"Argghh!!" Arjuna memukul-mukul kemudi dengan tangannya, kesal.
Laki-laki itu merasa benci, marah dan kecewa dengan keadaan. Mengapa Juwita, tega membelenggunya seperti ini, sementara ia terlalu takut kalau wanita itu berbuat nekat. Tiba-tiba bayangan masa lalu sepuluh tahun yang lalu berkelebat dalam ingatan. saat itu mereka sedang makan di kantin kampus, Juwita termasuk wanita yang mencolok. Baik pria dan wanita, semua memandang takjub dengan kesempurnaan yang dimilikinya.
"Juna, kalau suatu saat aku nggak sama-sama kamu lagi, apa kamu tetap akan menyukaiku?" tanya wanita cantik itu sambil mengapit pipet dengan bibinya, kemudian menyeruput es jeruk dengan santainya.
"Aku tidak bisa menjanjikan apa pun. Hanya saja untuk saat ini, tidak ada orang lain selain kamu di hatiku."
Juwita tersenyum, menatap wajah pria di sampingnya dengan teduh, lalu menyandarkan kepala di bahunya. Tiba-tiba kesadaran Arjuna kembali dari lamunan, sorot lampu mobil di hadapannya melinyilaukan mata. Reflek ia berteriak dan menyilangkan kedua tangan di depan wajah.
Siiittt!!
Baik Arjuna mau pun mobil itu mengerem mendadak.
"Dasar buta! Kamu mau cari mati?! Ini jalanan kami!" Teriak pria yang mengemudi mobil truk itu membuka jendelanya dan memaki Arjuna, kemudian melempar mobil Arjuna dengan botol plastik bekas minuman karena geram. Setelah puas memaki ia berlalu, pergi.
Sementara Arjuna masih syok, dadanya kembang kempis, tidak menyangka ia masih hidup, bayangan wajah manis Melati melintas di matanya. Ia menghembuskan napas, lega. Kemudian cepat-cepat mencari ponselnya, sialnya ponsel tertinggal di taman. beruntung ia memiliki ponsel cadangan, cepat ia cari nomor Gilsa dan meneleponnya.
"Halo Gilsa, tolong hubungi polisi dan rumah sakit, ada seorang wanita mau bunuh diri karena frustasi, ini alamatnya. suruh mereka segera datang, karena wanita itu mengiris bagian pergelangan tangannya, tepat di nadinya." Telepon di tutup dan Arjuna berputar arah kembali ke taman.
***
Di taman.
Melati dengan seksama mendengar penjelasan Rega, ia tak menyangka ternyata konflik suaminya seperti itu, bahkan ia bermusuhan dengan ibu dan adik kandungnya sendiri. Rega meminta tolong wanita itu untuk membantunya, menyatukan kembali silaturahim antara keluarga mereka, karena Sang Ibu sangat sedih. Ia sangat merindukan anak sulungnya, tetapi anaknya begitu membencinya.
"Oh jadi seperti itu, aku akan berusaha, Dokter."
"Panggil Rega saja, Mbak Melati. Saya menghargai Anda sebagai kakak ipar saya, karena itu saya memanggil Anda dengan sebutan, Mbak."
"Terima kasih, saya juga merasa lebih nyaman di panggil seperti itu. Pantas saja, aku merasa tidak asing denganmu. Sepertinya aku pernah melihat foto saat kamu masih remaja bersama Arjuna dan Papa kalian."
"Benarkah kak Arjuna menyimpannya?" Melati mengangguk. Laki-laki itu tersenyum tipis, bahagia. "Mbak Melati, ayo di minum es kelapa mudanya. Oh iya, aku mau minta maaf karena selama ini mengikutimu." Melati tersenyum.
"Aku malah senang jika bisa menyatukan antara ibu dan anak yang selama ini terpisah." Melati mengambil es kelapa mudanya dan meminumnya.
"Kalau Mbak Melati tidak keberatan, bolehkah suatu hari saya pertemukan dengan Mama? ia sering memandangi foto Mbak Melati. Aku menunjukkan foto resepsi pernikahan kalian. Kata Mama Mbak Melati gadis yang sangat cantik." Melati tersenyum tipis. "Bagaimana Mbak Melati?"
"Aku akan sangat bahagia kalau bisa bertemu ibu mertua." Mereka tersenyum bersama-sama.
Sementara dari kejauhan Arjuna berdiri memperhatikan mereka berdua, wajahnya datar, cepat ia merogoh saku celana dan mengirim chat pada Gilsa.
[Kenapa aku melihat Rega ada di Indonesia? bahkan ia sedang merayu istriku di taman.] send.
Setelah 15 menit ada chat balasan.
[Baru saja aku cari infonya, mereka sudah satu tahun ada di Indonesia, dan sekarang Tuan Muda Rega bekerja di salah rumah sakit di Jakarta.]
[Kirimkan alamat rumah sakitnya padaku. Akan kutemui dia besok!] send.
[Baik, Tuan.]
Arjuna kembali memasukkan ponselnya ke saku celana dan berjalan ke arah Melati. Sampai di sana baik Melati mau pun Rega kaget dengan kedatangan Arjuna yang tiba-tiba.
"Aku tidak pernah mengizinkanmu bicara dengan orang asing!" Ia mendekati Melati tanpa menoleh ke arah Rega, adiknya. lalu begitu saja menggandeng tangan gadis itu untuk di ajak pulang.
"Kak!" teriak Rega dan Arjuna menghentikan langkah. "Bertemulah dengan Mama, dia sangat merindukan anak kesayangannya."
Arjuna mengalihkan pandangan, ia menahan sesak dan gejolak di hatinya. Sungguh, sebagai anak ia pun sangat merindukan ibunya, tapi bayangan masa lalu seolah memporak-porandakan kepingan hatinya. Baginya, mamanya adalah penyebab kematian Papanya. dan ia masih tidak bisa menerima itu. Arjuna menoleh, ditatapnya sang adik dengan tajam.
"Hari itu, hari di mana aku memintamu memilih antara aku dan Mama, kau memilih Mama. maka sejak hari itu, aku tak memiliki keluarga. Panggil aku Arjuna, namaku Arjuna."
Kemudian ia kembali menarik tangan Melati menuju mobil. Gadis itu tak berani bersuara karena Arjuna sedang marah. hanya sesekali Melati berani menatap wajah pria yang baru saja membuat hatinya berbunga itu.
"Lain kali jangan bicara dengan orang asing jika tidak bersamaku."
"Maafkan saya, Tuan."
Sampai di mobil Arjuna lekas membuka pintu dan meminta Melati masuk. setelahnya ia berjalan cepat memutari kepala mobil dan membuka pintu untuk dirinya sendiri, dengan wajah masih tak bersahabat ia duduk di belakang kemudi dan perlahan meninggalkan parkiran. sampai di rumah pukul sebelas malam. Arjuna mengacuhkan Melati, ia begitu saja masuk ke kamarnya.
sementara gadis itu tahu keadaan hati suaminya sedang tidak baik. Setelah berganti pakaian gadis itu memberanikan diri mengetuk pintu kamar Arjuna, cukup lama Arjuna membuka pintunya. setelah lama menunggu Melati lega karena pria itu bersedia membuka pintu. Dengan sangat hati-hati Melati mendekati suaminya, ia memilih duduk di sisi ranjang di dekat Arjuna membaringkan tubuhnya.
"Tuan, apakah Anda begitu membenci Ibu Anda?" tanya Melati duduk di samping tubuh Arjuna yang berbaring di ranjang. Pria itu diam saja, menatap lampu yang menyala di atas nakas. Ia menekan tombol on off secara bergantian sehingga lampu tampak seperti di mainkan anak-anak.
"Mengapa kamu bertanya hal seperti ini padaku?" Arjuna beringsut duduk. ia bersandar pada kepala ranjang dan menghentikan aktifitas tangannya pada lampu.
"Tuan, Anda tau? sejak kecil saya selalu berharap Ibu saya menyayangi saya seperti ia sayang pada adik saya. Entah mengapa, ia selalu membentak dan menghardik saya. Apapun yang saya kerjakan salah. Dan baru sekarang saya tahu jawabannya, itupun dari Anda. Andai saja ibu saya masih ada, pasti saya akan sangat bahagia. Tuan, selagi ibu kita masih ada, sayangi ia dengan segenap hati, Tuan. Karena seorang Ibu bertaruh nyawa saat melahirkan kita."
Arjuna tertunduk dalam, ia mengulum bibirnya sendiri dengan mata memejam, kuat.
"Begitu sulit Melati. aku sudah berusaha sebisaku untuk Melupakan semua, tapi tidak bisa. Jujur aku merindukan Mama, sangattt merindukannya." Arjuna diam, sepertinya kesedihan sedang merasuki hatinya. "Aku merindukannya siang dan malam, pagi dan petang. Do'aku pun tetap sama kupersembahkan untuknya. hanya saja jika harus bertemu, aku tidak bisa." Arjuna mendongak, menyandarkan bahu dan kepala pada kepala ranjang. "Aku terlalu sakit jika mengingat kepergian, Papa. aku sakit Melati." Arjuna duduk, menggelengkan kepala lemah, dan ia terisak. "Kalau bukan karena Mama pasti Papa masih bersamaku sekarang. hiks hiks hiks." Arjuna meringis, kedua tangannya meremas kepalanya sendiri.
Melihat Arjuna menangis, Melati tak kuasa menahan air matanya. Hatinya ikut merasakan kepedihan itu. Melati naik keranjang dan menarik kepala Arjuna untuk di peluknya. bahu pria itu sampai berguncang hebat karena kesedihan. Melati menyandarkan dagunya pada kepala pria itu. sesekali di hapusnya titik air mata yang ikut meleleh di pipi. Tangannya terus mengusap bagian punggung Arjuna, untuk memenangkannya. Hatinya tersayat melihat Arjuna seperti ini. Di balik sikap garangnya, ternyata ia memiliki hati yang rapuh.
"Maafkan aku Melati, tidak seharusnya aku menangis seperti ini," kata Arjuna di sela isakannya.
"Sttt!! Tidak apa-apa, Tuan. Anda bisa menunjukkan diri Anda yang sesungguhnya pada saya. Saya akan mendengarkan apa pun yang Tuan katakan dan akan merahasiakannya. Percayalah pada saya," bisik Melati di telinga Arjuna. Pria itu semakin kencang menangis dan memeluk erat tubuh istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Ahmad fadli Pratama
hp si arjuna ke mn thor. klau ketemu buat saya ya thor
2020-07-12
1
W⃠''@πJαn!!!'`™. ⃟ ⃟ ࿐
oh adiknya toh🙄
2020-05-23
1
Ipah Cakep
ooouuuhhh chef arjuna...😢😭😭
2020-05-09
2