"Tuan, ada kiriman bunga untuk Anda." Ucap Evan sambil memberikan sebuah buket bunga pada Keanu.
Keanu menerima buket bunga itu lalu memandangnya dengan dahi menyernyit heran. Otaknya berpikir keras. Ada empat jenis bunga berbeda dalam rangkaian indah tersebut.
Tiga tangkai aster, dua tangkai lili, lima tangkai mawar merah, dan dipermanis dengan dua tangkai gladiola, hingga terciptalah sebuah buket bunga yang begitu indah.
Empat warna terpadu menjadi satu, merah, jingga, putih dan orange, tersuguh sempurna dalam sebuket bunga yang cantik. Keanu mengangkat wajahnya, menatap bergantian antara buket bunga cantik itu dan wajah Evan.
"Itu adalah buket bunga yang dikirim dari toko bunga milik, Nona. Sepertinya Nona sengaja mengirimkan buket bunga itu untuk Anda." Terang Evan menjawab kebingungan Keanu.
"Dari Ellena?" Evan mengangguk. "Apa kau tau apa saja makna dari bunga-bunga ini?" tanya Keanu tanpa menatap lawan bicaranya. Fokusnya sepenuhnya tertuju pada buket bunga itu.
"Kalau saja tidak salah menafsirkan. Ini adalah bunga dengan perlambangan 1000 cinta yang indah, semua cinta terangkum menjadi satu di sini," ujar Evan dengan sedikit tak yakin.
Keanu menatap Evan, dia bisa melihat keraguan terpancar di mata laki-laki itu. Keanu mendesah panjang. "Aku akan pergi menemui, Ellena. Sebaiknya segera siapkan pakaianku, aku akan menemuinya sebagai Steven Xiao. Dan kau... Ambil alih keadaan di sini." Ujar Keanu yang kemudian di balas anggukan oleh Evan.
"Baik, Tuan Muda."
-
"Terimakasih atas kunjungannya. Silahkan datang lagi lain waktu,"
Ellena melangkahkan kakinya menghampiri Shifanya yang sedang sibuk merangkai buket bunga pesanan pelanggan setia toko mereka.
Gadis cantik itu baru saja mengantarkan seorang pelanggan yang baru saja pergi sampai di depan pintu. Dan hal itu selalu dia lakukan pada setiap pelanggan setianya.
Ellena mengambil tempat di samping Shifanya dan kemudian mengambil beberapa jenis bunga yang kemudian dia rangkai menjadi satu. Yang dalam waktu singkat terciptalah sebuah rangkaian bunga yang sangat cantik dan indah.
"Apa mereka akan mengambilnya?" tanya Ellena di tengah kesibukannya.
"Aku rasa tidak, sepertinya kita yang harus mengantarkannya ke sana." Ellena mengangguk paham. "Oya, Ell. Tumben sekali kau mengirimkan buket bunga untuk suamimu itu? Jangan bilang jika kau sudah jatuh cinta padanya?" tebak Shifanya yang di balas delikan bahu oleh Ellena.
"Entahlah, aku tidak tahu. Hanya saja aku merasa nyaman ketika bersamanya. Meskipun dulu dia selalu bersikap kasar dan menyebalkan, tapi setelah menikah sikapnya padaku berubah 180°."
"Dia menjadi begitu baik dan sangat perhatian padaku. Bahkan dia selalu melindungimu dari orang-orang di rumahnya yang berusaha menindasku. Ya, meskipun sebenarnya aku tidak memerlukan itu semua. Karena aku adalah gadis yang tangguh dan tidak mudah di tindas." Tutur Ellena panjang lebar.
"Atau jangan-jangan dia mulai ada hati padamu?" lagi-lagi Ellena mengangkat bahunya.
"Aku tidak yakin. Lagipula masih terlalu awal untuk menyebutkan apa yang terjadi diantara kami sebagai cinta. Butuh waktu yang panjang untuk bisa menentukannya."
Shifanya menyipitkan matanya. "Setelah menikah kau semakin dewasa saja. Kata-katamu begitu dalam dan penuh makna. Aw, aku sedikit merinding."
"Dasar kau ini!!" Ellena memukul lengan Shifanya dengan setangkai tangkai bunga edelweis di tangannya. Dan gadis itu hanya terkekeh melihat wajah kesal sahabatnya.
Klining Klining!
Bel toko kembali berbunyi, membuat Ellena dan Shifabya menoleh. Seorang pria tampan dalam balutan style serampangan memasuki pintu toko. Matanya abu-abunya mengamati sekeliling, seolah memindai setiap bunga di toko ini. Dengan senyum, Ellena menghampiri pemuda itu.
"Steve, kau di sini?" tegur Ellena dengan senyum lembutnya.
Ellena memperhatikan penampilan Steven dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sebuah kemeja hitam lengan terbuka yang di balut Leather Vest hitam dan celana jeans berwarna hitam pula. Ada tiga anting pada kedua telinganya serta kain hitam bercorak putih yang melingkari dahinya, yang sebagian tertutup oleh poninya.
Ellena sedikit merinding melihat penampilan mengerikan pemuda dihadapannya, ya meskipun tak bisa dia pungkiri jika Steven terlalu tampan untuk ukuran brandalan.
Mata dingin yang tajam. Tubuh tinggi berisi, di tambah dengan wajah tampannya, membuat auranya terasa berbeda dengan kebanyakan brandalan yang pernah dia temui. Otot lengannya tidak terlalu besar namun terlihat kuat jika di sentuh. Dan jika boleh jujur, Steven adalah brandalan paling tampan yang pernah Ellena temui.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Jangan bilang kalau kau sudah jatuh dalam pesonaku?" Steven menyeringai dan menatap Ellena dengan gerlingan nakal.
"Sembarangan. Mana ada, aku ini sudah menikah. Jadi tidak mungkin kalau aku sampai jatuh cinta pada pria lain!!"
"Mau bertaruh?" Steven kembali menyeringai.
"Siapa takut!!"
Steven tersenyum. "Dasar kau ini. Aku hanya bercanda, kenapa kau menganggapnya begitu serius," jari-jarinya mengacak pelan rambut panjang Ellena.
"Ck, hentikan kebiasaan burukmu itu. Kau selalu saja merusak tatapan rambutku." Protes Ellena mengeluh.
Steven terkekeh. Kemudian dia melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya. Sudah pukul 11.30. "Sudah hampir jam makan siang, bagaimana kalau kita keluar dan makan siang bersama?" Tanya Steven to the point, tanpa basa-basi.
Ellena tak langsung menjawab. Dia berpikir sejenak. Dia menoleh pada Shifanya yang terlihat sibuk dengan pekerjaannya.
Ellena mendesah berat. "Aku rasa tidak bisa. Pekerjaanku lumayan banyak hari ini. Banyak pesanan yang masuk. Mungkin lain kali saja. Lagipula aku tidak tega jika harus meninggalkan Shifanya sendiri di sini." Ujar Ellena penuh sesal. Sebenarnya dia tidak enak menolak ajakan Steven, apalagi dia berkali-kali membantunya.
Shifanya mengangkat wajah. "Tidak perlu memikirkan aku. Sebaiknya kau pergi saja. Lagipula ini juga hampir selesai. Satu lagi, saat kembali jangan lupa bawakan oleh-oleh untukku." Ellena tersenyum dan mengangguk.
"Baiklah. Steve, tunggu sebentar. Aku ambil tas dulu," ucap Ellena kemudian beranjak dari hadapan Steven.
Pandangan Steven kembali menyapu. Dan saat itu dia melihat sebuah objek yang langsung menarik semua atensinya. Steven melangkahkan kakinya menuju objek yang menarik semua perhatiannya.
"Ini sungguh-sungguh mawar biru?" Steven menoleh dan menatap Shifanya.
Shifanya mengangguk. "Ya, semalam baru saja datang. Gadis gila itu yang mendatangkan langsung dari Eropa. Aku tidak tau untuk apa. Karena harganya sangat mahal, jadi dia hanya bisa membeli sebanyak lima tangkai saja." Tutur Shifanya.
"Apakah bunga ini di jual?"
"Aku tidak yakin. Kau bisa bertanya langsung pada pemiliknya," jawab Shifanya.
Panjang umur. Orang yang mereka bicarakan muncul dari balik pintu bercat coklat di belakang Shifanya. Ellena menghampiri keduanya dan berdiri diantara Steven dan Shifanya.
"Aku tidak berniat menjualnya. Rencananya aku mau membawa pulang bunga itu. Tapi kalau kau memang menginginkannya, aku bisa memberikan satu tangkai untukmu. Bagaimana? Kau tidak perlu membayarnya dengan uang, kau hanya perlu mentraktirku makan siang. Kau setuju?"
"Aku rasa bukan ide buruk. Baiklah, aku akan mengambil bunga itu saat pulang nanti." Ellena tersenyum dan mengangguk.
-
"Paman, Bibi. Rasanya aku masih tidak percaya bila Ellena bisa melakukan hal sejahat itu pada kalian."
"Jangan Nak Simon. Kami saja tidak percaya. Kami mengangkatnya dari jalanan, kemudian membesarkan dia dan memberikan kasih sayang penuh padanya. Tapi sekarang dia malah durhaka pada kami dan tidak mau mengakui kami lagi. Jika tau begitu, pasti kami tidak akan membiarkan dia menikahi Tuan Muda dari keluarga Xi."
Simon menghampiri Sarah. "Bibi tenang saja, aku pasti akan membalaskan sakit hati keluarga ini pada Ellena. Kalian sudah sangat baik padaku, dan aku akan membuat wanita itu membayar semua perbuatannya pada kalian." Simon menggenggam tangan Sarah dan meyakinkan padanya.
Sarah menyeka air mata biayanya. "Nak Simon sungguh baik sekali. Bibi, akan lebih berterimakasih jika kau dan Dellia bisa bersatu. Andaikan saja kalian menikah, pasti kami akan semakin bahagia."
"Untuk itulah aku ada disini, Bibi. Aku dan Delia berencana untuk menikah akhir bulan ini. Untuk itu kami ingin meminta restu dari kalian." Simon menatap Sarah dan Tuan Su bergantian. Sarah mengangguk para suaminya.
"Baiklah, kami merestui kalian."
-
Steven melakukan motor sportnya dengan kecepatan tinggi. Jalanan yang terasa sepi karena sekarang masih jam kerja. Steven melirik kearah speedometer digital di motornya. Kini kecepatan motornya sampai pada 166km/jam.
Steven tak mengurangi sedikit pun kecepatan pada motor sportnya. Motor itu melaju dengan kecepatan yang sama. Sementara itu, berbagai sumpah serapah tak henti-hentinya keluar dari bibir Ellena.
Gadis itu terus menghujani Steven dengan berbagai sumpah serapahnya. Tak jarang dia menjerit histeris hingga mengucapkan doa yang terdengar konyol dan menggelikan.
"KYYYAAA!! DASAR STEVEN XIAO GILA!! TIDAK WARAS, KALAU MAU MATI SEBAIKNYA MATI SENDIRI SAJA. JANGAN AJAK-AJAK AKU UNTUK MATI BERJAMAAH. KYYAA...!!"
Steven melirik Ellena dari sudut matanya dan mendengus geli. "Tenanglah Ell, aku tidak mungkin membuatmu celaka. Diam saja dan percayalah padaku,"
"Ya Tuhan. Aku ini masih muda, aku memang sudah menikah tapi belum pernah merasakan malam pertama. Jika engkau ingin mengambil nyawa seseorang. Lebih baik engkau ambil saja nyawa brandalan gila ini."
Lagi-lagi Steven mendengus geli. Doa yang Ellena panjatkan malah membuatnya ingin tertawa terbahak-bahak. Steven tidak tau bagaimana bisa Ellena memanjatkan doa sekonyol itu.
Ellena menutup matanya dan memeluk tubuh Steven semakin erat. Dia benar-benar sangat ketakutan setengah mati.
Steven menghentikan motornya di area Sungai Han. Ellena Pemikiran aneh Ellena langsung lenyap seketika setelah dia melihat salah satu tempat favoritnya, matanya langsung berbinar-binar dan tanpa sadar dia langsung berteriak.
"KKYYAA...!! SUNGAI HAN!"
Dengan terburu-buru Ellena segera turun dari motor Steven, dan apes menghampirinya. Karena ketidaksabarannya itu dia langsung terjatuh.
Steven mendengus dan menatap datar pada gadis yang sangat ceroboh itu, dia pun langsung menghampiri Ellena dan memeriksa apakah dia terluka.
"Kau ini. Sudah besar tapi masih seperti bocah. Lihat, kau terluka." Omel Steven melihat luka di lutut kanan Ellena yang tampak berdarah.
"Tidak perlu mengomelimu sampai seperti itu, Tuan Xiao. Lagipula aku tidak apa-apa dan ini hanya luka kecil saja." Ujar Ellena meyakinkan.
Belum sempat Ellena berdiri dari jatuhnya, tiba-tiba Steven sudah mengangkat tubuhnya bridal style. "A-Apa yang kau lakukan? turunkan aku, aku bisa berjalan sendiri. Lihatlah, orang-orang melihat kita." Ellena menunduk, menyembunyikan rasa malunya.
"Tidak, nanti kau bisa terjatuh lagi." Steven menatap Ellena dengan tegas.
Sedangkan yang di tatap hanya bisa menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan menundukkan kepala. Steven membawa Ellena ke pinggir Jembatan Banpo agar mereka bisa menikmati lebih jelas pemandangan Sungai Han hari ini.
Steven menurunkan Ellena saat mereka sudah berada di pinggir jembatan, Ellena langsung meninggalkan pemuda itu beberapa langkah di belakangnya. Ellena mengalungkan tangannya pada pagar jembatan, kedua matanya perlahan terpejam. Dalam-dalam dia menghirup nafas dan mengeluarkan perlahan.
Sepasang mutiara abu-abu milik Steven tak lolos sedikit pun dari sosok jelita yang berdiri disampingnya. Dia menatap sisi wajah Ellena. Kemudian Steven ikut melakukan apa yang Ellena lakukan. Pemuda itu memejamkan matanya, mereka berdua terdiam untuk beberapa lama, tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
Merasa bosan dengan apa yang dia lakukan, tangan mungil Ellena mencoba mencapai air mancur yang berada dibawahnya,
"Jangan melakukan hal bodoh Ellena Su, kau bisa terjatuh dan tenggelam di bawah sana." Ujar Steven mengingatkan.
Ellena mengangkat wajahnya. Dia sedikit merinding melihat sorot mata Steven yang berubah datar dan tajam. Rasanya dia seperti ditelanjan** hanya dengan sorot matanya saja. Menegang melihat tatapan Stevan, tatapan tajamnya tak ada bedanya dengan tatapan Keanu ketika menatapnya.
Sejenak keheningan menyelimuti kebersamaan mereka berdua. Keduanya sama-sama diam dalam kebisuan.
Angin yang kembali bertiup mulai berhembus dan menerpa tubuh Ellena, ia mulai merapatkan mantelnya dan memeluk tubuhnya dengan kedua tangan sendiri, maklum Seoul sudah mulai memasuki musim gugur.
Steven yang melihat hal itu segera menghampiri Ellena, lalu memeluknya dari belakang. Dan apa yang dia lakukan membuat Ellena terlonjak kaget. Gadis itu berusaha melepaskan pelukan Steven, namun pelukan itu malah semakin erat.
"Maafkan aku karena sudah membentakmu, aku hanya tak ingin kau terluka lagi. Apakah kau masih merasa kedinginan? Apakah sudah hangat?" Ellena tertegun mendengar ucapan Steven, tanpa sadar wajahnya memerah, ia hanya bisa menganggukan kepalanya.
Steven mengeratkan pelukannya, ia menatap wajah Ellena dari samping, Ellena menundukkan wajahnya ditatap seperti itu membuatnya gugup setengah mati. Katakan saja jika Ellena gila. Tapi dia merasakan getaran yang sama seperti saat ketika Keanu bersamanya. Bisakah hal itu juga disebut cinta??
-
Bersambung.
Like komentnya jangan pelit dong riders, biar Authornya makin semangat 😭😭😭🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Febby Fadila
ellena ingat suami kamu ya walaupun steven adalah keanu
2024-11-12
0
Tikha Arsyila
harus nya sebagai keanu marah elena jln sama laki² lain tanpa ijin dlu sama suami nya...dan elena malah menerima perlakuan baik dri laki-laki lain padahal dia sudh punya suami...author nya lupa klo kean dan stev adlh org yg berbeda menurut elena
2022-08-21
2
LisSari 🐬
ell
2022-07-20
0