Kisah Rian

“Cla ini udah semua?”

Clara menoleh lalu mengangguk yakin, “tadi kata Kak Martin udah semua, gue udah ngitung juga kak, barang fisik sama pencatatannya juga sama”

“Oke. Eh Cla, habis ini lo mau ngapain?”

“Pulang”

“Tolong buang sampah di dapur ya, gue mau rekap data ke komputer dulu” pintah Jefri. Clara mengacungkan jempol lalu bergerak menuju dapur kafe sempat bertemu Nichol sibuk mencari sesuatu.

“Cari apa kak?”

“Payung blue disini lihat nggak?”

“Oh dipake Kak Martin tadi”

“Senior kurang ajar” maki Nichol akhirnya memilih berlari ke mobilnya tanpa payung, padahal hujan semakin deras terlihat dari luar jendela dapur.

Clara membereskan tumpukan sampah di atas meja dapur. Kulit pisang, kulit jeruk, dan kulit mangga bekas potongan buah Martin yang ia makan tadi belum sempat dibersihkan. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal Clara memasukan semua sampah ke dalam plastik besar dan mengikatnya kuat-kuat lalu mengangkat ke depan.

“Udah semua diberesin Cla?” tegur Jefri basa-basi tanpa melihat ke arahnya, Clara menoleh ia baru akan menjawab tapi malah terdiam ketika melihat Rian duduk di depan Jefri. Wajah cowok itu juga ikut berpaling ke arahnya tapi ia tidak mengatakan apapun, membuat Clara hanya menunduk sedikit sebagai bentuk sopan karena menghormati cowok itu sebagai pemilik kafe lalu berjalan keluar membuang sampah di dalam tong sampah. Clara membersihkan kotoran di tangannya dengan air hujan yang menetes turun dari atas genteng, ia mendongak ke atas tampak kilat terlihat begitu menakutkan diiringi suara keras guntur.

“Kak gue balik sekarang ya?”

“Tunggu reda aja Cla, gue nggak bisa nganter, tadi bawa motor soalnya” tahan Jefri.

Clara menggeleng beralasan harus menyelesaikan PR, ia ke ruang ganti untuk mengambil tasnya dan menggantung apronnya di dalam lemari. Setelah selesai Clara keluar lagi, sudah tidak ada Rian hanya Jefri masih sibuk mengurus rekap data.

“Kenapa tadi nggak sama Nichol aja sih?”

“Dia mau langsung latihan band kak, kalo gue nebeng ntar malah makin lama” jawab Clara. “Gue duluan ya kak, ntar angkotnya keburu pulang semua”

“Oh iya hati-hati, kalo ada apa-apa telpon aja” balas Jefri kembali tenggelam dalam pekerjaannya. Clara mendorong pintu kafe sambil mengeluarkan payung dari dalam tasnya, sedikit terkejut karena mendapati Rian bersandar di tembok dekat pintu masuk sambil merokok.

Clara hanya menengok sedikit membuang keinginannya untuk sekedar berbasa-basi, tangannya terjulur merasakan dinginnya air hujan sementara hatinya terus bersenandung mengusir hujan agar tidak turun semakin lebat.

Sekitar sepuluh menit mereka hanya terdiam menatap air hujan mengalir jatuh kebawah dari atas genteng, kilat dan guntur sudah menghilang dan hujan tidak lagi lebat.

Rian menjatuhkan rokoknya ke bawah dan mendekati Clara. “Gue anterin pulang” ujarnya datar. Clara menoleh, melihat ekspresi datar Rian membuat perasaannya mendadak tidak nyaman, tatapan itu hampir sama seperti yang ia tunjukan beberapa hari lalu, hanya saja kali ini tidak ada amarah dari dalam pancaran matanya.

“Nggak papa gue bawa payung kok, makasih udah nawarin” tolak Clara langsung pergi menerobos hujan dengan payungnya meninggalkan Rian yang tetap menatapnya dari kejauhan, sampai kemudian punggung cewek itu menghilang bersama angkot yang baru datang. Rian menghela napas panjang ikut menerobos hujan tanpa payung masuk ke dalam mobil dan pergi dari tempat itu.

...*****...

Rian memarkirkan mobilnya tepat di halaman depan rumah Nathan, rumah yang selalu terlihat sunyi dari luar karena hanya Nathan dan pembantunya yang tinggal disitu sementara orang tuanya jarang pulang akibat sering dinas di luar kota. Setelah mematikan mesin mobil Rian langsung berlari masuk karena hujan deras yang semula sudah berhenti menjadi gerimis mendadak kembali menjadi hujan lebat.

“Dari mana lo?” tanya Ucup pertama kali menyambut kedatangan Rian.

“Kafe” jawab Rian singkat langsung mencari air minum di dapur, ia sedikit terlonjak kaget ketika melihat Angga dan Ray sibuk mengubek-ubek isi kulkas mencari cemilan dengan masker hitam di wajah. “Muka lo berdua kenapa? habis main arang?”

“Haha lucu” dengus Angga pelan karena tidak ingin merusak maskernya. Rian geleng-geleng mengambil sebotol air mineral dan duduk di sofa memperhatikan teman-temannya bermain PS, ramai dengan bacotan, kecuali Joe tampak tenang di ujung sofa karena sibuk menyalin PR fisika.

“Mau minum nggak?” tawar Nathan menyodorkan bir, Rian menggeleng.

“Nggak, besok masuk sekolah”

“Anjing kesambet apa lo jadi alim gini? Kena petir ya tadi?”

Rian mendengus mengambil stik PS dari tangan Def setelah cowok itu sukses kalah bermain. Sejenak ia fokus dengan permainannya melawan Adit, meskipun bodoh di pelajaran tapi strategi Adit ketika bermain PS tidak bisa dilawan, efek bapaknya pemilik saham di perusahaan game netmarble. Motto hidupnya sederhana nggak papa nilai UN jelek yang penting bisa menciptakan game, cita-cita Adit ingin membuat game virtual yang terinspirasi dari kehidupannya, meskipun teman-temannya selalu bilang tidak ada hal yang bisa dicontoh dari kehidupan cowok itu selain selamat dari ancaman drop out sekolah atau selamat ketika bolos kelas.

“Weh nginap dong disini temenin gue malam ini” ajak Nathan. Teman-temannya spontan menggeleng keras alasannya malas harus rebutan kamar mandi besok pagi. Tapi Nathan tetap memaksa, cowok itu sendirian di rumah karena orang tuanya sedang berada di luar negeri untuk liburan dan pembantunya baru balik ke kampung kemarin karena kakak pertamanya sedang melahirkan. Nathan penakut dan semua teman-temannya tau itu, alasan ia ingin komplotannya datang adalah agar rumahnya tidak sepi dan ada yang menemani dirinya sampai pembantunya kembali dari kampung. Nathan adalah jenis cowok cakep yang lebih takut hantu dibandingkan kecoa, ia bisa membunuh lima ekor kecoa tapi tidak akan tidur dua hari penuh karena menonton The Conjuring.

“Gue nggak mau nginap” tolak Rian tapi Nathan tetap memaksa. Setelah berdebat cukup panjang, keputusan akhir adalah Def, Adit, Angga, dan Ucup yang menginap dengan iming-iming besok akan diantar ke sekolah pake mobilnya Nathan, sekalian menghemat bensin motor dan meminjam PSP Nathan seminggu penuh.

“Tapi berangkatnya pagi biar pada bisa ngambil seragam” kata Nathan.

“Gue telepon nyokap dulu biar nggak dicariin.” Ucup mengambil ponselnya dari atas meja dan menelpon mamanya.

“Lo mah kak mau nginap di kutub juga nggak bakalan dicariin sama nyokap. Kan sering nyusahin keluarga!” cela Ray santai, Ucup manyun buru-buru menyingkir dari situ.

“Ah kampret stick PS jelek” rutuk Rian melempar stik PS ke atas sofa setelah kalah enam dua melawan Adit, ia memilih duduk tenang memperhatikan Angga dan Ray sibuk bercermin melihat hasil masker wajah. Sejak kemarin Angga mendadak genit berniat mempercantik wajah demi meraih hati Lia dan Ray jadi ikutan karena tertarik dengan mulut besar Angga ketika mempromosikan maskernya.

“Menurut lo muka gue keliatan nakutin nggak?” tanya Rian tiba-tiba pada Ray.

“Enggak, tapi kalo lo nanya aura bebal ada, kelihatan banget malah” jawab Ray jujur. “Emang kenapa sih tiba-tiba nanya gitu?” Rian diam malah mengambil kue kering di dalam toples dan mengunyah tidak bersemangat. “Masalah cewek?” tebak Ray langsung.

“Kalo masalah cewek, nih tanya ahlinya” celetuk Ucup tiba-tiba ikut campur. “Coba deh pakai cara kasar, siapa tau luluh” nasehatnya langsung disambut celaan oleh teman-temannya.

Ucup memang paling sok tahu kalau masalah mengurus percintaan orang lain, lagaknya berasa paling mengerti lika-liku cerita romansa, padahal dirinya sendiri sering gagal dalam percintaan, entah putus nyambung, diselingkuhi, atau menyelingkuhi sudah menjadi bagian dari bumbu percintaan cowok itu.

“Kalo ngancem termasuk kasar nggak?” tanya Rian justru merasa tertarik pada nasehat Ucup.

“Ngancem gimana nih maksudnya?”

“Ya gimana ya, intinya biar bisa deket aja, tapi bukan ngancem buat ngebunuh” jelas Rian agak kebingungan.

“Oh jadi Rian Giovani pengen dekat sama cewek toh, ngomong kek” kata Nathan menekan setiap kalimat. “Yang mana sih ceweknya?”

Rian mendengus lalu menendang Nathan kuat-kuat tidak menggubris pertanyaan teman-temannya. Ia memilih pura-pura fokus melihat layar Tv membiarkan Ucup dan Nathan terus menebak-nebak menyebut nama-nama cewek di sekolah sambil meneliti raut wajah Rian, untuk urusan ingin tahu rahasia orang lain kedua cowok itu memang tidak bisa dilawan.

...*****...

“Clara.”

Clara menoleh mendapati Ivanka memasang tampang pura-pura jutek ke arahnya. “Eh lo tuh ya Cla emang dasar jiwa penghianat lo tinggi banget, kata Gerald lo udah masuk klub lukis”

“Ya maaf kak, gue nggak bisa masuk cheerleaders, kemarin aja tangan gue terkilir”

“Iya gue lihat kok, untung tangan lo terkilir, padahal gue udah berniat mau ngelabrak elu karena nggak setia kawan” canda Ivanka. Clara tertawa kecil mengunyah siomaynya pelan. “Cha, lo gimana? masih nggak niat mau masuk cheerleaders?”

“Nggak ah kak nanti aja kalo udah bosan main musik” jawab Icha kalem. Ivanka mencibir ikut mengambil bakso milik Icha sampai kemudian kumpulan anak cheerleaders memanggilnya untuk berkumpul di meja seberang.

“Gue duluan ya mau rapat terbuka. Bil ntar flashdisk lo gue balikin pas pulang sekolah”

“Yo kak sans” angguk Sybil tanpa melihat ke arah Ivanka karena terlalu sibuk menjawab pertanyaan lomba isi TTS dari majalah remaja, katanya sih pemenangnya akan mendapatkan tiket gratis liburan seminggu di Dubai.

“Itu si Manda sama Rian beneran nggak pacaran?” senggol Fani berbisik membuat Icha balik badan sejenak menatap Manda dan Rian datang bersamaan masuk ke dalam kantin.

“Enggak mereka tuh temenan doang”

“Tapi lengket banget kayak bubble gum” ujar Fani antara nyinyir atau tidak.

Clara yang semula membantu Sybil jadi ikutan mendongak menatap sebentar ke arah objek pembicaraan mereka.

“Tapi Manda cantik banget ya? Gue suka tiap kali dia gerai rambut kayak gitu” celetuk Clara kagum.

Untuk ukuran anak SMA Manda memang terlihat sangat cantik, ia bahkan termasuk ke dalam jajaran primadona sekolah dan menjadi kesayangan guru-guru. Cantik, pintar, baik, dan berprestasi. Gaya berpakaiannya juga selalu terlihat menarik perhatian bahkan meskipun hanya menggerai rambut dan menggunakan bomber berwarna gelap.

“Mereka cocok banget. Cakep dan cantik” lanjutnya menilai. Manda yang berdiri di samping Rian jelas menunjukan kepada kaum hawa sekolah bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendekati cowok itu.

“Berarti lo mengakui dong kalo Rian cakep?” goda Fani iseng.

“Emang gue pernah bilang dia jelek?”

“Enggak sih” geleng Fani. “Tapi lo tau nggak Rian dulu punya pacar cakep banget sebelas dua belas lah sama lo. Saking cakepnya sampai gue juga ikutan jatuh cinta”

“Berarti lo sekarang jatuh cinta dong sama gue?”

“Najis enggaklah. Lo itu bolot nggak pantes buat nerima cinta gue”

“Sialan lo” balas Clara menjitak kening Fani. “Emang ceweknya sekarang dimana?”

“Udah game over” celetuk Sybil menutup TTSnya ikut bergosip. “Jatuhnya sih ya jadi mantan pacar. Kan nggak mungkin Rian pacaran sama arwah”

“Serius?” tanya Clara tidak percaya, ekspresinya mendadak berubah ingin tau.

“Dulu, waktu Rian masih kelas sepuluh semester awal dia punya pacar seangkatan. Namanya Esther, cantik, ketua cheerleaders, pintar, perfect lah pokoknya. Tapi meninggal, ditabrak angkot pas mau nyebrang. Noh di zebra cross depan sekolah” kata Icha mengingat ulang cerita kejadiaan naas setahun lalu saat sekolah dihebohkan dengan kasus meninggalnya seorang siswi teladan dengan cara yang sangat tragis.

“Meninggalnya pas di rumah sakit. Rian kayaknya terpukul banget sama kejadian itu, soalnya mereka  pacaran dari SMP. Terus menurut gosip, gara-gara itu Rian jadi malas deket sama cewek. Katanya sih takut kejadiannya ke ulang lagi. Mungkin waktu itu doi lagi sayang-sayangnya. Eh, ceweknya malah pergi, ke tempat yang nggak kejangkau lagi.” tambah Sybil.

Clara menelan ludah, tenggorokannya mendadak terasa kering, diliriknya Rian sekilas tidak tampak dalam raut wajahnya kalau cowok itu pernah mengalami sebuah kejadian tragis dalam hidupnya.

“Dan Manda itu adik tirinya Esther makanya sekarang dekat banget sama Rian” bisik Fani menambah informasi secara detail.

“Ternyata preman bisa punya kisah sedih” kata Clara entah itu pernyataan yang ditujukan untuk dirinya sendiri atau tidak.

“Iyalah preman juga manusia. Kalo kata Seurieus rocker juga manusia punya rasa punya hati”

“Kan rocker beda sama preman Fani sayang” koreksi Sybil gemas.

“Ya anggap aja tadi cuman perumpaan” jawab Fani ngeles. Sybil mencibir, perhatiannya teralihkan begitu mendengar teriakan keras Ucup, cowok itu masuk ke dalam kantin dan tanpa rasa takut menyodorkan sebungkus rokok kepada Nathan lalu memaksa menarik Rian pergi menuju tongkrongan mereka di belakang kantin.

...*****...

Clara melambaikan tangan ke arah ketiga temannya dan berlari menuruni tangga, jam pulang sekolah seharusnya sudah berakhir dari setengah jam yang lalu tapi mendadak kelasnya harus mendapatkan pelajaran tambahan selama dua puluh menit dari Pak Budi, karena minggu depan beliau berencana pulang kampung sebentar untuk menghadiri pesta pernikahan anaknya dan ingin menghabiskan satu bab tersisa, jadi mau tidak mau meskipun sebagian penghuni kelas ngedumel, terpaksa mereka harus tetap mengikuti pelajaran tambahan dadakan Pak Budi.

Kaki Clara melangkah buru-buru melewati kelompok Angga, beruntung ada korban lain yang sedang dijahili kelompok itu. Selain karena tidak siap mental Clara juga harus buru-buru sampai di kafe karena jam masuk kerjanya sisa dua puluh menit lagi. Langkah Clara terhenti begitu melihat Rian bersandar di atas motornya sambil memainkan ponsel, cowok itu mendongak dan tiba-tiba tersenyum kecil begitu melihat Clara.

“Lo mau kerja kan? bareng gue, sekalian mau ketemu Jefri”

“Nggak, makasih, gue naik angkot aja” tolak Clara langsung. Tanpa diduga Rian mengangkat salah satu tangannya menghalangi jalan cewek itu, bibirnya tetap tersenyum tapi kontradiktif dengan tatapan matanya yang terlihat memaksa.

“Gue nungguin lo dari tadi loh disini”

“Gue nggak minta lo buat nungguin gue” ketus Clara. Rian angkat bahu malah menyodorkan helm ke arah cewek itu. “Gue bilang gue mau naik angkot aja”

“Ini perintah buat lo pergi sama gue, sebagai pemilik kafe.”

Clara menatap kesal, ia tahu perkataan Rian tadi adalah sebuah ancaman yang sama artinya dengan cowok itu memiliki kekuasaan absolut atas dirinya sebagai seorang bos. Mendadak Clara mengerti perasaan karyawan wanita yang hampir tidak bisa melawan ketika dilecehkan oleh atasan mereka. Tangan Clara lantas tergengam erat, ingin rasanya menonjok Rian sampai cowok itu berteriak kesakitan.

“Lo itu selalu ngancem orang ya biar bisa dapat apa yang lo mau?” sindir Clara mengambil kasar helm dari tangan Rian.

“Enggak, khusus lo doang kok, jadi lo istimewa” jawab Rian tersenyum penuh kemenangan. Clara menarik napas panjang sebenarnya masih ingin menolak, tapi ia tahu penolakannya nanti akan memicu perdebatan dengan Rian dan Clara tidak ingin berdebat terlalu lama dengan cowok itu. Selain karena waktu terus berjalan, tatapan beberapa siswa yang sedang melewati gerbang membuatnya merasa tidak nyaman.

Akhirnya Clara naik ke atas motor Rian, wajahnya sedikit tertekuk masih menyimpan kesal, ia kemudian berkata pelan, “kali ini aja ya perginya bareng, besok-besok enggak.”

“Hmm tergantung” jawab Rian cuek menyalakan mesin motor dan melaju pergi meninggalkan area sekolah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!