epd 15

Foto hanya sebagai pelengkap dalam cerita.

Mario meletakkan kembali ponselnya ke atas meja, lalu menyandarkan kepalanya di kursi.

"Kali ini aku ingin mendengar jawaban darimu." batinnya.

"Huuufff" Mario menghela sembari memejamkan mata, pikirannya terus tertuju kepada Adinda.

"Tuan, hari ini ada meating jam 01.00 siang.

Ucap Yudha membuyarkan pikiran Mario.

Mario melirik ke arah jam kecil yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Baru Jam 10.00" gumamnya dalam hati.

"Percepat saja meatingnya, nanti siang aku ada janji." jawab Mario.

"Baik Tuan."

Yudha segera menghubungi klien, meminta rapat dipercepat sesuai dengan instruksi dari Mario.

Setelah memutuskan tempat pertemuan, Mario dan Yudha segera menuju lokasi.

Mario tak ingin membuang-buang waktunya, mengingat akan bertemu Adinda saat makan siang nanti.

******

Adinda duduk bersantai di sofa, sambil menunggu jika ada dokter memanggilnya.

Dinda menatap ke layar ponselnya, berkali-kali dia membaca pesan dari nomer Mario.

Dinda menyandarkan kepalanya, sembari memejamkan mata.

Pikirannya tertuju kepada Mario.

Eh kok sama?

"Huuuuhh" Dinda menghela nafas panjang.

"Aku mencintaimu." batinnya.

Tiba-tiba, ruang rawat ibu di ketuk.

Dinda segera membuka mata sembari mengarahkan pandangannya ke arah pintu.

Tampak seorang suster tersenyum kepada Dinda sembari berjalan kearahnya.

"Nona.. Dokter meminta anda untuk menemuinya, mari!" ucap suster.

"Baik sus." jawab Dinda.

Suster itu pun keluar, disusul oleh dinda yang menjurus dibelakang.

Setelah sampai "permisi dok!" ucap Dinda menyapa sang dokter.

Dokter pun memandang ke arah Dinda, dan mempersilahkannya untuk duduk.

"Bagaimana dengan hasil lab ibu saya dok?" tanya Dinda yang tak sabar ingin mengetahuinya.

Dokter menghela nafas pelan, "seperti yang saya katakan, kita akan dapat mengetahui lebih jelasnya jika hasil lab sudah diketahui." ucap dokter.

"Dan hari ini.. hasil lab nya sudah keluar." lanjut dokter.

"Jadi bagaimana dengan hasilnya dok? apa ibu saya baik-baik saja?" tanya Dinda, cemas.

Dokter menelan saliva nya, sebelumnya saya minta maaf." ucap dokter. "Ternyata, kanker yang sudah di derita ibu anda mengalami kemajuan." lanjutnya.

Membuat Dinda semakin cemas.

"Maksud dokter?" tanya Dinda.

Dokter menghela nafas lagi, seakan berat untuk mengatakannya.

"Kanker darah yang di derita ibu anda, sudah memasuki stadium tiga." ucap dokter.

Dinda terkejut saat mendengar ucapan dokter.

Bagai petir menyambar, tubuhnya seketika melemah dan akhirnya...

"Apaa..?"

Seketika tubuh Dinda melemah, detak jantungnya semakin kuat, air matanya mulai menggenang. Dinda mulai melemas, dan akhirnya...

Bruuukkk

Tubuh Dinda jatuh ke lantai, dia tak sadarkan diri.

Dokter dengan cepat menggendong tubuh Dinda, dan membaringkannya di ranjang.

Segera Dokter memberi pertolongan kepada Dinda.

Tak berapa lama, Dinda pun tersadar.

Dia menangis memanggil ibunya.

"Ibuuuuuk... ibuuuk... kenapa ini bisa terjadi sama ibuuuk... tangis Dinda pecah, tubuhnya bergetar, dia berucap dengan sangat lirih.

Dinda menangis sejadi-jadinya sampai mengeluarkan cairan di hidung.

Dia sangat takut, takut kalau ibu tidak mampu bertahan dengan kondisinya.

"Nona.. tenangkan diri anda Nona." ucap Dokter.

Dinda menatap ke arah dokter.

"Apa ibu saya tidak bisa disembuhkan dok? tanyanya lirih sambil menangis.

"Masih ada cara nona... kita coba dengan kemoterapi." jawab dokter memberi harapan.

Mendengar ucapan dokter, Dinda segera menghapus air matanya dan beranjak turun dari ranjang.

"Kemoterapi dok?" tanyanya, seakan masih ada harapan.

"Iya benar, kita lakukan kemoterapi saja. Untuk memperhambat jalannya jaringan sel kanker." ucap dokter, menerangkan.

Dinda sedikit lega, "kalau begitu lakukan yang terbaik untuk ibu saya dok." ucapnya. "Saya percayakan semuanya kepada dokter." lanjutnya, berharap.

Dokter tersenyum, "Kita sama-sama berdoa Nona, dan saya beserta team medis akan berusaha semaksimal mungkin untuk menangani ibu anda." jawab dokter.

"Iya Dok, terima kasih."

"Sama-sama.." jawab Dokter.

Dinda pun keluar dengan wajah penuh kesedihan, air matanya terus mengalir.

Saat ini dia begitu rapuh, tubuhnya lemah.

Dia berjalan menuju ruang rawat ibu.

Namun ketika sudah berada di depan ruangan tersebut, Dinda tak mampu untuk masuk ke dalam.

Langkahnya terhenti, Dinda terduduk dilantai sembari bertekuk lutut.

Dia menangis sambil terisak.

Selang beberapa menit kemudian, Dinda mencoba memberanikan diri untuk menemui ibu, sembari menghapus air matanya.

Dia berjalan menghampiri ibu yang sedang menatapnya dengan raut wajah penuh tanda tanya.

"Kamu habis nangis Din..? tanya ibu yang melihat mata sembab Dinda.

"Dinda tersenyum paksa, "iya bu.. tadi perut Dinda sakit banget." ucapnya, berbohong.

"Kamu makan dulu Din, tadi pagi kan kamu belum sarapan." ucap ibu. "Pantas saja perut kamu sakit." lanjut ibu, percaya ucapan Dinda.

"Iya bu... nanti saja makannya, Dinda masih mau Disini." jawab Dinda sambil menggenggam tangan ibunya.

*******

Tak terasa jam hampir menunjukkan pukul 11.00 wib, waktunya istirahat siang.

Mario bergegas keluar dari kantornya, dia berjalan menuju area parkir.

Kali ini dia pergi sendiri tanpa di temani sang asisten.

Bersambung epd 16

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!