Bantuan Rian

“Waktunya cuman satu setengah jam ya, yang ketahuan menyontek langsung angkat kaki dari kelas. Silahkan menyingkirkan semua benda yang berbau-bau matematika” perintah Pak Budi tersenyum manis.

Seketika kelas XA mendadak panik buru-buru memasukan buku ke dalam tas dan menulis nama di atas lembar kertas khusus yang disediakan Pak Budi.

“Ayo dimulai, kalian tentu saja sudah belajar bukan? Oh jelas, kan saya memberitahu akan ada ulangan dari seminggu yang lalu” ejek Pak Budi ketika senyum anak sekelas berubah kecut. Mereka hanya diam dan mengangguk patuh, padahal dalam hati kesal setengah mati.

Khusus pelajaran hitung menghitung mau dikasih tahu ada ulangan dari seminggu, sebulan, atau setahun sebelumnya tetap saja susah. Belum lagi setiap nomor soal pasti memiliki anak, cucu, dan cicit. Yang seharusnya hanya lima nomor dengan ajaib berubah menjadi lima belas nomor.

Pak Budi sendiri sibuk mondar-mandir melihat jawaban yang ditorehkan anak didiknya di atas kertas, sembarangan ngalor ngidul asal jawab. Disuruh mikir malah ngarang, giliran disuruh ngarang malah mikir, dasar anak sekolah!

“Kamu pilih penggaris kamu saya ambil atau kamu saya usir dari kelas?” tanya Pak Budi ketika melihat tabel perkalian tertulis manis diatas penggaris besi milik Rakai, cowok ternakal di kelas yang  rajin sekolah tapi masuk kelasnya bisa dihitung pake jari. Waktu pamitan ke orang tua ngakunya sih ke sekolah tapi kelasnya pindah-pindah, kalo bukan UKS, ya belakang kantin, nongkrong sama teman-temannya.

“Nggak papa pak ambil aja, anggap hadiah tahun baru China dari saya” jawab Rakai sopan membuat sekelas cekikikan geli.

Pak Budi mendengus mengambil penggaris itu lalu kembali mondar-mandir. Rakai ikut mendengus pelan, matanya jelalatan ke kanan kiri mencari bantuan, tapi ternyata yang mau diminta bantuan juga sama begonya. Bahkan Doni malah sempat-sempatnya ngupil pake pensil, saking sudah tidak ada ide untuk menulis jawaban, atau Simpson, cowok blasteran Perancis sibuk memejamkan mata bak dukun lagi menerawang jawaban.

“Cla nomor empat dong, ngasih gue ide biar bisa jawab” korek Fani berbisik mencoba mencari bantuan pada Clara yang duduk disebelahnya.

“Pake rumus phytagoras” jawab Clara balas berbisik. Fani mengedipkan mata tanda terima kasih membuat Clara tersenyum geli, ini jelas-jelas ulangan matematika tapi cewek itu malah meminta ide, dipikir ini ulangan bahasa Indonesia yang harus pakai ide-ide segala? Bilang saja mau minta jawaban!

Detik-detik penyiksaan terus berlanjut sampai bel tanda pelajaran matematika selesai. Dengan muka ditekuk seperti telur busuk mau pecah, anak-anak langsung berlari ke depan berebutan untuk mengumpulkan kertas jawaban paling bawah.

“Tolong yang rapi”  perintah Pak Budi geleng-geleng kepala ketika sekilas melihat jawaban ulangan mereka. “Oke, kalo sudah semua saya mau keluar. Sampai bertemu lagi di gelombang ulangan selanjutnya” lanjut Pak Budi mencoba bercanda, tapi bahkan meskipun Nus yang hobi bercanda dan suka mengirim meme ke grup kelas tidak ikut tertawa, ulangan tadi sukses menarik sari-sari candaannya keluar dari tubuh.

...*****...

Jam terakhir sebelum pulang sekolah berakhir ‘ricuh,’ jam sosiologi kelas XA diganti mengerjakan tugas karena Ibu Epi mendadak berhalangan masuk. Tentu saja jam kosong itu digunakan sebaik-baiknya untuk bermain, kecuali barisan cewek yang masih memiliki kesadaran untuk mengerjakan tugas.

“Niun niun niun, minggir-minggir pasien mau lewat” Adi berteriak sambil mendorong-dorong meja. Semua memalingkan wajah lalu tertawa ngakak begitu melihat Nus berada diatas meja, sementara teman-temannya berpura-pura menjadi petugas kesehatan yang sedang menangani pasien gawat darurat. Bahkan Simpson yang terkenal paling kalem di kelas ikut-ikutan mengambil sapu ijuk untuk dijadikan tiang selang infus.

“Kalian nakal banget sih!” teriak Fani jengkel ketika Adi dan teman-temannya mendorong meja sampai maju di depan kelas.

“Nus sadar Nus sadar” ujar Rakai dramatis ala-ala sinetron, ia melingkari hidung Nus dengan selang yang entah di dapat dari mana dan dijadikan sebagai nasal cannula. “Ayo kita periksa jantungnya” lanjutnya lalu menekan-nekan dada Nus dengan buku paket matematika. Anak-anak cowok tertawa ngakak sementara sisanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman sekelasnya yang luar biasa nakal.

“Cla lo kenapa sih murung banget?” senggol Fani memalingkan wajah karena sudah tidak tahan melihat kelakuan Adi dan teman-temannya.

“Gue capek, kerja itu berat banget tau”

“Baru kerasan kan capeknya?” tawa Icha memijit-mijit punggung Clara. “Tapi lo betah nggak?”

“Betah nggak betah”

“Emang lo sekarang kerja Cla? dimana?” tanya Sybil.

“Di kafe tempat kerjanya Ray dulu” ujar Icha menjawab pertanyaan Sybil, ia lalu bercerita panjang lebar mulai dari awal ketika Clara interview sampai membuat Sybil dan Fani cekikikan geli.

“Gue nggak tau kalo lo bisa segokil itu Cla” tawa Sybil.

“Tapi tau nggak kita berdua sempat terpesona sepuluh detik gara-gara Kak Jefri tersenyum”

“Lo doang Cha gue enggak”

“Alah lo juga diem, mematung, dan pucat”

“Itu karena gue gugup harus interview”

“Tapi lo sempat terpesona juga kan?”

“Ya tiga detik lah”

“Emang secakep itu Cla?” tanya Fani penasaran, jarang-jarang ia mendengar Clara terpesona melihat cowok tersenyum, lebih tepatnya adalah jarang Clara mau mengakui kegantengan seseorang. Bahkan meskipun Gerald yang jelas-jelas masuk ke dalam jajaran cowok cakep sekolah dengan ikhlas dihempas Clara jauh-jauh. “Jangan buat gue penasaran deh” lanjut Fani ketika Icha dan Clara mengangguk serempak.

“Kapan-kapan boleh dong kita main ke tempat kerja lo, gue pengen tahu rasanya makanan di sana, sekalian wisata kuliner”

“Ya gue juga mau datang, buat ngeliatin Jefri tapi” imbuh Fani nyengir lebar, Clara mengangguk. Untuk urusan melihat cowok cakep Fani memang juaranya.

Bruk!

Suara patahan dari luar menarik perhatian sekelas, mereka buru-buru mengintip dari jendela dan tawa semakin keras begitu melihat Nus jatuh bersamaan dengan meja patah tidak berbentuk.

“Nah kan gue bilang juga apa, nakal banget sih jadi manusia” dengus Fani. Bersamaan dengan itu terdengar suara teriakan Babe yang kebetulan hendak naik ke lantai tiga dan memergoki kejadian itu.

...*****...

Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari dua jam lalu, tapi Clara masih berada di perpustakaan menemani Sybil menunggu drama kesayangannya selesai di download melalui komputer perpustakaan. Cewek itu bolak-balik menyusuri rak untuk mencari-cari novel dengan sinopsis menarik, tapi karena tidak menemukan satupun ia akhirnya kembali menghampiri Sybil masih setia menatap layar komputer.

“Bil, masih lama?”

Sybil menoleh sekilas kearah Clara kemudian memasukan Flashdisknya ke dalam CPU komputer. “Bentar, tinggal gue pindahin. Jadwal ketemu dokternya masih satu setengah jam lagi kan?”

“Iya, cuman gue takut ngaret”

“Tenang Cla, supir gue dulu mantan pembalap F1, nggak sampai dua puluh menit juga bakalan langsung sampai” kata Sybil menenangkan. Sepulang sekolah ini ia berjanji menemani Clara pergi ke dokter untuk mengecek kondisi pergelangan tangannya, meskipun hanya terkilir tapi sebelumnya tangan Clara pernah patah jadi mau tidak mau ia harus mengecek kondisi pergelangan tangannya lagi, takut jangan sampai ada tulang yang bergeser berubah bentuk menjadi jajar genjang.

“Kalo sampai penjaga perpustakaannya tau lo menyalahgunakan penggunaan komputer, bisa habis lo!”

“Biar aja, lagian uang SPP mahal-mahal kan gunanya buat bayar wifi sekolah” balas Sybil cuek memasukan falsh disknya ke dalam tas. Motto hidupnya singkat nggak papa lapar yang penting wifi jalan terus. Setelah selesai mereka berjalan keluar, Sybil menarik tangan Clara agar bisa melangkah cepat menyamai langkah kakinya.

“Aduh ngeri gue” celetuk Clara melihat kelompok anak-anak bandel sedang duduk di pinggir lapangan basket sambil bersiul-siul mengganggu murid lain yang baru pulang, bahkan beberapa diantara mereka tidak segan-segan meminta seribu dua ribu untuk bekal membeli rokok. “Angga sama Ucup emang anak basket ya?”

“Nggak Cla, mereka anak futsal, cuman emang mereka sebelum ekstrakurikuler pemanasannya gangguin orang lewat” jawab Sybil berbisik pelan takut kedengaran.

“Aduh adek manis, mau pulang ya?” teriak Ucup bertanya dengan suara dibuat berat biar kesannya macho. “Mau abang anterin?” lanjutnya disambut tertawaan teman-temannya, yang diganggu lantas dengan cepat mengambil langkah seribu.

“Eh elu yang keriting sini lo” panggil Angga pada seorang siswa kelas sepuluh agar mendekati mereka, tampang anak itu terlihat pucat pasi, tubuhnya gemetar bukan main.

“Iy-iya kak, gi-gimana?”

“Lo mau pulang kan?”

“I-iya kak”

“Nyanyi dulu dong satu lagu, terserah lagu apapun.”

Sejenak anak berambut keriting itu bengong, ia hendak protes tapi tampang sangar Angga membuat nyalinya menciut, mau tidak mau di tengah sengatan sinar matahari panas ia bernyanyi, lagu berjudul rindu sendiri milik Iqbal Ramadhan.

“Lah bagus bener suara lo” puji Angga mengambil gitar. “Nyanyi ulang, lo pakai nada dasar C gue main di G” pintahnya membuat teman-temannya semakin tertawa ngakak. Hasilnya tentu saja fals bukan main, tapi Angga tidak peduli yang penting bandelnya tersalurkan. Setelah bernyanyi akhirnya mereka memperbolehkan anak tadi pergi.

“Angga parah lo, anak orang dikerjain” celetuk Adit baru datang, ia sibuk menggelar tikar dan payung yang sengaja dibawa dari rumah untuk melindungi mereka dari sinar terik matahari siang. Warna payungnya juga unik, merah, kuning, hijau lumut, hijau daun, dan hijau neon. Hadiah dari menang lomba makan kerupuk di kompleks enam kali berturut-turut setiap tujuh belas agustus.

“Eh, Lia mau kemana ente?!!” Angga berteriak histeris ketika melihat Lia, anak kelas dua belas, cewek manis asli Betawi berjalan bersama seorang temannya. Lia menutup sebagian wajahnya dengan buku karena panas matahari sementara matanya menatap Angga dengan tatapan ingin membunuh.

“Mau pulanglah! Minggir lo semua mau lewat nih” bentak Lia galak.

“Duile, cakep-cakep galak amat. Tapi nggak papalah abang suka kok, biar petualang menaklukan situ lebih asoy buat diceritain” sahut Angga yang memang naksir berat sama Lia. Teman-temannya sengaja bersiul-siul genit membuat Lia sewot.

“Minggir lo, gue mau pulang. Awas lo berani nyentuh-nyentuh! Gue bakar kepala lo!”

Angga tersenyum pahit, tapi tidak menyerah begitu saja. Moncong baunya maju lima senti mengeluarkan sederet kalimat mengesalkan untuk Lia. “Lewat aja, gue nggak bakalan nyentuh sumpah. Gue nyentuhnya nanti pas kita udah jadian” godanya tanpa malu-malu, spontan wajah Lia memerah antara kesal dan malu membuat sorak sorai semakin bertambah keras.

“Terima aja deh Li, keburu Angga disikat orang. Stok terbatas!”

“Bodoh amat!” bentak Lia benar-benar sudah tidak tahan dengan teriakan yang semakin menjadi-jadi, ia memilih segera angkat kaki dari situ bersama temannya. Dasar cowok-cowok sinting! makinya kesal.

“Lia entar abang nembak ente pas bulan  dan matahari menyatu kayak cinta kita nanti!” teriak Angga histeris kesetanan. Lia langsung bergidik ngeri sementara komplotan Angga cekikikan geli. Maksud doi sebenarnya pas gerhana, cuman dibuat sok puitis aja.

Sementara itu tidak jauh dari mereka Clara dan Sybil mulai kelihatan parno. Clara menggandeng kuat lengan Sybil, sampai cewek itu setengah menjerit. “Buset deh Cla, patah nanti tangan gue”

“Gimana nih? Males gue kalo digodain sama mereka” kata Clara tidak memperdulikan jeritan Sybil, ia malah buru-buru mengambil pena dari tasnya.

“Itu pena buat apaan?”

“Kalau mereka nyentuh tinggal gue tusuk” jawab Clara kalem. Sybil melemparkan tatapan horor, sekarang dibandingkan kelompok Angga, Clara justru dua kali terlihat lebih seram ketika merasa terancam. “Lo sih, pake acara download drama segala” lanjutnya tiba-tiba merasa menyesal sudah menemai Sybil, semakin dekat langkah mereka membuat lidahnya terasa semakin kelu.

“Sorry, soalnya gue bener-bener kelaparan tadi pas istirahat jadi nggak sempat download. Tau gini mending gue cabut dari tadi” balas Sybil. “Tapi sayang juga sih kalo nggak di download dramanya” lanjutnya plin-plan.

Sybil menarik napas, mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa digodain anak bandel bukanlah alasan yang kuat untuk pindah sekolah.

“Nggak papa Cla, mereka nggak bakal berani nyentuh kita. Palingan cuman digodain dikit” ujar Sybil mencoba menenangkan Clara yang terlihat gelisah seiring dengan suara ribut Ucup mulai terdengar semakin dekat.

“Cuman digodain...dikit....” balas Clara sewot.

“Duh manis, mau saya anterin pulang?” Ucup langsung tancap gas begitu melihat korban selanjutnya, Clara dan Sybil spontan tersenyum kecut. Genggaman Clara di lengan Sybil semakin erat seiring dengan ekspresi wajahnya berubah tidak nyaman.

“Nggak usah kak, misi ya,”  pamit Sybil cepat hendak melewati mereka. Tapi dihadang Angga yang pura-pura ingin mengikat tali sepatu, spontan saja kedua cewek itu mundur selangkah.

“Nggak usah cepat-cepat dong, masih siang ini. Dicariin emak ya?” celetuk Ucup menahan tawa karena dua siswi itu serempak melemparkan tatapan ingin membunuh Angga.

“Wah pasti anak mama, tapi nggak papa saya suka yang kaya gini” tambah Adit menimpali.

“Gue laporin Gita nih”

“Jangan dong, ntar berantem. Gita pacar gue, cantik banget. Hampir sama sebelas dua belas sama elu, cuman cantikan dia dikit karena dia pacar gue” tanpa diminta Adit menunjuk ke arah Clara, cewek itu hanya bengong tidak menjawab.

“Sebelum lewat nyanyi dulu dong”

“Nggak bisa nyanyi kak” jawab Clara cepat.

“Yaudah nyinden”

“Nggak bisa juga”

“Break dance.”

Clara dan Sybil menggeleng membuat Angga melemparkan tatapan bete. “Nyanyi nggak bisa, nyinden nggak bisa, breakdance juga nggak bisa, terus bisanya apa?”

“Mencoba mencintai Angga dengan sepenuh hati” celetuk Nathan baru muncul dengan bola basket. Teman-temannya lantas tertawa ngakak sementara cengkraman Clara di lengan Sybil semakin erat, ia benar-benar merasa takut sekaligus tidak nyaman harus berhadapan dengan anak-anak nakal ini.

“Kalian ngapain disini nggak pulang?” Suara Ray terdengar dari arah belakang Clara dan Sybil membuat kedua cewek itu spontan menarik napas lega. Cowok itu muncul bersama Rian yang sibuk mengunyah rujak buah bersama Def. “Icha mana? bukannya dia harus nganterin lo ke dokter”

“Pulang duluan, perutnya sakit” jawab Clara pelan.

Ray garuk-garuk kepala berpaling ke arah teman-temannya. “Udah kak, biarin lewat”

“Ntar dulu, lo sakit apa sih?” tanya Angga malah menatap Clara kepo, Ray mendengus menunjuk pergelangan tangan Clara. “Astaga kenapa bisa seperti itu? apakah ada gerangan kesialan yang menimpa engkau wahai adinda?” kata Angga dramatis. Clara meringis, ia ingin tertawa tapi hatinya masih menyimpan rasa takut.

“Udah woy biarin lewat” perintah Rian tiba-tiba membuat semua berpaling menatapnya heran. “Lo berdua masih mau disini?”

“Enggak, makasih ya kak, permisi.” Sybil langsung menarik tangan Clara dan melangkah pergi meninggalkan gerombolan itu. Ia menarik napas berkali-kali seolah baru lepas dari cengkraman setan.

“Tumben lo ikut campur? Udah tobat mau jadi anak baik?” tanya Angga setengah nyinyir. Dari antara mereka semua hanya Rian yang tidak pernah ikut mengganggu anak lewat, bahkan meskipun sekedar memberi celetukan seperti yang sering dilakukan Nathan, Def, dan Joe. Ia benar-benar tidak peduli, mau digodain, dipalak, atau dibuat nangis sekalipun, cowok itu teta akan diam dan tertawa memperhatikan tingkah teman-temannya.

“Tangan cewek tadi gue yang nggak sengaja matahin” jawab Rian membuat teman-temannya serempak melongo.

“Serius? Gila lo ya, lo ajak berantem?”

“Enggaklah bodoh, gue nggak sengaja nabrak, dia jatuh terus jadi kayak gitu tangannya” dengus Rian menjawab pertanyaan bodoh Joe.

“Wah kapten kita ini ya, ternyata selain suka matahin hati orang punya bakat juga dia buat matahin tulang manusia” kata Joe disambut tertawa teman-temannya. Rian diam, ia melemparkan bola ke arah ring basket dan memberikan kode bagi timnya untuk melakukan pemanasan.

...*****...

“Cla yuk pergi” ajak Sybil ketika mobil jemputannya datang. “Pak Didi kita ke rumah sakit pelita harapan dulu ya”

“Siap neng” jawab Pak Didi lalu melajukan mobil. Sybil merenggangkan otot-otot tulang menimbulkan bunyi seperti patahan, Clara bergidik ngeri, kalau sampai tulang cewek itu patah gimana ya?

“Cla tapi tangan lo masih sakit nggak?”

“Enggak, gue udah ngerasa baik-baik aja, cuman Icha berisik maksa gue harus pergi ke dokter”

“Icha emang gitu Cla, panikan dan terlalu perhatian, sampai sering bikin gue nggak enak hati. Dulu waktu gue keracunan roti terus nggak masuk sehari dia bela-belain bolos ekstrakulikuler cuman buat ngejenguk gue, bawaannya banyak lagi, sampai semua obat sakit perut dibeli” cerita Sybil. Clara tertawa kecil. “Tapi gue bersyukur kenal Icha dan Fani dari SMP”

“Gue juga bersyukur bisa kenal kalian”

“Oh iya dong, harus itu! Di kuliah nanti lo bakalan susah dapat teman kayak gue. Cantik, pintar, imut, baik, well semua ciri-ciri malaikat itu ada di gue lah” balas Sybil pede.

“Bener sih Bil” angguk Clara setuju, “tapi yang cantik mah banyak, lo itu lebih menjurus ke unik sih. Kelewatan unik malah”

“Sial” dengus Sybil pura-pura ngambek. “Eh tapi Cla gue mau ganti topik. Lo tau nggak sih? Gue tiba-tiba berpikir kalau sebenarnya Rian itu baik?”

“Kok lo mikir gitu?”

“Ya lo lihat aja tadi dia ngebantuin kita lewat, meskipun agak telat dikit sih”

“Ck, itu kan dia ngomong juga setelah Ray ngomong, kalo misalnya Ray nggak duluan ngomong mana dia peduli?”

“Enggak Cla bukan gitu” geleng Sybil serius. “Semua orang tau Rian nggak bakal pernah angkat suara setiap kali teman-temannya nyegat orang, cuman tadi dia benar-benar mau nolongin kita. Gue pikir itu karena dia ngerasa bersalah sama lo deh”

“Ya bagus dong kalo dia ngerasa bersalah, kan emang harusnya seperti itu”

“Dan berarti tandanya dia baik”

“Nggak mungkin. Perasaan lo aja kali.”

Salah satu alis Sybil terangkat naik. “Oh yaudah, perasaan gue nggak pernah salah soalnya.”

Clara diam memilih melemparkan arah pandangnya ke luar jendela mobil, tampak cahaya matahari tanpa malu-malu menyinari kota Jakarta, membuat suasana siang hari terasa semakin panas, saking panasnya mungkin keringat yang keluar akan langsung mendidih, belum lagi kemacetan mulai merambat naik, seolah tanpa macet Jakarta tidak akan menjadi kota metropolitan yang sesungguhnya.

Sekitar setengah jam mobil mereka sampai, setelah mengurus registrasi dan menunggu sebentar, mereka akhirnya bisa menemui Dokter Milla, gestur tubuhnya lembut namun cekatan saat membuka pelan perban di lengan Clara. “Pokoknya kamu harus hati-hati, nggak boleh sampai kayak gini lagi. Tangan kiri kamu itu nggak sekuat tangan kanan kamu”

“Iya dokter” jawab Clara malu-malu. Dokter Milla tersenyum manis tapi mendadak senyumnya hilang begitu melihat kondisi pergelangan tangan Clara, ada bekas garis-garis panjang. Ini pertama kalinya ia melihat langsung pergelangan cewek itu karena sebelumnya Clara sudah datang dengan perban di tangan sehingga ia hanya mengecek kondisi pergelangan tangannya dari luar saja.

“Tangan kamu ini kenapa?”

“Dicakar kucing.” Clara menarik tangannya buru-buru dan menutup dengan jaket, sejenak Dokter Milla menatapnya tidak percaya tapi kemudian senyumnya kembali, ia tidak mengatakan apapun lagi kecuali peringatan kecil agar Clara selalu berhati-hati.

“Clara kalo misalnya kamu butuh sesuatu untuk mengobati luka kamu, mungkin kamu bisa minta nomor saya di Icha”

“Emm, Iya dokter, terima kasih banyak” jawab Clara canggung lalu berpamitan dan keluar dari ruangan.

“Cantik banget tantenya Icha, gue baru pertama kali ngeliat tantenya dari jarak dekat” ujar Sybil. Clara diam ia malah memegang pergelangan tangannya sambil melamunkan sesuatu, perkataan terakhir Dokter Milla tadi terasa sangat mengganggu pikirannya.

“Cla oi! makan yuk gue traktir untuk merayakan kesembuhan lo” tepuk Sybil mengagetkan. “Lo mikirin apa sih Cla? udah tenang aja selama lo hati-hati tangan lo nggak bakal kenapa-napa lagi.”

“Nggak kok, nggak papa.” Clara tersenyum canggung dan selanjutnya membiarkan Sybil menarik tangannya menyusuri lorong menuju kantin rumah sakit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!