjalani kehidupan yang bebas. Terkecuali jika dia memang putri satu-satunya di keluarga kerajaan baru bisa dinobatkan menjadi Ratu.
Tidak mungkin kan...Viona yang melakukannya?
Ellen seketika merinding saat berpikiran seperti itu. Nyonya Ziane muncul dengan pakaian serba hitam untuk datang ke acara pemakaman sang almarhum.
"Ellen, ibu akan pergi untuk menghadiri pemakaman Nyonya Helen. Apa kamu mau ikut?"
"Tidak bu. Aku titip salam saja."Ucap Ellen.
"Oh, baiklah. Kalau begitu ibu pergi dulu."Ucap Nyonya Ziane lalu segera pergi dengan kereta kuda.
Saat sore hari, Ellen menunggu kepulangan ibunya. Dia sempat khawatir pada ibunya gara-gara kejadian itu. Akhirnya Nyonya Ziane kembali dengan mata yang sembab.
"Ibu! Akhirnya ibu pulang."Ucap Ellen.
"Iya, ibu pulang. Kenapa sayang?"Tanya Nyonya Ziane heran.
"Tidak apa-apa ibu. Oh ya, apa ibu ada lihat Nona Viona?"
"Ada. Dia yang menemani sang almarhum dan dia terlihat begitu sedih. Matanya sampai merah sangkinkan terlalu banyak menangis."Jawab Nyonya Ziane.
Benarkah begitu?
"Ibu jadi tambah sedih. Belum lagi Viona akan segera menikah. Ibu sewaktu-waktu ingin menghiburnya jika bertemu dengannya."Ucap Nyong Ziane.
"Ibu, kalau begitu biar aku saja yang menemuinya. Ibu siapkan saja segala keperluan pernikahanku. Aku tahu bagaimana cara menghibur Nona Viona."
"Baiklah, kamu ada benarnya. Ibu mau istirahat sebentar."Ucap Nyonya Ziane kemudian pergi masuk ke kamarnya.
"Selamat beristirahat, ibu!"
Keesokan harinya, Ellen berencana untuk mengunjungi Viona. Setelah sampai disana, salah satu pelayan berkata jika Viona sedang tidak dapat dijumpai saat ini.
"Tolong izinkan aku sementara untuk bertemu dengannya. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan."Ucap Ellen belum menyerah.
Pelayan itu pun masuk kembali untuk memberitahu Nonanya. Pada akhirnya Ellen diizinkan masuk dan Pelayan itu mengantar Ellen sampai ke kamar Viona.
"Halo Nona Viona. Bagaimana kabar anda? Saya minta maaf karena tidak bisa hadir semalam. Saya hanya bisa berduka cita atas meninggalnya Nyonya Helen."Ucap Ellen tetap sopan.
"Kenapa anda memaksa untuk kemari? Seharusnya anda tahu jika seseorang menolak tamu, itu artinya dia memang tidak mau diganggu!"Ucap Viona marah.
"Maafkan saya Nona Viona. Tapi saya hanya ingin melihat keadaan Anda. Ibu saya bilang bahwa mata Anda sampai merah karena terlalu banyak menangis."
"Mata merah atau tidaknya itu bukan urusan anda! Heh, aku justru lega karena dia sudah pergi."
Apa katanya? Kurasa dia memang sudah gila!
"Ibu, maafkan putrimu yang sudah durhaka ini. Tapi aku kan sempat selalu menuruti semua perintahmu. Setidaknya aku lega karena aku tidak akan disiksa lagi olehmu seumur hidupku. Semoga ibu bahagia di surga."Guman Viona dan Ellen semakin menatap ngeri ke Viona yang sepertinya depresi.
"Nona Viona, ada hal yang ingin Saya tanyakan. Saya tadinya tidak bermaksud untuk ikut campur. Tapi Saya tidak sengaja melihat anda di sebrang kota kemarin itu. Anda sedang pergi kemana Nona?"
Raut wajah Viona langsung berubah saat Ellen bertanya mengenai kepergiannya waktu itu.
"Ha...hahahaha! Aku pergi membeli racun untuk membunuh ibuku! Apa kau puas? hahaha...!"Viona tertawa seperti orang sakit jiwa.
"Nona Viona...saya tahu Anda melakukannya untuk balas dendam karena Anda sudah tidak tahan dengan perlakuan ibu Anda. Tapi kenapa Anda harus berbuat sampai sejauh ini? Bukankah sebentar lagi Anda juga akan segera menikah?"
"Hei! Aku bunuh dia itu terserah aku! Aku sudah tidak peduli jika orang-orang akan menghukum mati diriku. Aku sama sekali tidak menyetujui pernikahanku! Kau tahu? Aku bakal dinihkahkan dengan Raja jelek! Belum lagi dia itu adalah seorang raja mata keranjang! Aku tidak sudi! Menjijikan! Kau tahu, saat bertemu dengannya dia sudah berani menyentuhku dengan sembarangan! Aku rela mati jika begitu!"
"Jadi Anda hanya mau menikah dengan Raja yang tampan begitu?"Tanya Ellen jadi sebal.
"Kau tidak mengerti Ellen. Aku sungguh iri kepadamu karena kau menikah dengan Raja yang tampan sekaligus kaya."
Hei! Kau apa tidak tahu sifat Raja yang bakal aku nikahi?!
"Kau juga memiliki keluarga yang pengertian kepadamu. Kamu masih bisa tertawa sementara aku selalu menangis merasakan siksaan dari ibu. Ayahku sungguh tidak peduli padaku. Yang dia perlukan hanyalah keuntungan. Aku juga hanya anak tunggal. Aku terlalu lelah dengan kehidupanku yang tidak adil."
Ellen menatap sendu ke arah Viona dan Viona semakin kesal dengan tatapan Ellen yang terlihat mengasihaninya.
"Kau tidak perlu merasa kasihan padaku! Besok aku juga bakal mati dihukum pancung."
"Nona, sebenarnya kita punya kemiripan. Hanya saja Nona dan Saya memiliki sifat sedikit berbeda."Ucap Ellen.
"Apa maksudmu?"
"Nona, jika Anda mau. Anda bisa bersandar pada Saya. Maukah Anda menjadi teman Saya?"
Viona terdiam tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.
Teman...?
Viona kemudian terduduk dan Ellen panik langsung mendekatkan diri ke arah Viona.
"Anda baik-baik saja Nona?"
"Kenapa kau bersikap baik padaku? Apa karena kau kasihan padaku? Aku kan sudah bilang--!"
"Nona, Saya kan sudah menjawabnya. Kita ini mirip. Kita bisa saling curhat jika Anda tidak keberatan. Bagaimana? Ayo berteman? "Tanya lagi Ellen dengan senyuman.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Rizky Anindiya
aduh aku kok blm bisa percaya sama viona ya ..
2022-02-21
1
Bzaa
semoga viona bs berubah..
2021-11-22
7
Hman Pedang
waspadai ular beracun ellen
2021-11-16
3