Sebagai teman yang baik, jika melihat teman yang sedang berbuat kesalahan harusnya bisa ikut menegur atau memberi nasehat. Harusnya begitu. Namun, tak semuanya manusia sebijaksana itu. Ada yang memilih untuk menasehati belakangan. Ada juga yang memilih untuk membiarkan sampai teman sadar dengan sendirinya. Alasannya? karena sudah dewasa dan merasa tak berhak mencampuri urusan masing-masing.
Dean merasa tak perlu lama untuk menilai bagaimana pacar Wulan selama berada di resor itu. Kabar terakhir yang ia dengar dari Rio, Rey adalah salah satu investor terbesar di perusahaan ekspedisi yang baru dirintis oleh Wulan dalam dua tahun terakhir belakangan.
Sikap dominasi Rey yang terlalu kentara dinilai Dean sebagai wujud dari rasa besar kepala pria itu. Secara pribadi, Dean mengerti apa yang sedang dirasakan oleh Rey. Pria itu merasa telah mendanai usaha Wulan, membuat wanita itu bergantung dan tak bisa berkutik.
Mereka semua tahu saat Wulan menuntut perceraian dari Toni, wanita itu meninggalkan semua fasilitas yang telah diperolehnya selama hidup bersama Toni. Padahal, sejak mereka masih berpacaran pun, Toni sudah terbiasa memberi fasilitas yang tidak sedikit pada Wulan.
Sebelumnya, Wulan bekerja di perusahaan swasta. Setelah menikah, ia hengkang dari pekerjaannya. Dan kemudian, Wulan hidup aman dan nyaman secara finansial di samping Toni.
Ternyata, keamanan dan kenyamanan finansial tidak bisa membuat seorang wanita bertahan dalam tekanan. Wulan tetap meninggalkan pria yang masih sangat ia cintai. Alasannya, ‘hanya’ karena ia tak sanggup bersaing dengan ibu mertua.
Ruang bilyar resor itu hanya memiliki empat meja dengan sebuah bar yang dilayani oleh seorang bertender dan dua pelayan laki-laki. Seperti ruang bilyar kebanyakan, cahaya total di ruangan itu redup. Hanya sebuah lampu besar terang yang menaungi tiap meja.
Semua yang berada di sana kebanyakan laki-laki. Hanya beberapa orang wanita yang datang menontoni pacar mereka bertanding tanpa taruhan malam itu. Dan kini, pertandingan pada empat meja itu terhenti dan belasan pasang mata bergantian menatap Toni dan Rey yang berhadapan memegang stik bilyar bagai dua orang samurai.
“Sinting lo! Kok Toni dikasi stik juga?” sergah Rio dengan raut serius. Rio mendekati Dean dan berbisik dari punggung sahabatnya.
Dean mundur dua langkah saat seorang pria yang terlihat seperti asisten atau sekretaris Rey maju ke depan Toni. “Lo gak liat gimana si Rey itu sejak kemarin? Kasar dan manipulatif. Mana Wulan kayaknya nurut banget. Dia megang stik dan kakinya bolak-balik mau maju ke depan. Lo mau Toni digetok pake stik itu? Setidaknya, kita harus membudayakan fair play.”
“Ton …” panggil Rio dalam jarak dua meter dari Toni yang berdiri santai menyandari meja bilyar dengan sebuah stik di tangannya. Toni hanya sekilas menoleh pada Rio yang memanggilnya.
Sebagai seorang teman, Rio sudah menjalankan kewajibannya. Memberi peringatan, mencegah dan menasehati. Langkah selanjutnya yang bisa ia lakukan hanyalah memanggil pihak keamanan resor seandainya benar-benar terjadi perkelahian di tempat itu.
Sedangkan Langit? Seperti biasa. Ia sangat menikmati keributan di manapun. Biasanya ia akan berdiri beberapa saat untuk menonton dan kemudian ikut bergabung saat ia memastikan soal kedudukan perkelahian.
Dan Dean tak usah ditanya lagi. Sejak dulu, ia dikenal sebagai motivator ulung perihal keributan. Sifatnya dalam soal itu, nyaris sebelas dua belas dengan Toni. Temperamental yang pantang tersenggol harga dirinya. Soal akibat, mereka selalu memikirkan belakangan. Itu sebabnya, Bu Amalia selalu khawatir kalau Dean keluar rumah hanya berdua saja dengan Toni. Tak jarang saat SMA, mereka lebih sering keluar bersama dari ruang BK.
“De, lo yang bener aja. Kalo sampe ribut, malu De …” kata Rio lagi. “Ini acara outing gabungan. Ada banyak perusahaan di sini. Toni CEO T&T Express. Image perusahaannya di tangannya sendiri.” Rio kembali berusaha mengingatkan Dean untuk melerai keributan itu. Ia merasa, Dean sebagai pengacara pasti lebih mengerti akibatnya.
“Kalo udah sama-sama dewasa, mereka gak akan ribut. Kalo malu, begini juga udah malu. Nanggung. Kalo ada apa-apa, ya diurus sampe pengadilan. Demi Toni, gue pegang pidana lagi. Gak apa-apa …” sahut Dean tanpa menoleh.
“Si anjing …” gumam Langit dari belakang sembari terkekeh-kekeh. “Tapi itu cowonya Wulan mukanya emang ngeselin sih. Kita gebukin rame-rame aja,” kata Langit lagi.
“Lang! Jangan mancing-mancing,” sergah Rio. Dean malah tertawa mendengar kepanikan dalam suara Rio.
“Udah—udah,” kata Wulan lagi pada pacarnya.
“Kamu duduk aja dulu,” balas Rey menatap Wulan sesaat. Wulan terlihat kesal karena omongannya tak didengarkan. Ia kemudian maju menyeberangi arena dan mendekati Toni.
“Ton …” panggil Wulan.
Toni menoleh pada mantan istrinya. Dulu Wulan memanggilnya dengan sebutan ‘Yang’. Tak pernah dengan sebutan nama. Selisih usia mereka tiga tahun. Wulan masih sangat cantik bagi Toni. Bahkan lebih cantik. Wanita yang memintanya menandatangani permohonan cerai setelah mereka bercinta sangat panas di malam sebelumnya.
“Ya?” sahut Toni. Ia menatap lekat mata Wulan. Mengamati tiap senti wajah yang dulu sering dilihatnya dari jarak begitu dekat. Ia benar-benar tak menyangka bisa bertemu Wulan di acara outing itu. Ia juga tak menyangka, bahwa Wulan merintis perusahaan bidang yang sama sepertinya.
“Udah …” lirih Wulan. Ia memandang bola mata cokelat muda Toni yang memandang saru padanya.
Toni bergeming. Pandangan mereka masih menaut dan Toni merasakan Wulan meraih stik bilyar yang berada di tangannya. Wulan mencampakkan stik bilyar ke atas meja di belakang Toni.
Adegan itu sangat romantis. Dean, Rio dan Langit sedang menatap teduh pasangan di depan mereka. Untung saja mereka tak ingat untuk mangatakan, “Uuuu ….”
Saat itu, mereka semua berpikiran sama. Demi ketenangan persahabatan dan kehidupan mereka, Toni harus kembali bersama Wulan.
Wulan dengan wajah eksotisme Indonesia berpadu dengan Toni yang berperawakan bule tulen namun memiliki pemikiran paling tradisional.
Hampir pukul 11 malam. Dean yang tadinya menyilangkan kedua tangannya di depan dada, kini kembali memasukkan kedua tangannya di saku. Ia sudah lebih santai. Rio dan Langit mundur beberapa langkah mendekati meja kaca tinggi. Para pengunjung lainnya sudah kembali melanjutkan permainan.
Dalam kehidupan ini, memang ada orang-orang tertentu yang hadir untuk menambah pengalaman dan menajamkan ilmu kesabaran. Seperti Rey contohnya.
Melihat Wulan tenggelam dalam pandangan mantan suaminya, Rey maju menyingkirkan tubuh wanita itu dan meraih kerah kemeja Toni.
(Playlist : My Way – Frank Sinatra)
BRAKKK
Satu pukulan dari tangan kanan Rey membuat Toni terjengkang ke atas meja bilyar yang sedang disandarinya. Wulan menjerit menutup mulut dan langsung tergesa menarik kemeja Rey.
Rey yang sudah terbakar api cemburu dan antipati terhadap Toni, kembali menyentak tangannya dan membuat Wulan kembali terjajar ke belakang. Rio memegang bahu Wulan dan membawa wanita itu ke tepi.
Detik itu juga, Rey menyerbu Toni ke atas meja bilyar dan tangannya meraba stik bilyar yang dicampakkan Wulan. Dean tergesa menuju sisi meja dan mengambil stik itu.
“Fair play—fair play! Sama-sama tangan kosong!” seru Dean dari sisi meja.
To Be Continued
Ternyata gak cukup juga dibahas di satu bab, jadi njuss penggal. Lanjutannya langsung. Tapi jangan kelewatan Like-nya ya ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
dyul
bestie banget dah pokoknya, yg satu bule, yg satu kokoh😛
2025-01-13
0
dyul
sip pakde..... dukung papa Toni... buat kelahi biar CLBK😂
2025-01-13
0
dyul
wew.... tenang Rio.... ini yg ngasih pak pengacara😝
2025-01-13
0