Lukisan Clara

Fani menggeser duduknya mendekati Clara, senyumnya terlihat dua kali lebih manis dari biasa. Clara menatap curiga, biasanya kalau sudah bertingkah seperti itu pasti ada maunya.

“Kenapa lo mepet-mepet? Eh sorry ya gue masih suka cowok”

“Cla, gue jatuh cinta” kata Fani jujur dan polos. Ketiga temannya spontan tertawa ngakak. “Ih gue serius tahu!”

“Iya deh iya, terus kalo lo serius kita harus gimana?” tanya Icha di sela-sela tawanya.

“Ya ngedukung kek”

“Emang lo jatuh cinta sama siapa sih?”

“Kak Jefri” jawab Fani membuat Sybil melongo, baru bertemu kemarin dan cewek itu sudah menyukai Jefri. Memang sih dari segi tampang cowok itu cakep, tapi kan tetap saja mana mau anak kuliah semester enam meladeni cinta anak SMA kelas sepuluh? Jefri kan tidak sekurang kerjaan itu.

“Apa yang bikin lo suka sama dia?”

“Dia itu manis banget. Suka gue sama senyumnya, buat hati gue jadi adem”

“Mending lo lupain deh nggak bakal mau dia sama lo” ujar Sybil jelas menentang kisah cinta ini. Fani menggeleng memutar-mutar jari di kedua pelipisnya sambil memejamkan mata, bibirnya bergumam tidak jelas terdengar.

“Nggak bisa Bil, malah makin nempel”

“Alah lo aja yang kegatelan” Sybil nyinyir. “Terus si Def gimana?”

“Karena sekarang gue suka yang mapan maka dengan sangat terpaksa Def gue hempaskan jauh-jauh.” Clara dan Icha cekikikan sementara Sybil tetap pasang ekspresi nyinyir, ia baru akan mengatakan sesuatu tapi tertahan karena tangan Fani menutup mulutnya bersamaan dengan suara bel istirahat terdengar.

“Ssst, diem. Sekarang karena gue lagi senang gue bakal traktir kalian bakso”

“Nah ini baru bahagia positif. Lo cantik parah” puji Sybil, mendadak kenyinyirannya menghilang jauh. Mereka berempat kemudian keluar kelas, sempat mengomeli Rakai yang iseng menarik kuncir Clara dan Icha lalu berlari kencang-kencang.

“Emang ya itu cowok nggak layak hidup” omel Icha membetulkan kuncirannya. Clara tertawa karena kekesalannya sudah diwakili Icha.

“Eh kalian duluan aja ke kantin, gue mau ketemu Kak Gerald dulu buat kerjaan” kata Clara memisahkan diri menuju ruang osis. Kepalanya celingak-celinguk mencari sosok Gerald di antara kerumunan anak osis yang sibuk mengurus sesuatu.

“Nyari siapa?” tegur seorang cowok berkacamata mata.

Clara tersenyum kikuk. “Ada Kak Gerald nggak?”

“Oh ada, entar ya” cowok itu melepas sepatunya dan masuk ke dalam ruang osis. “Ger dicariin cewek tuh diluar, cakep, kirim salam”

“Enak aja” kekeh Gerald lalu keluar menemui Clara. “Nunggu lama Cla?” tanyanya basa-basi, Clara menggeleng singkat lalu menanyakan tujuan Gerald memintanya datang ke ruang osis. “Gue mau ngasih kerjaan, lo bisa kan buat poster lagi kayak waktu itu? Ketua gue suka banget sama hasil kerjaan lo”

“Ini dibayar nggak?” tanya Clara iseng. Gerald mengangguk membuat senyum cewek itu mengembang lebar.

“Ini tema sama info apa aja yang harus lo cantumkan di poster, coba lo baca baik-baik kalo nggak paham nanya gue sekarang” sodor Gerald menyerahkan kertas berisi informasi untuk isi poster. “Tahun depan daftar osis ya?”

“Nggak mau ah, nanti gue kecapekan. Sekarang gue udah part time tau”

“Dimana?”

“Kafe, kapan-kapan lo datang ya?”

“Pasti, kasih tau aja gue dimana alamatnya” angguk Gerald senang. “Tapi Om Victor tau?”

Clara menggeleng pelan melipat kertas di tangannya menjadi empat dan memasukan ke dalam saku rok seragam. “Kan gue lagi belajar mandiri”

“Ya terserah lo, yang penting jangan terlalu kecapekan aja. Pulang sekolah mau makan bareng nggak?”

“Nggak bisa gue ada kesibukan, kapan-kapan aja deh” tolak Clara. Gerald tersenyum kecil menyembunyikan rasa kecewa, ia kemudian melambaikan tangan membiarkan Clara berlari pergi menuju ke kantin.

...*****...

Clara meremas roknya kuat-kuat, ia berulang kali menatap pantulan dirinya dari kaca wastafel toilet sekolah. Istirahat sudah berakhir sejak lima belas menit yang lalu, tapi kali ini cewek itu sedang menemani Sybil menyelesaikan panggilan alam di toilet sambil menunggu Pak Tri yang katanya akan masuk telat karena harus rapat sebentar dengan kesiswaan.

“Claraaa!”  teriakan cempreng Sybil terdengar dari salah satu bilik toilet.

“Kenapa Bil? Lo tenggelam di kloset?”

“Fakyu! enggak lah. Gue mikir lo udah pergi, diem aja sih lo. Nyanyi-nyanyi gitu kek”

“Nyanyi apa?”

“Lagunya Desiigner yang judulnya panda”

“Oke. Yeah yeah panda” nyanyi Clara sembarangan. Terdengar suara tawa keras Sybil dari dalam bilik toilet.

“Bukan gitu nadanya”

“Ya mana gue tau, lo sih nyuruh nyanyi lagu yang nggak gue tau”

“Kalau gitu lagu Korea deh, kan waktu itu lo bilang lo ada keturunan Korea, bisalah ya dikit-dikit nyanyi buat gue”

“Lagu kebangsaan Korea mau?”

“Lo kata lagi upacara bendera?” cengir Sybil keluar dari toilet.

Setelah mencuci tangan mereka kembali ke kelas, ternyata Pak Tri belum datang malahan satu persatu warga kelas mulai menghilang ke kantin kecuali barisan cewek-cewek sibuk mengelilingi meja Cindy, ekspresi cewek itu terlihat sedih bahkan matanya hampir berkaca-kaca ketika Vio iseng memutar lagu galau dari ponselnya.

“Kenapa si Cindy? Mau di DO dari sekolah?” tanya Sybil langsung di hushkan oleh Icha.

“Lagi galau dia, biasa di phpin Joe” jawab Fani pelan. Kening Sybil berkerut lalu duduk di kursi sebelah Clara wajahnya berpaling ikut menatap cewek itu penasaran.

“Joe anak kelas dua belas?”

Fani hanya mengangguk lalu sibuk menenangkan Cindy, kalau urusan menghibur teman yang sedang galau cewek-cewek memang tidak bisa dilawan. Dari tadi semua mendadak menjadi pakar percintaan, heboh memberikan nasehat, dukungan, dan cacian untuk cowok yang telah mematahkan hati teman mereka.

“Sedih banget tau pas gue dibilang kebaperan, padahal gue kan cuman minta kepastian” kata Cindy terlihat frustasi. Anak-anak cewek semakin sibuk menghibur cewek itu sampai kemudian Pak Tri masuk membubarkan kerumunan mereka.

“Nah kan dibilang juga apa, hobi banget sih ngumpul-ngumpul kayak gitu pas lagi nonton bokep” celetuk Rakai keras-keras disambut tertawaan teman-temannya. Anak-anak cewek spontan mendelik serempak melempar cowok itu dengan penghapus dan gulungan kertas.

“Untung gue udah nggak jatuh cinta sama Def. Geng mereka emang parah banget, Icha doang yang beruntung” gumam Fani pada Clara sembari mengeluarkan buku sejarah dari dalam tas. Clara hanya mengangguk-angguk dalam hati setuju dengan perkataan cewek itu.

...*****...

Rian melemparkan bolanya ke tengah lapangan, ia terbahak bukan main ketika melihat Gabriel terpeleset di tengah lapangan karena licin.

“Teman anjing!” maki Gabriel karena tidak ada satupun yang membantunya berdiri.

Permainan terus dilanjutkan, latihan basket kali ini cenderung berjalan lebih santai dibanding hari-hari biasa, mungkin karena pertandingan tingkat nasional baru akan memasuki tahap seleksi beberapa bulan kedepan. Di sisi luar lapangan basket juga terlihat begitu santai, tampak Ucup duduk di bawah tikar yang sengaja dibawa Adit dari rumahnya, tidak lupa cowok itu juga membawa sunscreen dan segera digunakan untuk berjemur di bawah langit yang terlihat sedikit mendung.

“Lempar yang benar kampret! bisa main nggak lo?” ketus Adit berteriak karena bola basket nyasar hampir mengenai kepalanya. Def meringis lalu tertawa geli kembali melanjutkan permainannya.

“Ngga yang itu ceweknya” tunjuk Ucup. Angga mendongak menatap Clara bersama temannya sedang berjalan menuju ruang ekstrakulikuler. “Namanya Clara, anak kelas sepuluh”

“Woi yang namanya Clara!” teriak Angga keras-keras membuat semua perhatian tertuju padanya. “Ada yang kirim salam, namanya Ucup. Katanya salam sayang!”

Teman-temannya lantas cekikikan geli apalagi ketika melihat Clara melemparkan tatapan tidak tertarik, seolah teriakan Angga hanya sekedar angin lalu. Wajah cewek itu berpaling sejenak lalu kembali sibuk mengobrol dengan temannya sampai Angga sendiri ikutan heran.

“Gue nggak seseram itu ya sampai teriakan gue nggak digubris adek kelas?”

“Dia emang rada unik” celetuk Rian dari belakang. Spontan Angga dan Ucup langsung memalingkan wajah dengan ekspresi jahil. “Apaan sih lo berdua? Jangan kayak tukang gosip”

“Gosip dan curiga itu beda jauh. Kita disini curiga sama lo”

“Yap benar, seorang bapak bernama Rian Giovani bisa berkomentar tentang seorang cewek itu rasanya sangat luar biasa” imbuh Ucup. Rian mendengus melemparkan bola basket dari jarak jauh sampai masuk ke dalam ring

“Rian, sini nak” panggil Adit tiba-tiba. “Mamak ada perlu sama kamu.” Tanpa banyak bertanya Rian langsung berjalan mendekat. “Tunduk nak” perintah Adit tanpa ragu menaruh sunscreen di wajah cowok itu.

“Anjing! kalo gue jerawatan lo gue bunuh kak” umpat Rian langsung meloncat mundur.

“Ah, norak lo, ini biar kulit lo nggak kebakar matahari” ketus Adit cuek memaksa Rian untuk tetap mendekatinya.

“Lepasin gue! gue bunuh lo semua! aahhhh!” teriak Rian meronta-ronta, karena Angga dan Ucup tiba-tiba meloncat menahan gerak cowok itu, membuat Adit bisa seenak jidat menaruh sunscreen di wajah, leher, dan tangan Rian.

“Pegang kakinya, biar terlindungi secara menyeluruh” perintah Adit.

Tanpa ragu Joe langsung membantu membekap Rian di lantai bersama Nathan yang sebelumnya sudah terlebih dahulu menjadi korban sunscreen Adit. Rian berteriak tapi mulutnya ikut dibekap sementara kakinya tidak bisa bergerak karena teman-temannya serentak mengunci pergerakannya.

“Tengkurepin” perintah Adit sambil tertawa-tertawa jahat melihat Rian terus mengumpat dari balik tangan bau Ucup. Mereka terlihat sangat senang melihat Rian menderita.

“Eh, kalian ngapain?” terdengar suara Manda menghentikan aksi kejam itu. Adit cengengesan menawarkan sunscreen langsung ditolak mentah-mentah oleh Manda.

“Makasih Nda” kata Rian berdiri dan menendang pantat Adit kuat-kuat. "Gue bunuh lo beneran"

“Huh jahat, nggak suka deh” kekeh Adit lalu berlari menjauh. Rian menarik napas panjang mencoba menghilangkan bau busuk yang membekap mulutnya tadi, sempat mengumpati Ucup karena cowok itu tidak mencuci tangan dengan baik setelah makan jengkol.

“Tangan setan baunya minta ampun!” maki Rian, Ucup cekikikan geli tidak peduli. “Kenapa Nda?”

“Ini mami tadi pagi buatin bekal lebih buat lo, cuman karena gue tahu lo pasti telat datang sekolah jadi gue ngasihnya sekarang, tau deh masih enak atau enggak.” Manda menyodorkan sebuah kotak makan berwarna kuning.

“Bilang Tante Ani makasih. I love you gitu.” Manda tertawa lalu melambaikan tangan dan berlari keluar gerbang. Sesaat Rian memalingkan wajah menangkap sosok Clara bersandar di dekat pilar sekolah, ia menatap cewek itu lama sampai mata Clara sendiri tidak sengaja ikut menatap ke arahnya. Rian diam dan tatapan keduanya tidak berlangsung lama karena nyatanya Clara memilih membuang muka lalu melangkah pergi masuk ke dalam ruang ekstrakulikuler.

...*****...

“Woi yang namanya Clara! Ada yang kirim salam, namanya Ucup. Katanya salam sayang!” Suara teriakan keras dari arah lapangan basket membuat wajah Clara berpaling sejenak, Angga anak kelas dua belas berteriak memanggilnya dari kejauhan. Cewek itu mendengus lalu melemparkan tatapan tidak peduli kembali fokus mendengar cerita Sybil.

“Cla, lo nggak papa tuh diteriaki kayak gitu?” tanya Sybil malah menghentikan ceritanya.

“Biarin aja, gue nggak peduli”

“Lo nggak takut?”

“Yaelah sama-sama makan nasi kok takut?”

“Ya siapa tau mereka makannya pizza doang” ujar Sybil cengengesan. “Lagian pasti ada sesuatu deh yang buat mereka sampai iseng ngegodain lo. Soalnya setau gue mereka nggak pernah mau ngegodain cewek apalagi sampai teriak-teriak kayak gitu”

“Nggak pernah? Lo lupa waktu mereka gangguin Lia anak kelas dua belas itu? Kan si Angga sampe teriak-teriak juga” balas Clara mematahkan asumsi Sybil. Keduanya diam sejenak, agak lama sampai kemudian Sybil menjentikan jarinya dengan nada sok tahu.

“Atau jangan-jangan Ucup suka sama lo lagi?”

“Dih najis!” ketus Clara langsung. Tidak bisa terbayang dalam dirinya bagaimana rasanya disukai anak bandel sekolah. Perlu digaris bawahi kelompok bandel itu selain nakal, bebal dan kurang ajarnya juga luar biasa murni tertanam dalam jiwa. Nasehat Fani sih mending jauh-jauh dari kelompok itu kalau mau kehidupan SMAnya berjalan normal, dan Clara membenarkan.

“Kalau Rian yang suka?”

“Sama aja. Nggak ada bagus-bagusnya mereka” dengus Clara menyibakan rambutnya ke belakang untuk mengusir hawa panas, tubuhnya bersandar di pilar dan meminta Sybil untuk tetap melanjutkan teori-teori kisah mistis yang ia tonton di channel youtube.

Clara menatap serius, Sybil memang punya kemampuan story telling yang sangat bagus, karena meskipun baru nonton sekali tapi cewek itu bisa menceritakan apa yang ia dengar secara detail.

“Jadi gitu ceritanya Cla, pokoknya gue sampai merinding pas nonton”

“Serem sih gue juga merinding sekarang.” Clara menunjukan bulu kuduknya berdiri. “Jangan-jangan ada disekitar kita lagi?”

“Nggaklah! masih siang ini” tukas Sybil langsung menolak keras pernyataan Clara.

Clara cekikikan geli. “Masih ada cerita lain nggak bil?”

“Masih” jawab Sybil bersemangat mulai menceritakan hal baru. Clara kembali fokus mendengarkan cewek itu, sampai kemudian ia merasakan seseorang mengawasinya dari kejauhan.

*J*angan-jangan ada penampakan? batin Clara tiba-tiba beneran merinding. Wajahnya lantas berpaling dan matanya menangkap basah Rian sedang menatap dirinya dalam diam. Sejenak mereka saling beradu tatap sampai kemudian Clara mendengus dan menarik Sybil masuk ke dalam ruang ekstrakulikuler lukis.

...*****...

Sekitar sejam lebih Clara menyelesaikan hasil kerja lukisnya, ekspresinya antara puas tidak puas menatap hasil kerjanya sendiri. Sudah sempurna tapi ada sesuatu yang kurang dan terasa sangat mengganggu dirinya.

“Kita mulai dari Velika ya, coba jelaskan arti lukisan kamu” tunjuk Pak Jendro pada Velika cewek kelas sebelas yang punya suara cempreng.

Velika nyengir menjelaskan lukisannya berupa garis warna-warni, artinya sembarangan mengarah kepada cinta pada pandangan pertama. Beberapa anak cekikikan geli, sudah menjadi rahasia umum kalau cewek itu bergabung di klub melukis karena ingin PDKT dengan Anton anak kelas dua belas ketua lukis yang punya tampang standar tapi aura cakepnya selalu keluar ketika sedang melukis.

“Jadi intinya saya lagi jatuh cinta pak” kata Velika spontan membuat sekelas tertawa geli sementara cewek itu hanya cengengesan lalu kembali ke tempat duduknya tanpa tersipu malu, bahkan ia semakin bersemangat ketika teman-temannya memberikan selamat dan bertepuk tangan ria.

Pak Jendro geleng-geleng kepala lalu meminta setiap anak untuk menjelaskan arti lukisannya, ada yang menjelaskan dengan baik, ada yang gugup, ada yang sembarangan, dan ada yang tiba-tiba berkaca-kaca karena ikut larut dalam cerita sedih dari arti lukisan mereka sendiri.

“Clara Tineza?” panggil Pak Jendro. Clara berjalan ke depan diiringi siulan dan batuk-batuk kecil beberapa anak cowok.

“Kenapa lo pada? Mendadak batuk berdahak?” tegur Sybil disambut cekikan geli.

“Cla Cla mundur sedikit” kata Ihsan tiba-tiba, Clara bingung tapi tetap mengikuti instruksi cowok itu. “Cantiknya kelewatan”

“Eaaaaaa” sekelas berteriak semangat sampai wajah Clara bersemu kemerahan. Cewek itu hanya berdecak pura-pura sebal lalu mengangkat hasil lukisannya.

“Aduh cantik banget.....yang ngelukis” lanjut Ihsan membuat suara tawa semakin terdengar keras. Cowok itu memang sudah ketahuan naksir berat dengan Clara tapi dengan ikhlas dihempas Clara jauh-jauh, selain karena Ihsan punya banyak penggemar di sekolah, cowok itu baru saja putus dengan mantannya yang galak luar biasa dan hobi melabrak orang lain, jadi daripada kehidupan sekolahnya berubah menjadi nightmare ya mending dihempaskan saja.

“Sudah, sudah, kita nggak bakal pulang kalo kalian masih berisik” tegur Pak Jendro. “Judul lukisan kamu apa?”

“Two sides” jawab Clara setelah berhasil mengendalikan raut wajahnya agar tidak tertawa lagi. “Ini lukisan cewek yang punya dua sisi background, putih dan abu-abu. Yang background putih adalah sisi normalnya, sisi normal yang sering dilihat banyak orang seperti rasa humor, senyuman, sifat dan sikap positif, sisi ini paling sempurna karena itu saya buat bibirnya tersenyum tanpa cacat. Background abu-abu adalah sisi yang paling gelap, jadi disini saya buat banyak sekali luka, bayang-bayang hitam yang awalnya menipis lalu menebal, sisi ini menunjukan stres, rasa sakit, dan depresi. Dua sisi ini tidak bisa dipisahkan karena sudah terlanjur menyatu dan membentuk pribadi baru dari cewek ini.”

Hening, karena semua mata menatap lukisan Clara lekat-lekat, bahkan Pak Jendro sendiri sempat terdiam mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar. Matanya berkedip beberapa kali lalu mengomentari lukisan Clara yang terasa hidup. Bibir Clara tersenyum kecil tidak membalas perkataan lelaki paruh baya itu.

“Saya ada pertanyaan” kata Pak Jendro serius. “Semisal ada orang yang memaksa untuk menghapus salah satu sisi dari cewek itu, apa yang akan terjadi?”

Alis kanan Clara terangkat naik untuk berpikir kemudian menjawab ragu, “dia mati, mungkin?”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!