epd 17

Tanpa berkata apa-apa, Mario langsung menarik tangan Dinda menghampiri meja.

Kini mereka duduk saling berhadapan.

"Silahkan Tuan.. Nona.." ucap pelayan memberikan daftar menu.

Mario tersenyum kepada pelayan, dan beralih kepada Dinda.

"Kamu mau makan apa Din?" tanyanya, sesekali mengalihkan pandangan ke daftar menu.

Dinda tampak kebingungan melihat isi daftar menu tersebut.

"Membaca daftarnya saja lidahku sudah merasa aneh." batinnya.

Mario mengerutkan ke dua alisnya, karena Dinda tak menjawab, masih mengamati daftar menu.

"Din, kamu mau makan apa..?" sekali lagi dia bertanya.

"Saya minum aja deh pak, soalnya saya masih kenyang." ucap Dinda.

"Kamu yakin gak mau makan?" tanya Mario

"Iya pak, tadi saya udah makan ko pak." jawab Dinda, berbohong.

Mario masih mengamati raut wajah Dinda.

"Dia bilang sudah makan, tapi mengapa wajahnya terlihat pucat?" benaknya.

"Aku ke sini karena mau makan sama kamu Din.." ucapnya memelas. "Kalau kamu gak mau makan, aku juga ngga deh." lanjutnya, sedikit ngambek.

Dinda yang mendengar ucapan Mario, tertawa kecil.

"Hihi.. bapak tu kaya anak kecil tau gak? pake acara ngambek segala." ucapnya, merasa lucu.

"Ya kan, aku mau makan siang sama kamu.."ucap Mario, manja.

"Iya deh... dari pada bapak gak makan, nanti bapak malah sakit, trus kalo bapak sakit, nanti saya yang disalahkan orang tua bapak." jawab Dinda panjang lebar.

Mario tersenyum sumringah, " kalo gitu saya pesan foie gras satu, sama creme brulee satu." ucap Mario kepada pelayan.

Pelayan itu mencatat. " minumnya apa Tuan?"

"Minumnya lemon tea aja deh." lanjut Mario.

"Okee" ucap pelayan.

Pelayan itu mengalihkan pandangan ke arah Dinda, " Nona mau pesan apa?" tanyanya.

Dinda nampak berfikir, " emm, samain aja deh mba." ucapnya seraya tersenyum.

"Wah... ternyata selera kita sama." ucapnya Mario, senang.

Dinda tersipu malu, sebenarnya dia tidak mengerti dan belum pernah makan makanan seperti ini.

Setelah selesai mencatat pesanan, pelayan itupun pergi meninggalkan mereka berdua.

"Kalau begitu saya permisi dulu, silahkan ditunggu Tuan,Nona.." ucapnya.

"Oke mba" jawab Mario singkat.

****

Sambil menunggu pesanan tiba, mereka melanjutkan obrolan.

"Oh ya Din, gimana kabar ibu kamu?" tanyanya.

"Huuuhhh.." Dinda menghela nafas panjang.

Dia tak ingin menceritakan tentang kondisi ibu nya kepada siapapun, karna dia tidak ingin merepotkan orang lain nantinya.

Mario mengerutkan kedua alisnya, "kenapa Din?" tanya Mario heran.

"Emm... gapapa ko pak, kondisi ibu saya sudah mulai membaik, mungkin dua atau tiga hari lagi bisa pulang." ucapnya, berbohong.

"Oohh... kalau begitu baguslah, aku ikut senang mendengarnya." ucap Mario.

Mario terdiam sejenak, mempersiapkan kata-kata yang tepat untuk ia ucapkan.

Mario mulai menggenggam tangan Dinda, sembari menatap dalam bola mata Dinda.

"Din, nanti kalau ibumu sudah pulang ke rumah, aku akan segera melamar mu, kamu mau kan menikah denganku?" ucap Mario menunjukkan keseriusannya.

Deg

Seketika jantung Dinda berdegup, "me_ menikah?" ucapnya terbata, sedikit tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Iya, aku ingin menikahi mu." jawab Mario dengan tegas.

Deg deg deg

Debaran jantung Dinda semakin kuat, tampak gugup dari raut wajahnya.

Sungguh dia tidak menyangka, bahwa Mario akan serius dengannya.

"Ma_ maaf pak, saya belum siap." ucap Dinda terbata sembari menundukkan wajahnya.

"Kenapa? apa kau tidak mencintaiku? tanya Mario.

" Bu_ bukan begitu pak..., sa_saya hanya ingin memastikan kondisi ibu saya dulu. Saya takut jika saya menikah nanti, saya tidak bisa membagi waktu saya untuk ibu pak..." ucap Dinda masih terbata seraya memasang raut wajah memelas.

Mario menghela, "aku tidak keberatan jika kau menghabiskan waktu lebih banyak untuk ibumu sayaaang..." ucap Mario lembut.

Dinda mengangkat wajahnya, lalu menatap lekat raut wajah Mario.

" Jangan sekarang pak, saya mohon.. beri saya waktu." ucap Dinda lagi, berharap.

Mario menghela nafas panjang, seraya tersenyum paksa.

"Baiklah, aku akan menunggumu sampai kau benar-benar siap menikah denganku." ucapnya.

Dinda merasa serba salah dan merasa tak enak hati dengan Mario, namun dia harus melakukannya demi ibu yang lebih membutuhkan dirinya.

Seketika suasana menjadi hening, Mario dengan rasa kecewanya, sementara Dinda dengan rasa serba salahnya.

Dinda mencintai Mario, namun lebih mencintai ibunya yang merupakan harta tak ternilai dalam hidupnya, amanah dari almarhum ayahnya yang harus tetap ia jaga, untuk selalu menjaga dan melindungi ibunya.

Dinda sangat berpegang teguh pada janjinya, hingga dia mengesampingkan urusan pribadinya termasuk menyangkut urusan hati.

Mario mencoba untuk mengerti dengan penolakan Dinda, walau itu membuatnya sedikit kecewa. Namun dia akan terus berusaha menunggu Dinda, hingga waktunya tiba.

"Permisi Tuan..Nona!" ucap pelayan yang tiba-tiba memecah keheningan antara keduanya.

Pelayan itupun menghidangkan beberapa makanan yang mereka pesan.

"Silahkan Tuan.. Nona!" lanjut pelayan itu mempersilahkan makan.

"Iya, terimakasih mba!" ucap Mario dan Dinda bersamaan.

"Sama-sama Tuan,Nona! saya permisi dulu." ucap pelayan itu, hendak beranjak pergi.

"Iya, silahkan mba.." saut Mario.

Pelayan itupun segera meninggalkan mereka berdua, sementara Mario dan Dinda langsung menikmati makanan yang sudah tersedia.

Suasana hening kembali menyelimuti mereka berdua, tampak Mario yang sangat menikmati makanannya.

Akan tetapi tidak dengan Dinda, dia merasa lidahnya kurang bersahabat dengan makanannya.

"Kenapa rasanya aneh begini sih?" batinnya.

Dia mengaduk-aduk makanannya, sambil sesekali melirik kearah Mario.

"Apanya yang enak? aneh begini." lanjutnya, masih membatin.

Mario menghentikan makannya, menatap kearah Dinda.

Mario tersenyum kecil, "kenapa makannya cuma diaduk-aduk?" tanyanya lembut.

Dinda tersadar, sembari tertawa kecil.

"Saya gak biasa makan makanan seperti ini pak..., lidah saya sudah terbiasa dengan masakan indonesia." ucapnya polos.

Mario yang mendengar kepolosan Dinda pun tertawa lebar. " Kenapa tidak bilang dari tadi? pake ikut-ikutan pesan makanan yang sama." ucapnya meledek.

"Iiihh bapak, abisnya semua makan disini aneh, saya mana ngerti makanan kaya beginian pak...." ucap Dinda sebal, dan membuat Mario kembali tertawa.

"Ya sudah, sini aku suapin. Biar lidah kamu terbiasa." ucapnya menggoda.

Sontak membuat raut wajah Dinda memerah, menahan malu.

Tanpa banyak berbasa-basi, Mario segera menyuapi Dinda dengan penuh perasaan. Sedangkan Dinda merasa canggung dengan perlakuan Mario terhadapnya, namun ada rasa senang dihatinya.

Bersambung epd 18

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!