Setelah selesai makan siang, merekapun kembali ke tempat masing-masing.
Mario kembali ke kantornya dengan raut wajah lesu, begitu juga sebaliknya dengan Dinda.
Ada rasa berkecamuk dalam benak mereka.
Mario dengan rasa kecewanya, sedangkan Dinda dengan rasa bersalahnya terhadap Mario.
Ingin rasanya ia menangis saat ini juga, namun ia harus mampu menahan agar jangan sampai terlihat sedih dihadapan ibunya.
Dinda berusaha untuk tersenyum kepada ibu yang sedang menatapnya.
"Din.. ibu kapan bisa pulang nak?" ucap ibu yang sudah ingin secepatnya kembali ke rumah.
Dinda duduk di samping ibu, dan menatap raut wajah ibunya, " sabar ya buk... tunggu dua atau tiga hari lagi." ucap Dinda seraya mengelus-elus lembut lengan ibu.
Ibu menghela nafas, "maafkan ibu ya nak? ibu sudah sangat merepotkan mu." Ucapnya pelan.
"Ibu jangan ngomong seperti ituu..., Dinda ini anak ibu, sudah sewajarnya mengurus orang tua. Jadi ibu gak perlu minta maaf." ucap Dinda.
Ibu tersenyum mendengar perkataan Dinda.
"Ibu boleh minta sesuatu sama kamu gak Din..?" tanya ibu lembut.
Dinda membalas senyuman ibu "tentu saja boleh dong buk ...ibu mau apaa?" tanyanya lembut.
"Ibu mau kamu berumah tangga, biar ibu tenang kalau suatu saat ibu meninggalkanmu nak." ucap ibu lirih, menahan tangis.
Deg
Jantung Dinda berdetak, hatinya terenyuh.
Ada rasa takut dalam benaknya.
"Ibu jangan ngomong gitu ah, Dinda gak suka." ucapnya sembari memeluk tubuh ibu.
"Ibu jangan tinggalin Dindaa..." ucapnya lirih.
"Setelah ayah, Dinda cuma punya ibuu.. Dinda gak punya siapa-siapa lagi selain ibuk.. jangan tinggalin Dinda ya buk.. jangan pergii..." tangis Dinda seketika pecah, dia memeluk erat tubuh ibunya.
Dia menangis, batinnya terasa sakit membayangkan jika ibu pergi meninggalkannya .
"Ibu harus kuat buk.... demi Dinda, Dinda akan terus berusaha untuk ibuk...untuk pengobatan ibuk... sekalipun Dinda harus menukarnya dengan nyawa Dinda sendiri buk.. Dinda akan lakuin apapun untuk kesembuhan ibuk..." ucapnya lirih, sembari menangis hingga sesenggukan.
Begitu pula dengan ibu, yang juga ikut menangis tak mampu menahan kesedihannya.
"Ibu sudah tua naak...ibu takut ibu gak kuuaat..." lirih ibu.
"Ngga buk...nggaa, ibu harus kuat, Dinda yakin ibu pasti sembuh." ucapnya menyemangati walau terasa perih.
"Ibu hanya i_"
"ssstttt, cukup buk...cukup, ibu jangan mikir yang macem-macem lagi yaa...,Dinda yakin ibu kuat, ibu pasti sembuh." ucapnya menghentikan ucapan ibu seraya mengusap lembut air mata ibu.
Ibu hanya terdiam, tak mampu berkata-kata lagi. Melihat Dinda yang begitu gigih menyemangatinya, menguatkannya, menyayanginya, hanya bisa pasrah dengan keadaan dan rasa sakit yang teramat sakit ia rasakan.
Ibu tak ingin membuat Dinda bersedih, hanya bisa berharap dan memberikan do'a terbaik untuk Dinda, semoga kelak Dinda akan mendapatkan suami yang sangat menyayanginya seperti Dia yang teramat sangat menyayangi ibu.
*******
Sementara ditempat lain, ada Mario yang sedang duduk termenung di sofa.
Pikirannya tertuju kepada Dinda, masih teringat jelas dengan penolakan Dinda untuk menikah dengannya.
Walaupun penolakan itu dilakukan Dinda secara halus, namun tetap saja membuat Mario kecewa.
Akan tetapi, Mario juga tak ingin memaksa Dinda, dia harus lebih bersabar dan mengerti kondisi ibu Dinda saat ini.
*****
Tiba-tiba, ia teringat tentang ucapan Aldo yang dulu pernah terdengar jelas di telinganya.
Selama janur kuning belum melengkung, itu artinya Adinda masih milik bersama.
Seperti itulah kata-kata Aldo yang masih terngiang dipikiran Mario.
"Aku tidak akan membiarkan Dinda menjadi milik orang lain, tidak terkecuali." batin Mario.
Mario termenung, pikirannya bercampur aduk.
Ada rasa takut yang tiba-tiba menyelimuti pikirannya, sehingga membuatnya tak tenang.
Tiba-tiba saja..." Tuan..Tuan Aldo menelpon." ucap Yudha menyadarkannya.
Mario menatap ke arah Yudha, sembari mengerutkan kedua alisnya.
"Aldo? untuk apa dia menelpon?" tanya Mario sedikit heran, karna sejak perkelahian itu Aldo dan Mario putus kontak.
Sejak itu Aldo langsung berangkat ke Bandung tanpa memberitahu Mario.
Mario langsung mengambil ponsel Yudha dan segera menjawab telpon dari Aldo.
"Ya hallo"
Mario menjawab sedikit kasar.
"Yo, loe harus cepet ke Bandung."
Mendengar suara Aldo yang sepertinya sedang ada masalah, Mario langsung merasa cemas.
"Memangnya kenapa? ada apa?"
"Ada masalah dengan proyek kita."
"Oke-oke, gua akan segera ke sana."
Mario pun langsung menutup telpon dan memberikan ponsel kepada Yudha.
"Carikan tiket, kita akan terbang ke Bandung hari ini juga." ucapnya kepada Yudha..
"Baik Tuan." jawab Yudha singkat dan segera ia memesan tiket via online.
Bersambung epd 19
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments