epd 07

Mereka larut dalam buaian asmara, saling menyatu satu sama lain, menikmati ci***n romantis mereka.

Selang berapa lama, tiba - tiba Dinda menyudahi adegan mereka dengan mendorong sedikit dada bidang Mario.

Mario yang mengerti pun akhirnya menghentikan aksinya, dan menatap raut wajah Dinda yang tertunduk.

Dinda merasa malu, dia tidak berani untuk kembali menatap Mario.

Mario menggenggam erat tangan Dinda, sambil berkata "maafkan aku.." ucap Mario perlahan namun cukup jelas terdengar ditelinga Dinda.

Dinda diam tak menjawab, debaran jantungnya sangat kuat.

Dinda mengumpat dirinya sendiri, dia merasa bahwa dirinya terlihat seperti wanita murahan di depan Mario.

Sungguh dia tidak menyangka bisa membalas cium*n Mario.

Dinda menggigit sedikit bibir bawahnya sambil memejamkan mata, mengingat apa yang sudah terjadi.

Dinda berusaha melepas genggaman Mario yang begitu erat, namun berhasil ia lepaskan.

Dinda segera mengemasi barang - barangnya, dan hendak keluar dari ruangan Mario.

Sementara Mario hanya terdiam mengamati gerak gerik Dinda, ada rasa bersalah dihatinya.

"Maafkan aku jika ini menyakitimu, tapi aku melakukannya dalam keadaan sadar, aku melakukannya karena cinta, aku mencintaimu Adinda Larasati." ucap Mario dengan pasti dan terdengar sangat jelas.

Dinda yang mendengarnya pun tersentak, seketika air matanya menggenang menghiasi indah bola matanya.

Dengan segala perasaan yang bercampur aduk, membuatnya ingin menangis saat itu juga, namun dia mencoba untuk menahan agar jangan sampai menetes.

Dinda diam tak menjawab sepatah kata pun, dia segera beranjak dari duduknya, namun kalah cepat dengan Mario yang sudah berdiri menahannya.

Mario memegang lengan Dinda sembari bertanya..."apa kau marah padaku?" ucap Mario pelan.

Dinda yang bingung dengan sikap Mario akhirnya memberanikan diri untuk menoleh menatap Mario sembari berkata...

"Untuk apa aku marah? aku hanya ingin pulang, Ibu sudah menungguku di rumah." jawab Dinda.

"Aku akan mengantarmu, aku tidak akan membiarkanmu pulang sendirian." ucap Mario.

"Tidak, tidak usah! aku bisa pulang sendiri." Dinda menjawab sambil melepas genggaman Mario dan berlalu pergi meninggalkan Mario yang masih saja menatapnya.

Mario hanya menatap kepergian Dinda, namun tak berusaha mengejar, karna dia tau itu akan membuat Dinda tambah marah kepadanya.

Setelah Dinda menghilang dari pandangannya, dia tertegun dan batinnya berkata..

"Ya Tuhan...,apa yang sudah ku lakukan padanya? apa dia marah padaku? apa dia akan membenciku?" gumam Mario sembari mendudukkan bokongnya disofa.

"Huuufff" Mario menghela nafas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Dia memegangi kepala dan menggenggam rambutnya, "Kalau dia marah padaku dan membenciku, kenapa tadi dia membalas ciumanku? apa itu tandanya dia juga mencintaiku?" gumamnya, masih membatin.

"Aaakh.. sudahlah, besok aku akan menemuinya lagi, dan meminta maaf padanya." ucap Mario berusaha untuk tenang.

Mario beranjak dari duduknya menuju meja kerjanya, segera ia membereskan barang - barang dan langsung meraih ponselnya untuk menghubungi Yudha.

*****

Ditempat lain, ada Dinda yang baru saja sampai dihalaman rumah, dia segera memarkirkan motornya dan masuk kedalam rumah.

"Assalamualaikum, buk... Dinda pulang.." ucap Dinda memberi salam seraya memanggil ibunya.

Dinda mencari-cari keberadaan ibunya yang tak terlihat oleh pandangannya.

Dari arah kamar mandi terdengar suara gemericik air, tak begitu lama ibu keluar dari kamar mandi.

"Kenapa baru pulang selarut ini Din? tanya ibu sambil memandangi Dinda.

Dinda menghampiri ibu sembari meraih dan mengecup lembut pucuk tangan ibu.

"Maafin Dinda ya buk, Dinda banyak kerjaan di kantor.. jadi harus menyelesaikannya terlebih dahulu, makanya Dinda pulang terlambat." ucap Dinda menjelaskan.

"Ya sudah, sana mandi dulu! habis itu kita makan, ibu sudah menunggumu sejak tadi." jawab ibu sambil menyiapkan makan malam.

"iya buk..." Dinda menjawab sembari berjalan menghampiri kamarnya.

Setelah sampai didalam kamar, Dinda melempar tasnya di atas kasur, dan segera merebahkan tubuhnya sejenak.

"Aaahhh, hari yang melelahkan." Dinda menatap langit - langit kamar, masih teringat jelas didalam pikirannya tentang kejadian tadi.

Perlahan jari telunjuknya meraba bibir mungilnya, masih terasa ciu*an lembut bibir Mario yang membekas di bibirnya.

Dinda tersenyum saat membayangkannya, batinnya berkata "apa yang terjadi padaku? mengapa tadi aku tidak menolaknya? Dan mengapa aku membalasnya? apa aku sudah jatuh cinta padanya..?"

"huuuhhh" Dinda menghela nafas panjang, berfikir sejenak.

"Lalu bagaimana dengan dia..? apa dia benar - benar mencintaiku seperti apa yang diucapkannya tadi? atau.. dia hanya ingin mempermainkan ku saja?" lanjutnya masih membatin.

Begitu banyak pertanyaan dalam benaknya.

"Aaaakh," Dinda bangun dan beranjak menghampiri meja riasnya. Dia bercermin menatap lekat raut wajahnya sembari tersenyum tipis yang menyungging.

"Dinda... Dinda, apa yang sedang kau pikirkan? mana mungkin dia serius dengan ucapannya.. jangan terlalu berharap lebih, kau tidak pantas untuknya." gumamnya pada dirinya di cermin.

"Memangnya kau ini siapa..? kau bukan siapa - siapa baginya, kau hanya gadis miskin yang menumpang mencari sesuap nasi darinya." lanjutnya lagi.

"Huuufff," Dinda membuang nafas kasar, lalu menangis pelan karna tak ingin terdengar oleh ibunya.

Air matanya tumpah, baru kali ini dia merasakan jatuh cinta. Akan tetapi dia harus berusaha menepis perasaannya, dia merasa dirinya tidak pantas untuk seorang Mario Hadinata (pemilik Hadinata group).

*****

Sementara itu, di ruang makan ada ibu yang sudah siap dengan segala hidangan dimeja, walaupun tak terlalu mewah, namun ibu dan Dinda selalu mensyukurinya dan merasa bahagia.

Ibu memandangi pintu kamar Dinda yang tertutup, "Din...,kenapa lama sekali...? cepatlah mandi.. ibu sudah lapar..." teriak ibu.

Dinda yang mendengar teriakan ibu pun menjawab, " i_ iya buk... sebentar." ucap Dinda dengan terbata - bata.

Dinda segera menghapus air matanya, dia tak ingin terlihat sedih didepan ibunya.

Dinda segera mengambil handuk dan berjalan menuju keluar kamar.

Setelah pintu kamar terbuka, Dinda melihat ibu yang sudah siap dengan hidangan dimeja makan.

Dinda tersenyum menghampiri ibu sambil berkata "buk.. kalau ibu sudah lapar, makan saja dulu.. tidak usah menunggu Dinda. Lagi pula, Dinda juga belum lapar buk.." ucap Dinda lembut kepada ibu.

Ibu menatap Dinda dengan tersenyum kecil, "tidak apa-apa Din... ibu akan menunggumu, kita makan sama - sama ya.." ucap ibu.

Mendengar ucapan ibu, Dinda tersenyum manis dan berlalu meninggalkan ibu hendak masuk ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Dinda dan ibu langsung menyantap makan malam bersama.

Ditempat lain ada Nyonya Ratih ( Mama kandung Mario), dan Tuan Hadinata Raharja ( papa kandung Mario), serta Karina Putri Hadinata ( kakak kandung Mario) yang sedang berkumpul diruang tv.

"Karin, Vino mana..? kok dari tadi mama gak liat..?" Mama menanyakan keberadaan Vino ( putra semata wayang Karina ).

"Udah tidur Ma.., besok harus bangun lebih awal, katanya ada ulangan." jawab Karin sambil menatap layar tv.

"Ooh.., pantesan Mama gak liat." saut Mama sambil membuka bungkus cemilan.

Tin tin...

Tiba - tiba terdengar suara klakson mobil, Mario yang baru tiba segera turun dari mobilnya.

Sementara Yudha langsung kembali ke kediamannya.

"Nah, tuh Mario datang." ucap karin.

Namun mama masih saja melanjutkan obrolannya, "Rin...,kamu kapan nih ngasi Mama cucu lagi..? Vino kan udah gede, udah gak bisa digendong lagi..." tanya Mama lembut.

"Rasanya kurang, kalau cuma punya satu cucu ya Pa..?" tanya Mama lagi sambil menatap kearah Papa.

Papa mengalihkan pandangannya dari layar tv kearah Karin, "Mamamu benar Rin...nambah satu lagi ya.." ucap papa merayu.

Karin menatap jengah kepada kedua orang tuanya, "ngga dulu deh Ma.. Pa.., soalnya aku sama mas Hendra masih sibuk, ngurus proyek kita yang diluar negeri.. mana harus bolak balik ke Indonesia, jadi belum ada kepikiran buat nambah momongan." jelas Karin.

"Kalo Mama sama Papa mau cucu lagi.. minta tuh sama Mario." sambung Karin sembari tersenyum menyeringai.

Mama dan Papa menatap Karin bersamaan sambil mengerutkan alis mereka.

"Lho...kok jadi Mario sih..?" tanya Mama heran.

Sedangkan dari arah luar, ada Mario yang sedang berjalan masuk menuju ruang tengah.

"Nah, tu orangnya.. panjang umur kamu Yo, baru aja disebut!" ucap Karin sambil memandang ke arah Mario.

"Hai Ma, Pa, kak " sapa Mario sembari menghampiri Mama dan Papa dan menyelip duduk diantara keduanya.

Mario mengecup lembut pipi kedua orang tuanya, "lagi pada ngomongin apaan sih? kelihatannya serius amat, pake nyebut - nyebut namaku segala." tanya Mario kepada Mama, Papa dan kakaknya.

Karina langsung menjawab pertanyaan Mario, "ini.. Mama dan Papa tu tadi nyuruh aku buat nambah momongan Yo.. pengen debay lagi katanya, biar bisa digendong..." ucap Karin.

Mario menyimak, sambil mengerutkan alisnya "lalu apa hubungannya denganku?" tanya Mario tak mengerti.

"Ya.. kan aku nyuruh Mama dan papa mintanya sama kamu!." saut Karin sambil menyunggingkan senyum tipis.

"Haaahh, kenapa harus mintanya sama aku? trus aku bikinnya sama siapa? sama guling?" tanya Mario kesal.

Mama, papa dan Karin tertawa bersamaan mendengar ucapan Mario.

"Makanya.. cepetan nikah dong.. biar bisa kasi Mama dan Papa cucu baru." saut Karin santai.

"Kakakmu benar Yo.. sampai kapan kamu mau sendiri terus..?" sela Papa.

"huuuhhh" Mario menghela nafas panjang, seraya bangkit dari duduknya.

"Sampai aku menemukan wanita yang tepat untuk menjadi ibu dari anak - anakku." jelas Mario, lalu pergi meninggalkan mereka yang sedang menatap ke arahnya.

"Mau kemana kamu Yo..?" tanya mama sambil memandangi punggung anak lelakinya.

Langkah Mario terhenti dan menoleh, " aku keatas dulu Ma, mau mandi. Badanku udah lengket semua." Mario menjawab dan kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga hendak menuju ke kamarnya yang berada dilantai dua.

Sedangkan Mama, papa dan kakaknya menatap kepergian Mario dan melanjutkan obrolan.

Setelah sampai didalam kamar, Mario langsung membuka pakaiannya, dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah terasa sangat lengket.

Bersambung epd 08

Alhamdulillah, selesai epd 07. Maaf ya...masih terlalu kaku, maklum baru pemula😁

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!