“Udah beres nih, buruan ...” kata Dean menepuk kertas yang baru saja ditandatanganinya.
“Itu ibu kita gak diminta tanda tangan?” tanya Langit menunjuk Winarsih yang duduk memangku tasnya.
“Iya, bini Dean kayak ibu-ibu jemput anaknya di ruang kepsek ya.” Toni ikut memandang Winarsih.
“Jangan berani-berani bawa bini gue buat bercandaan. Gue bui sekalian semuanya,” jawab Dean.
“Ya udah, ayo. Gue udah ngantuk. Buset, udah jam 3 pagi. Mana gue harus pindah kamar,” sungut Rio sambil memegang kertas yang isinya baru ia cek kembali.
“Gue mau nemuin Wulan dulu sebelum balik. Menurut lo semua gimana?” Toni mengedarkan pandangannya.
“Temui aja. Lo minta maaf lebih dulu. Trus jangan disanggah. Wulan kan, tau kalo lo yang ditonjok duluan. Lo ngalah aja, merendah. Meski lo udah cukup rendah sekarang, lo harus bisa lebih rendah lagi.”
“Saran lo bagus tapi bikin naik darah,” sahut Toni.
“Buruan sana,” usir Dean pada Toni. “Yan, lo urus itu ya. Ke pengacaranya aja. Minta kunci mobil. Gue mau menyelesaikan yang lebih penting dulu.” Dean berdiri tak sabar sambil sesekali menoleh pada istrinya. Ryan lalu mengulurkan kunci mobil.
“Gue dampingi Ryan dulu bareng Langit. Kita kan, saksi. Toni nemuin Wulan. Lo bawa bini lo ke mobil. Udah pagi. Mana lagi hamil ... tadi dibilang jangan ribut, paling semangat lo nyuruh orang ribut. Sampe harus dijemput.” Rio menoleh pada Winarsih.
“Dia ke sini karena khawatir ama suami gantengnya. Khawatir kehilangan gue. Nyari laki-laki kayak gue ini susah lho ....” Dean merendahkan suaranya saat mengatakan hal itu.
“Sebenarnya bukan itu ... anak lo banyak De, yang di luar tiga, yang belom lahir ada. Kalo lo gak pulang, gimana nasib anak-anaknya. Perempuan kalo udah punya anak, lo gak usah sok kecakepan. Lo gak ada harganya ...” Toni yang belum memiliki anak berhasil mematahkan percaya diri Dean.
“Ah, sok tau lo! Lo menangani Wulan aja gak sanggup, sok ngasi ceramah ama gue. Udah sana! Gue ke mobil,” kata Dean keluar dari kerumunan teman-temannya. Ia menuju bangku panjang tempat Winarsih duduk menunggunya dengan wajah cemberut.
“Ayo ke mobil. Makin dingin udah mau pagi,” ajak Dean mengangkat tas istrinya dan memeluk bahu wanita itu.
Winarsih berdiri dan berjalan dalam rangkulan tangan Dean. Setelah Dean menyalakan mobil, ia kembali duduk di jok belakang bersama Winarsih.
“Aduh, Win ... aku ngantuk banget. Ini semua karena Toni maksa ngajak ke sini.” Dean mengalungkan tangannya memeluk tubuh Winarsih dari sebelah wanita itu. Ia membenamkan wajahnya di balik punggung istrinya.
“Alesannya dipaksa ...” kata Winarsih.
“Aku kan, gak enak kalo yang lain ikut tapi aku nggak. Kasian aja ama dia,” jawab Dean masih dari balik punggung istrinya.
“Itu ribut karena apa? Perempuan?” tanya Winarsih masih duduk tegak.
“Wulan—wulan. Mantan istrinya Toni ikut acara ini juga. Wulan bawa pacarnya. Orangnya emosian banget. Ngeselin, kalo ngomong nyebelin. Belagu.” Dean menegakkan tubuhnya. Tangannya masih melingkari sekeliling tubuh Winarsih.
“Itu yang barusan, ngomongin siapa? Yang emosian, ngeselin, kalo ngomong nyebelin. Belagu?” tanya Winarsih. Ia menatap mata Dean dalam gelap mobil.
“Mirip aku ya, Win?” tanya Dean sadar diri.
“Aku nggak ngomong gitu.” Winarsih masih menatap wajah Dean yang terlihat lelah. “Jangan gampang emosi,” kata Winarsih.
“Aku gak emosi. Cuma kesel liat Toni langsung ditonjok. Bukan kita yang mulai.” Dean membela diri.
“Aku udah bilang. Kalo ke mana-mana inget yang ditinggalin. Kita gak tau khilafnya orang gimana. Kalo dia bawa senjata api, atau yang lain? Kita juga gak tau keadaan emosi orang gimana. Dia lagi ada masalah apa. Orang bisa khilaf ...” ucap Winarsih. Meski suaranya pelan, tapi kata-katanya terdengar jelas di kesunyian.
“Aku juga bisa khilaf ... bukan orang aja.”
“Ya makanya jangan sampe!”
PLAKK
Winarsih memukul paha suaminya. Dean langsung diam mengatupkan mulutnya.
“Dikasi tau jawab terus.” Winarsih cemberut.
“Jangan ngomel terus, nanti anak kamu denger bapaknya di marah-marahin. Aku orang paling berjasa atas kehadirannya di dunia ini.”
“Mas gak bisa dilepas. Pasti ada aja masalah,” potong Winarsih.
“Iya, maaf—kamu gak kangen aku apa? Dari tadi aku diomelin terus. Sini cium aku dulu,” kata Dean melepaskan pelukan dan menarik tengkuk istrinya.
“Jangan di sini, sebentar lagi Pak Ryan dateng.” Winarsih sedikit memalingkan wajahnya.
“Emang Ryan siapa? Aku mau nyium istriku gak ada urusannya dengan dia.” Dean menangkup wajah Winarsih dan mencium bibir wanita itu sedikit tergesa.
Winarsih seketika memejamkan mata. Bibir Dean terasa dingin saat menyesap dan menggigit bibirnya. Ciuman dan sentuhan dari Dean memang selalu sulit diabaikan. Tangannya yang tadi hanya diam di pangkuan, kini bergerak mencengkeram paha suaminya. Dua hari saja padahal. Tapi tidur tak diganggu oleh laki-laki yang sudah memberinya hampir empat orang anak, membuatnya kehilangan. Sudah pasti kangen, seperti kata Dean. Tapi untuk mengatakan hal itu, bisa-bisa suami bandelnya semakin besar kepala.
Dean berkali-kali menyibakkan lembaran rambut Winarsih yang jatuh menutupi pipi. Sebenarnya ia juga tak sanggup kalau harus berlama-lama pisah dari istrinya. Sehari saja tak menggoda istrinya yang terkadang sangat polos, hari-harinya terasa kurang sesuatu. Winarsih dengan sikap penurutnya yang kadang membuat Dean bergidik seandainya ia menikah dengan wanita selain Winarsih. Napas Dean semakin kasar dan cepat. Ia tahu bahwa ciuman saja tak cukup. Dengkuran halus sudah keluar dari mulutnya saat memindahkan ciuman ke leher Winarsih.
Winarsih sudah mendongak. Kecupan-kecupan Dean beralih ke lehernya. Ia merasakan tangan suaminya sudah turun mengusap perutnya berkali-kali. Tangan Dean lalu memeluk dan meremas pinggangnya.
“Mas ... udah, nanti pak Ryan masuk ...” lirih Winarsih setengah pasrah. Ia sudah mengingatkan suaminya. Sedangkan untuk melarang atau menolak Dean, Winarsih tak bisa. Suaminya sangat anti penolakan. Sangat egois sebenarnya. Tapi begitulah Dean. Selalu mendominasi. Meski kadang menyebalkan, Winarsih menyukainya.
Dean semakin hanyut. Ciumannya bertubi-tubi di leher Winarsih. Desahannya semakin jelas dan tangannya sudah semakin turun mencari tepian dress istrinya. Membelai betis istrinya dan terus naik.
“Mas ... udah,” gumam Winarsih.
Dean hanya mengerang mendengar perkataan Winarsih. Telapak tangannya sudah merasakan kehangatan paha istrinya.
Dan ....
“Ya am—pun! Maaf—maaf!” pekik Ryan yang baru saja membuka pintu mobil di bagian supir.
“Bisa-bisanya ya dia nyium istrinya sampe begitu di mobil. Bener-bener kayak lagi nebus remaja di kantor polisi.” Ryan mengomel sambil berjalan menuju mobil Toni yang parkir tak jauh dari mobil Dean.
“Napa muka lo?” tanya Toni. Ia melihat Ryan datang dengan wajah sebal.
“Pasti Dean lagi memberi ciuman panas buat bininya,” kata Langit terkekeh.
“Kasi waktu—kasi waktu. Lo di sini dulu.” Rio terkekeh.
“Sabar ... Dean sedang mengamankan masa depannya.” Toni menepuk-nepuk bahu Ryan.
Mesin mobil Toni sudah menyala dan Musdalifah yang sudah terkantuk-kantuk di jok belakang mendengar pembicaraan para laki-laki itu.
Empat orang laki-laki sedang menunggu Dean mencumbui istrinya di mobil untuk menghindari pertikaian di rumah.
Musdalifah mendengus kesal. Si sombong itu pikirnya. Ia sudah sangat mengantuk tapi harus menunggui laki-laki ganteng namun angkuh bermesraan. Musdalifah melipat jok yang berada di depannya. Ia lalu merangkak hingga tubuhnya mencapai kursi pengemudi.
TIIIIN TIIIIN
Dengan seringai jahat, Musdalifah menekan panjang klakson mobil.
“Oh shiit! Ada orang di dalem mobil” pekik Langit terkejut memegang dadanya.
“Si Mus—si Mus,” kata Toni membuka pintu mobil. Ia melongok ke jok belakang di mana Mus bersandar dengan mata terpejam.
Di mobil lainnya, tangan Dean sudah nyaris tiba mencapai pangkal paha Winarsih saat ia terlonjak karena bunyi klakson mobil Toni.
“Siapa sih?! Pengen digebuk pake stik bilyar juga kayaknya.” Dean menoleh sinis ke arah mobil Toni yang diparkir beberapa meter di belakang.
To Be Continued
Yang belum like bab 18, bantu di-like ya sayang2ku :*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Yeti Kosasih
duuh Gusti dgn segala kekonyolan deaan..iih tetep aja suka tokoh Dean ini..😂
2025-02-20
1
dyul
hahaha..... ampun dah
kak jus bisa bikin tokoh, sengak tapi ngangenin 😚
2025-01-13
0
dyul
emang bener, ibuk2 yg jemput anak badungnya🤣
2025-01-13
0