epd 09

Bu Sandra menghampiri Ane ( rekan kerja Dinda), "ne', kamu lihat Dinda ngga..? dari tadi saya cari-cari dia tapi gak ketemu..." tanya bu Sandra sembari mengarahkan pandangannya ke sana kemari.

"Wah.. sepertinya Dinda memang belum datang buk, soalnya sejak saya datang tadi sampai sekarang kursinya masih kosong tuh buk.." jawab Ane sembari menunjuk kearah kursi Dinda.

"Aduuuh... kira-kira kemana ya dia?" bu Sandra bertanya sambil menunjukkan raut wajah bingung.

"Emmm, mungkin dia lagi ada urusan keluarga buk, atau mungkin dia lagi sakit. Makanya dia hari ini gak bisa masuk." jawab ane menerka.

"Iya sih.. bisa jadi. Soalnya gak biasanya dia telat." saut bu Sandra.

"Memangnya ada apa ibu mencarinya? tanya Ane lagi.

"Ini.. semalam saya minta Dinda untuk menyelesaikan berkas buat meeting nanti siang." jawab bu Sandra. "bisa mati saya kalau jam 1 siang nanti berkasnya belum ada ditangan saya." lanjutnya, merasa takut.

"Wah.. gawat juga ya buk.. itu sama aja bangunin singa yang lagi tidur buk.. hehe.." jawab Ane meledek bu Sandra sembari tertawa kecil.

Seketika raut wajah bu Sandra berubah, muram.

Beberapa menit kemudian, tiba-tiba terdengar suara yang memanggil bu Sandra.

"Bu Sandra.. Tuan Mario memanggil anda." ucap Yudha yang membuat bu Sandra semakin gelisah.

Raut wajah bu Sandra memucat, "aaduuuh... tamat riwayatku." gumam bu Sandra pelan.

"Baik pak," sahutnya sembari berjalan menjurus dibelakang Yudha.

******

Ditempat lain, ada Dinda yang masih setia menunggu ibunya diruang tunggu.

Dia sudah tidak sabar menunggu dokter keluar dari ruang ICU.

Setelah hampir satu jam dia menunggu, akhirnya pintu ruang ICU dibuka.

Terlihat seorang dokter muda keluar dari ruangan itu.

Dinda segera menghampiri dokter dan bertanya tentang keadaan ibunya.

"Dok, bagaimana dengan ibu saya Dok..?"

Dokter tersenyum "bisa kita bicara diruang saya Nona?" tanya sang dokter.

"Iya bisa Dok." jawab Dinda sambil mengikuti langkah dokter.

Setelah sampai diruang dokter, Dinda dipersilahkan masuk dan duduk berhadapan dengan dokter.

Dokter menatap Dinda sambil berkata

"Saat ini anda tidak perlu khawatir, karna ibu anda sudah melewati masa kritisnya."

Dokter berhenti sejenak, dan menghela nafas panjang. Lalu melanjutkan ucapannya kembali.

"Akan tetapi.. untuk saat ini saya belum bisa memastikan kondisi ibu anda yang lebih akurat.

Dikarenakan kita harus menunggu hingga hasil labnya keluar besok." ucap dokter memberi keterangan.

Mendengar penjelasan dari sang dokter, Dinda mencoba bersikap tenang berharap hasilnya akan baik-baik saja.

"Kita sama-sama berdoa.. dan kami pun sebagai team medis akan berusaha melakukan yang terbaik untuk ibu anda." lanjut Dokter, menyemangati.

"Iya Dok, saya juga berharap ibu saya akan baik-baik saja." ucap Dinda sembari mencoba untuk tersenyum menutupi kesedihannya.

"Kalau begitu saya permisi dulu Dok, terimakasih untuk waktunya." lanjut Dinda mengakhiri obrolan.

"Iya sama-sama nona, sudah kewajiban saya sebagai seorang dokter untuk membantu pasien saya." jawab Dokter seraya tersenyum kepada Dinda.

*****

Satu jam kemudian, ibu Dinda dipindahkan keruang perawatan.

Dinda bisa sedikit lega melihat ibunya tersenyum kearahnya.

Dinda duduk disisi ranjang, sambil mengusap lembut pucuk kepala sang ibu.

Dia membelai rambut ibu, "buk.. apa yang ibu rasakan? apa ada yang sakit? tanya Dinda lembut.

Ibu menatap lekat bola mata Dinda yang sembab "ibu baik-baik saja Din.. mungkin ibu hanya sedikit kelelahan saja." ucap ibu.

Dinda tersenyum kecil, sambil mengecup lembut pucuk kepala ibu.

"Ibu istirahat ya.. biar cepat sembuh..,biar kita bisa kumpul lagi di rumah." ucap Dinda lembut.

Ibu mengangguk pelan sambil memejamkan matanya, sampai akhirnya ibu pun tertidur.

Setelah memastikan kondisi sang ibu, dia memutuskan untuk pergi kekantor sebentar, mengingat ada berkas yang harus diserahkannya kepada bu Sandra.

Dia menuliskan nomor ponselnya disecarik kertas untuk diberikan kepada suster jaga.

Dinda beranjak keluar dari ruang perawatan dan pergi menghampiri salah satu suster.

"Sus, saya titip ibu saya ya..? kalau ada apa-apa.. tolong hubungi saya ke nomor ini." ucap Dinda sambil memberikan kertas kecil.

Suster itupun mengambil kertas yang diberikan Dinda "iya baik Nona.." jawab suster.

Dinda pun berlalu meninggalkan area rumah sakit dengan sangat terpaksa.

Sebelum dia memutuskan untuk menuju kantor, terlebih dahulu dia kembali ke rumah untuk mengambil ponsel dan berkas yang masih tertinggal di rumah.

*******

Sementara ditempat lain, ada bu Sandra yang sudah berada di ruangan Mario.

Bu Sandra berdiri dengan perasaan sangat takut, dia mencoba mengulur-ngulur waktu dan berharap Dinda segera datang.

Sedangkan Mario, dia menatap bu Sandra, jengah.

"Bu Sandra, dari tadi saya bertanya.. mana materi untuk meeting nanti siang?" tanya Mario sedikit kasar.

Membuat bu Sandra semakin takut, "berkasnya ada pak, tapi..." ucap bu Sandra berat.

"Tapi apaa?" bentak Mario.

"Tapi ada sama Dinda pak." jawab bu Sandra dengan menundukkan wajahnya, tak berani menatap Mario.

"Sekarang mana Adinda?" tanya Mario lagi sedikit menurunkan emosinya.

"Itu dia masalahnya pak.. Adinda belum datang pak." jawab bu Sandra.

"Apaa? belum datang?" ucap Mario terkejut.

"Apa dia pernah terlambat sebelumnya?" tanya Mario lagi.

"Tidak pak, sama sekali tidak pernah." jawab bu Sandra. "Tadi saya sudah berkali-kali menelponnya pak, tapi sama sekali gak diangkat." lanjut bu Sandra memberanikan diri.

Mendengar ucapan bu Sandra membuat Mario cemas, dia meminta sang asisten untuk mencari keberadaan Dinda.

"Cepat cari dia, dan pastikan dia baik-baik saja." ucap Mario memberi perintah dengan nada tinggi.

"Baik Tuan." jawab Yudha dan segera keluar dari ruangan Mario.

Sementara bu Sandra hanya terdiam mengamati, didalam benak Bu sandra muncul tanda tanya, " kenapa dia terlihat begitu panik setelah tau Dinda tidak ada di kantor?" batinnya.

Bu Sandra memilih untuk duduk di sofa, karna dia lelah jika harus berdiri terus menerus.

Suasana begitu hening, Mario yang terlihat begitu cemas tiba-tiba saja meminta nomor ponsel Dinda kepada bu Sandra.

"Mana nomor ponsel Adinda, saya mau coba menelponnya." ucap Mario.

"Iya sebentar pak." jawab bu Sandra, sembari mengeluarkan ponselnya dan mencari nomor kontak Dinda.

Setelah didapatinya, dia segera mengirimkan nomor Dinda ke nomor kontak Mario

Tentu saja dengan cepat Mario langsung menghubungi Dinda.

Tut Tut Tut...

terhubung

"Hallo!"

"Hallo! ini Adinda Larasati kan?"

"Iya benar, ini siapa ya?"

"Sayang kamu dima_, maaf maksud saya.. kamu dimana Adinda?"

"Maaf, saya bicara dengan siapa ya?"

"Ini aku, Mario"

"Eh, bapak! maaf pak saya tidak tau kalau ini nomor ponsel bapak, soalnya saya gak nyimpen."

"Ya sudah, gapapa! kamu dimana sekarang?"

"kamu baik baik aja kan?"

"Iya pak, saya baik-baik aja ko pak.."

"Tapi sekarang saya masih di rumah pak.."

"Tadi ibu saya sakit, saya harus mengantar ibu saya ke rumah sakit dulu pak."

"Maaf kalau saya sudah sangat terlambat."

"Jadi ibu kamu sakit?"

"Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Iya pak, sekarang sudah agak mendingan kok pak."

"Kalau begitu syukurlah..."

"Tapi kamu bisa kekantor sekarang kan..?"

"Soalnya saya butuh berkas yang kamu kerjakan semalam."

"Iya bisa pak, saya juga sudah mau ke sana kok pak."

"Ya sudah, kamu hati-hati dijalan."

"saya tutup dulu telponnya ya.."

"Iya pak"

Tut Tut Tut....

Sambungan terputus

Mendengar kata sayang yang diucapkan Mario tadi, membuat mata bu Sandra membulat. Kecurigaannya semakin kuat bahwa terjadi sesuatu antara Mario dan Adinda.

Sementara itu Mario lanjut menghubungi Yudha.

Tut.. Tut.. Tut...

Terhubung

"Hallo Tuan!"

"Hallo Yud, kamu dimana?"

"Dijalan Tuan"

"Kamu kembali saja kekantor"

"Dinda juga sudah menuju kemari."

"Oh iya Tuan, baiklah."

Tut..Tut..Tut...

Sambungan terputus

Setelah menutup panggilan teleponnya, Mario akhirnya bisa bernafas lega, karna dia sudah bisa memastikan bahwa Dinda dalam keadaan baik-baik saja.

Setelah beberapa menit kemudian, Dinda akhirnya sampai diarea kantor di ikuti dengan Yudha.

Dinda masuk terlebih dahulu, dia langsung menghampiri Mario.

Tok tok tok

"Permisi pak.. ini saya Adinda."

"Iya silahkan masuk." saut Mario sambil menatap kearah Dinda.

Di ruangan Mario sudah ada bu Sandra yang sejak tadi sudah menunggunya.

Dinda tersenyum manis kearah keduanya, dia langsung menghampiri Mario.

"Ini pak berkasnya." lanjut Dinda sembari memberikan setumpuk kertas kepada Mario.

"Iya terimakasih." ucap Mario seraya membalas senyum Dinda.

Mario menatap kearah Dinda, terlihat jelas raut kesedihan dari wajahnya, matanya yang sembab dan terlihat pucat menandakan hatinya sedang tidak baik-baik saja.

Namun Mario tau, kalau itu pasti karna ibunya.

Sementara bu Sandra menatap aneh kearah Dinda.

Dinda menghampiri Bu Sandra yang sedang duduk di sofa.

Merasa dirinya ditatap seperti itu, Dinda mengerutkan kedua alisnya, "ibu kenapa menatap saya seperti itu? apa ada yang salah?" tanya Dinda heran.

"Nanti saja kita bicara, ada yang mau saya tanyakan kepadamu." jawab bu Sandra dengan nada pelan kearah telinga Dinda.

"Memangnya ada apa buk.. apa yang mau ibu tanyakan kepada saya.." tanya Dinda kembali.

"Udah.. nanti saja kita bicara, jangan disini." jawab bu Sandra sembari mengalihkan pandangannya kearah Mario.

Dinda hanya terdiam, sungguh dia tak mengerti dengan bu Sandra.

Setelah mengoreksi berkas yang diberikan oleh Dinda tadi, akhirnya Mario bicara.

"Bu Sandra, meeting nya kita undur jam 2 jam lagi. ucap Mario

"Baik pak, kalau begitu saya permisi dulu pak." jawab Bu Sandra sembari beranjak dari duduknya dan hendak keluar dari ruangan Mario.

Disusul Dinda yang juga meminta izin untuk segera kembali ke ruangannya.

"Kalau begitu saya juga permisi pak!" ucap Dinda

Mario menatap kearah Dinda.

"Tunggu dulu, kamu disini saja. Saya masih ada perlu sama kamu."

Mario menahan Dinda untuk tetap berada di ruangannya.

Dengan raut wajah bingung dia terpaksa menuruti perintah Mario selaku pimpinan.

Mario beranjak dari duduknya untuk menghampiri Dinda.

Namun Dinda segera berdiri, mengambil ancang-ancang akan berlari jika sesuatu terjadi padanya.

Mario berdiri menatap Dinda dengan memasukkan kedua telapak tangannya ke saku celana.

Dinda yang menyadari, merasa gugup sembari berkata "pak, tolong dong.. jangan tatap saya seperti itu.., jantung saya rasanya mau copot pak.." ucap Dinda polos membuat Mario tertawa kecil.

"Iisshhh, malah ketawa lagi, gak lucu."

ucap Dinda dengan raut wajah cemberut. Membuat Mario semakin gemas padanya.

Mario mendekatkan tubuhnya kearah Dinda, dan langsung memegang pinggang ramping Dinda dengan ke dua tangannya.

Dinda menatap lekat bola mata Mario, ingin mencari tau maksud Mario.

Mario menatap tajam bola mata Dinda, seraya tersenyum kecil tapi manis😊

"Aku cinta_" ucap Mario terputus.

"sssstttt" Dinda menutup bibir Mario dengan satu jari, agar tak bicara.

"Cinta itu... memang datang dari mata. Tapi.. jika kita sudah dipertemukan dan dihadapkan dengan cinta.. jangan gegabah dalam menghadapinya, karna.. bukan tak mungkin, cinta yang baru saja berbaik hati itu.. berbalik arah dan menyerang, dengan menjadikan cinta sebagai derita." ucap Dinda diakhiri dengan senyum yang mengembang.

Mendengar ucapan Dinda, Mario tersenyum senang. Jantungnya semakin berdetak kencang.

"Pintar sekali bicaranya?" ucap Mario sembari terus tersenyum, bahagia.

Lalu Mario mengarahkan bibirnya ke sisi teling Dinda. "Aku makin cinta sama kamu.." bisik Mario.

Dinda tersenyum lebar, sembari menggigit sedikit bibir bawahnya.

"Tuh kan.. mulai lagi deh gombalnya." ucap Dinda manja.

"Siapa yang gombal? aku gak gobal lho, aku serius." jawab Mario.

"Udah ah, waktunya kerja bukan pacaran." ucap Dinda yang tentu saja membuat hati Mario berbunga-bunga.

"Pacaran? wah... sepertinya lampu hijau nih." gumam Mario dalam hati seraya tersenyum.

Bersambung epd 10

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!