Tajwid Cinta (Pov Melati)

😘😘😘

Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku bisa menangis? Apa karena Tuan meninggalkan aku sendiri di tempat itu?

'Melati, ayolah ... kau bukan gadis cengeng. Pernikahanmu dan Tuan Arjuna hanya semu. Tidak ada yang bisa menjamin kalau pria itu benar-benar menyukaimu, meski pun kadang perhatiannya menyentuh relung hatimu.'

Aku menghela napas berat, kemudian berdiri dan membuka hordeng jendela pada balkon rumah. Aku sedikit terkejut saat melihat lampu kelap-kelip berwarna warni menjuntai indah dan rapi di luar sana. Aku memutuskan membuka pintu balkon dan memastikan sendiri apa yang kulihat. Aku tersenyum saat sampai di luar dan berdiri di dekat kaca jendela.

Kusentuh lampu-lampu kecil dengan berbagai warna. Indah ... Entah mengapa aku sangat suka melihatnya, lampu-lampu ini mengingatkanku pada Bapak. Aku tersenyum saat bayangan masa lalu berkelebat dalam ingatan.

^^

"Melati, kita akan menonton pasar malam. Kamu sudah siap?" tanya Bapak malam itu.

"Mau sekali, Pak."

"Tapi, maaf. Bapak cuma bisa ajak kamu berkeliling pasar malam itu. Bapak tidak punya cukup uang untuk bermain-main di sana."

"Tidak, apa-apa, Pak. Melati mau!" sahutku dengan wajah bahagia.

Akhirnya kami naik sepeda menuju pasar malam. Diperjalanan banyak hewan-hewan kecil berterbangan mengikuti kami dari belakang, hewan yang memiliki cahaya, ya ... Hewan itu kunang-kunang. Kata Bapak, kunang-kunang itu hewan paling berjasa. Ia rela menerangi banyak mahluk lainnya di tengah kegelapan.

Sampai di sana, Bapak hanya mengajakku berkeliling pasar. Kami hanya melihat banyak orang main ini itu. Sesekali Bapak menawarkan, tapi aku menolak. Bukan tidak mau, tapi aku tidak mau memaksakan kehendakku, kesenanganku, tapi menyusahkan mereka, orang tuaku.

"Melati, lihat itu!" Bapak menunjuk lampu berkelip yang melilit besi permainan anak-anak.

"Iya, Pak."

"Hidup kita itu seperti lampu, itu. Banyak warna, banyak rasa. Kalau kamu bisa mensyukurinya kamu akan melihat keindahnya."

^^

Aku menunduk, kusentuh lampu-lampu ini dengan air yang sudah menggenang di pelupuk mata. Aku memaksakan diri untuk tegar, aku tau mungkin belum saatnya Allah mempertemukan aku dan keluarga. Ponsel bergetar, aku langsung merogoh saku celana.

'Tuan'

Aku menarik napas berat. Mengapa Tuan Arjuna meneleponku malam-malam. Apa ia belum tidur di kamarnya?

"Iya, Tuan?"

"Kenapa belum tidur?"

"Sebentar lagi, Tuan."

"Jangan berdiri di luar. Nanti kamu sakit!"

'Dari mana dia tau aku berdiri di luar?'

"Melati ... "

"Iya."

"Kamu suka?"

"Ehh? Apa?" Aku bingung.

"Lampunya? Apalagi?"

"Owhhh, Emmm suka, Tuan. Terima kasih."

"Ya, cepat masuk. Nanti kamu sakit."

"Baik, Tuan."

Aku segera masuk ke dalam dan menutup pintu rapat-rapat.

***

Pagi-pagi setelah shalat subuh, kuputuskan membuka kitab suci Al-Quran yang lama kusimpan, Al Qur'an mini, hadiah dari ayah saat usiaku memasuki 17 tahun kala itu. Aku duduk di lantai beralaskan ambal berbulu berwarna biru. Kemudian duduk bersila, aku membuka surat Yusuf juz 12, kemudian khusyuk membaca.

"Sadaqallahul azim ... " Kututup kitab suci Al-Quran dan menciumnya. Baru saja hendak berdiri ternyata sudah ada Tuan Arjuna yang sedang berdiri bersandar pada pintu yang terbuka. Aku lupa menutup pintu setelah keluar untuk mengambil wudhu tadi.

"Sudah selesai baca Al Qur'annya?"

"Sudah, Tuan."

Ia mendekat dan duduk di hadapanku.

"Suaramu bagus juga, hanya saja masih ada beberapa tajwid nya yang keliru. Dulu belajar mengaji sama siapa?"

"Sama ... Bapak saya sendiri, Tuan."

Ia tersenyum, kemudian membenarkan beberapa bacaan tajwid ku yang salah. Sungguh aku tak pernah menyangkan kalau ternyata Tuan Arjuna yang super galak ini bisa lembut dan mengajariku banyak hal.

"Surat yusuf ini, biasanya di anjurkan di baca oleh wanita yang sedang hamil. Kamu tau kenapa?"

Aku menggeleng.

"Nabi Yusuf AS dikenal sebagai nabi yang paling rupawan dan berperilaku mulia. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa kerupawanan Nabi Yusuf membuatnya dikagumi dan masyhur di masanya. Karenanya, membaca surah Yusuf saat hamil dipercaya membuat bayi yang dikandung bisa serupawan dan memiliki akhlak mulia layaknya Nabi Yusuf AS."

"Oh ... "

"Atau, Jangan-jangan, kamu sedang hamil, ya?"

Mataku membulat dan reflek menatap wajahnya di hadapan.

"Hahaha ... Becanda. Mangkanya, hamil dulu kalau mau anaknya se rupawan Nabi Yusuf dan memiliki akhlak yang mulia." Aku menunduk lagi. "Sudahlah jangan di pikirkan, tadinya aku mau mengajak kamu shalat berjamaah, tapi karena melihatmu sudah lebih dulu shalat, jadi kuurungkan niat. Mungkin, bisa lain waktu. Dan ... sekali lagi aku mau minta maaf soal kemarin sudah meninggalkanmu di sana sendiri. Aku janji tidak akan seperti itu lagi."

"Tidak apa-apa, Tuan."

"Oh iya, soal ciuman kemaren ..."

"Tuan, jangan di bahas." Aku memotong kalimatnya sambil menunduk dan memejam, malu.

"Oke, ya sudah. Mari kita sarapan."

"Saya, membereskan ini dulu, Tuan."

"Baiklah saya tunggu di luar, ya!" Aku menunduk dan ia keluar. Cepat-cepat kututup pintu, dan meraba dadaku yang berpacu cepat.

"Ahh!!" Lagi-lagi aku memejam, menghembuskan napas yang kutahan selama ia duduk di hadapanku.

Aku keluar kamar dan sarapan sudah tersedia di meja.

"Aku membuatnya. Duduk sini!" Ajaknya sambil menarik kursi untuk kududuki. Aku tersenyum tipis dan duduk di sampingnya.

"Coba rasain," pintanya menyodorkan sesendok nasi liwet ke mulutku.

Aku membuka mulut dan memakannya. Memang masakan tuan Arjuna luar biasa enak. Wajar saja ia jadi koki ternama.

"Gimana rasanaya?"

"Enak, Tuan."

"Alhamdulillah kalau kamu suka. Ayo makan yang banyak." Ajaknya kembali sibuk mengunyah makanan dalam mulut. Aku diam saja, menunggu piringnya.

Menyadari aku mematung, tuan Arjuna menghentikan kegiatannya. Ia tersenyum dan mendekatkan piring ke arahku.

"Yuk, makan sepiring berdua." Kami sama-sama tertawa dan akhirnya makan bersama.

Saat sedang asyik makan, ponsel tuan Arjuna bergetar. Ia merogoh saku celananya dan pamit padaku untuk menerima telpon sebentar.

"Aku angkat telepon dulu, ya. Sebentar!" Aku mengangguk. Setelah cukup lama ia kembali, tapi langsung izin pergi bekerja. "Melati, aku pergi dulu, ya," ucapnya sembari menyodorkan tangan. Aku menerima dan mencium punggung tangannya. "Assalamu'alaikum ... "

"Waalaikumsalam."

Tuan Arjuna tampak sangat buru-buru apa mungkin ia terlambat pergi syuting ya? Entah, apa pun itu semoga ia tidak melupakan sholat dan makan siangnya. Aku melanjutkan makan.

***

Aku ragu pergi mengajar les menari hari ini. Rasanya ingin berhenti saja, tapi kalau aku berhenti apa yang akan kulakukan selanjutnya. Aku terbiasa mengisi kegiatanku dengan itu, pasti akan bosan jika aku hanya diam di rumah. Aku merebahkan tubuh di sofa. Menatap langit-langit apartemen dan terus berpikir. Setelah berpikir cukup lama aku memutuskan tetap datang mengajar.

'Baiklah sepertinya aku harus berangkat. Apa yang kutakutkan? Apa yang kuhindari? Masa lalu Tuan Arjuna, atau apa?' Aku segera bangkit dan membersihkan diri, setelahnya berganti pakaian.

***

"Pak-pak stop!" pintaku pada Pak Gus saat melewati sebuah mall. Aku melihat Dewi bersama seorang pria sedang berseteru di pinggir jalan. Terlihat pria itu beberapa kali menampar wajahnya. Pak Gus langsung menghentikan mobil, aku langsung turun dan berlari mendekati Dewi yang tersungkur karena di dorong oleh pria itu.

"Dewi, kamu nggak apa-apa?" tanyaku sambil membantunya berdiri. Melihat aku yang tiba-tiba ada di dekatnya membuat Dewi tampak kaget dan menutupi sebagian wajahnya yang lebam. Aku melihat ke arah pria itu dengan wajah merah. Gigiku gemeratuk geram. Kudekati dia dan mendorong tubuhnya.

"Beraninya sama perempuan! Banci!!" umpatku menatapnya tajam.

"Lo siapa? Nggak usah ikut campur urusan orang, ya! Perempuan itu pinjem duit gw. Bukan sedikit, lo tau! Hampir dua puluh juta!"

"Apa?!" sungguh aku tak menyangka. "Tapi nggak harus pake kekerasan seperti itu dong!"

"Jadi gimana gw mau nagihnya? Harus sabar? Sementara dia nggak mau bayar! Apa lo mau ngelunasin hutangnya?"

Aku bingung, aku tidak membawa uang cash. Aku memeriksa tasku dan hanya menemukan ponsel yang di berikan oleh tuan Arjuna. Aku mengeluarkannya, apa mungkin dengan memberikan ponsel ini, hutang Dewi akan terbayar lunas.

"Apa ini cukup untuk membayar hutang saudara saya?" Aku menunjukkan ponsel Samsung Galaxy Fold layar lipatku padanya. Ia menatap lama kemudian begitu saja merampas ponsel dari tanganku.

"Baiklah, ini cukup!" katanya membolak-balikkan ponsel di tangan. "Oke, sekarang impas, hutang lo lunas!" katanya menunjuk ke arah Dewi. Dan pria itu pergi begitu saja dengan wajah bahagia, sedangkan aku langsung mendekati Dewi.

"Dewi, kamu nggak apa-apa?" tanyaku menuntunnya duduk di kursi dekat kami. Ada sebuah kursi besi di pinggir jalan ini.

"Nggak apa-apa." sahutnya agak kikuk setelah kami duduk. "Maaf, karena aku, kamu jadi kehilangan ponsel."

"Nggak apa-apa, aku tidak terlalu membutuhkan ponsel itu. Kamu ... untuk apa sampai berhutang uang sebanyak itu?"

"Maaf, aku tidak bisa menjelaskannya sekarang."

"Aku tidak memaksa, semoga kamu tidak melakukannya lagi. Itu bisa membahayakan nyawamu. Berapa banyak nyawa melayang hanya karena perkara hutang. Saudara jadi musuh, kawan jadi lawan dan lain sebagainya. Kalau ada perlu apa-apa kamu bisa bilang sama aku mulai sekarang. Aku siap membantu."

"Ehh, Terima kasih."

"Ya sudah, aku pergi dulu, ya! Atau kamu mau sekalian pulang sama Pak Gus? Aku lagi di anter pak Gus. Itu mobilnya." Aku menunjuk mobil yang jaraknya cukup jauh dari kami.

"Makasih, aku pulang sendiri saja."

"Nggak apa-apa pulang sendiri?"

"Nggak apa-apa, Mel."

"Ya udah, aku pergi dulu ya!" pamitku seraya berdiri. "Assalamu'alaikum... "

"Wa'alaikumsalam." Dan aku berjalan menuju mobil, baru berjalan beberapa langkah Dewi kembali berteriak memanggilku. "Melati!!" Aku menoleh ke belakang. Ia sudah berjalan cepat mendekat ke arahku dan tiba-tiba memeluk. "Terima kasih, sekali lagi Terima kasih!"

Aku tersenyum, membalas pelukannya. "Sama-sama. Kamu hati-hati, ya!" Ia mengangguk. Aku melerai pelukan dan kembali berjalan ke arah mobil. Aku kembali menoleh ke belakang sebelum benar-benar pergi sana. Dewi tampak tersenyum sambil melambaikan tangan.

"Berangkat, Pak."

"Baik, Nyonya."

Saat mobil sudah berjalan lambat, aku bisa melihat Dewi masih berdiri mematung di sana. Alhamdulillah, ada kemajuan untuk hubungan kami. Semoga hubungan baik ini terjalin baik. Aminnn ...

***

"Makasih ya, Pak!" ucapku ketika telah sampai di gedung menari. Aku agak terlambat.

"Sama-sama, Nyonya." Pak Gus membunyikan klakson dua kali sebelum akhirnya berlalu.

Aku segera memasuki gedung dan semua anak sudah menunggu. Ada George yang sementara mengisi waktu selama aku belum datang.

"Maaf, aku telat," ucapku pada George.

"Its oke. Aku cuma mengajarkan materi sama mereka," jawabnya sambil tersenyum. "Ya udah aku kembali ke kelas sebelah, ya!"

"Oke."

Dan George melangkah pergi. Aku memperhatikan semua anak didik ku, tapi tak kutemukan Revi. Kemana anak itu?"

"Baiklah, kita mulai, ya! Ayo di pake perlengkapan menarinya. Setelah itu berbaris yang rapi!" perintahku pada semua anak. Mereka segera berlarian menuju tasnya dan memakai kain serta selendang.

Aku merogoh tas hendak mengambil ponsel, tapi aku lupa ponselku sudah kuberikan pada pria itu tadi. Akhirnya kuurungkan niat dan memilih lebih fokus mengajar terlebih dahulu.

***

Pulang dari mengajar menari aku bingung bagaimana caranya menghubungi Pak Gus. Nomornya aku tidak hapal. Akhirnya aku meminta tolong George untuk memesankan ojek online buatku. Setelah menunggu agak lama ojeknya datang, aku segera pulang. Di tengah jalan jalanan tampak macet. Kami kesulitan untuk lewat. Motor berhenti tepat di samping mobil berwarna hitam. Aku mengenali mobil ini, bukankah ini mobilnya tuan Arjuna.

Aku mencoba menengok, mengangkat kepala dan mencari celah untuk melihatnya. Sepertinya ia tak menyadari aku berada di dekatnya, karena di sampingku ada satu motor juga yang sedang menunggu kemacetan. Mulutku hampir saja memanggilnya, sampai kuurungkan niat saat melihat siapa yang ada di sampingnya.

"Juwita ...," ucapku lirih.

Aku tersenyum getir dan menutup kaca helm di kepala untuk menutupi muka. Ingin sekali menghindar untuk melihatnya, tapi kenapa mataku terus saja menoleh ke arah sana?

Akhirnya jalanan sudah tidak macet lagi. Sopir online langsung meninggalkan tempat itu. Aku meraba dadaku yang terasa sesak, kenapa? Apa mungkin aku memiliki rasa pada tuan Arjuna?

-----

Bersambung ~~

Terpopuler

Comments

Mien Mey

Mien Mey

melati kpn ketemu lg sm cwo yg wktu itu ga sengaja " tabrakan'..

2021-08-18

0

Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸

Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸

3 bab sampe bab ini bikin nyesek..sampe mewek aku 😭😭😭

2021-08-11

0

princess Almira

princess Almira

lanjut seru

2020-05-26

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Menyerahkan Melati pada Arjuna
3 Muslihat Keluarga Melati
4 Salah Arjuna
5 Melati VS Dewi
6 Kebenaran soal Melati
7 Melati Menangis
8 Bolu Kukus
9 Pentas Menari
10 Ciuman Pertama Melati (Pov Melati)
11 Pemotretan (Pov Arjuna)
12 Lampu Kelap-kelip (Pov Melati)
13 Hari Pertama di Apartemen (Pov Arjuna)
14 Puding berbentuk hati (Pov Melati)
15 Masa Lalu Arjuna
16 Tajwid Cinta (Pov Melati)
17 Perasaan Arjuna (Pov Arjuna)
18 Lawan jadi Kawan (Pov Melati)
19 Cincin Bermata Satu
20 Air Mata Arjuna
21 Berbunga (Pov Melati)
22 Revi Anak yang Manis
23 Belanja Lingerie (Pov Melati)
24 Salah Pengertian (Pov Arjuna)
25 Malam Pertama (Pov Melati)
26 Ketakutan Melati (Pov Arjuna)
27 Revi (Pov Melati)
28 Bertemu Ibu Mertua
29 Salam Perpisahan ( Pov Melati )
30 Mengusir Sepi (Pov Melati)
31 Salah Apa?
32 PENGUMUMAN
33 Melati Kamu Kuat! (Pov Melati)
34 Amarah Arjuna (Pov Arjuna)
35 Kebenaran Terkuak (Pov Arjuna)
36 Mawar Berduri
37 Arjuna Bertemu Mama (Pov Arjuna)
38 Gelisah
39 Makan Malam Romantis
40 Pesan Rega
41 Melati Bertemu Keluarga
42 Makam Ibu (Pov Melati)
43 Bahagia ( Pov Arjuna)
44 Bodyguard Melati (Pov Arjuna)
45 Senjata Makan Tuan
46 Kentang Goreng yang manis ( Pov Arjuna)
47 Perasaan Rega
48 Perjanjian
49 Percaya pada Allah ...
50 Tampan Siapa? (Pov Arjuna)
51 Penyesalan Pak Fikri
52 Selamanya .... (Pov Melati)
53 Pertemuan Keluarga
54 Memperkenalkan Keluarga
55 Merasa Bersalah
56 Istri yang Luar Biasa
57 Arjuna Vs Rega
58 Terbongkarnya Sandiwara
59 Suasana Genting
60 Berjuang demi Cinta (Pov Arjuna) 21+
61 Barbie Raksasa (Pov Melati)
62 Cemburu (Pov Arjuna)
63 Memahat Kenangan Bersamamu (Pov Melati)
64 Allah mendengar Do'amu
65 Pengakuan Rega
66 Kembali ke Rumah Lama
67 Ngidam
68 Boleh?
69 Perjuangan di mulai
70 LDR
71 Susu Coklat
72 Mencari Asisten Untuk Melati
73 Kedatangan Mawar
74 Hilangnya Kalung Berlian Mama (Pov Melati)
75 Sidang Keluarga
76 Restu?
77 Mengunjungi Juwita (Pov Melati)
78 PENGUMUMAN
79 Dugaan Melati (Pov Melati)
80 Hilangnya Melati dan Rega
81 Topeng Juwita (Pov Melati)
82 Kembalinya Juwita (Pov Arjuna)
83 Kekhawatiran Sang Mama
84 Usaha Mawar Menemukan Melati
85 Mawar Bertemu Vivi
86 Pertemuan Melati dan Mawar
87 Akhirnya (Pov Melati)
88 Aku tidak seperti itu (Pov Melati)
89 Revi
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Prolog
2
Menyerahkan Melati pada Arjuna
3
Muslihat Keluarga Melati
4
Salah Arjuna
5
Melati VS Dewi
6
Kebenaran soal Melati
7
Melati Menangis
8
Bolu Kukus
9
Pentas Menari
10
Ciuman Pertama Melati (Pov Melati)
11
Pemotretan (Pov Arjuna)
12
Lampu Kelap-kelip (Pov Melati)
13
Hari Pertama di Apartemen (Pov Arjuna)
14
Puding berbentuk hati (Pov Melati)
15
Masa Lalu Arjuna
16
Tajwid Cinta (Pov Melati)
17
Perasaan Arjuna (Pov Arjuna)
18
Lawan jadi Kawan (Pov Melati)
19
Cincin Bermata Satu
20
Air Mata Arjuna
21
Berbunga (Pov Melati)
22
Revi Anak yang Manis
23
Belanja Lingerie (Pov Melati)
24
Salah Pengertian (Pov Arjuna)
25
Malam Pertama (Pov Melati)
26
Ketakutan Melati (Pov Arjuna)
27
Revi (Pov Melati)
28
Bertemu Ibu Mertua
29
Salam Perpisahan ( Pov Melati )
30
Mengusir Sepi (Pov Melati)
31
Salah Apa?
32
PENGUMUMAN
33
Melati Kamu Kuat! (Pov Melati)
34
Amarah Arjuna (Pov Arjuna)
35
Kebenaran Terkuak (Pov Arjuna)
36
Mawar Berduri
37
Arjuna Bertemu Mama (Pov Arjuna)
38
Gelisah
39
Makan Malam Romantis
40
Pesan Rega
41
Melati Bertemu Keluarga
42
Makam Ibu (Pov Melati)
43
Bahagia ( Pov Arjuna)
44
Bodyguard Melati (Pov Arjuna)
45
Senjata Makan Tuan
46
Kentang Goreng yang manis ( Pov Arjuna)
47
Perasaan Rega
48
Perjanjian
49
Percaya pada Allah ...
50
Tampan Siapa? (Pov Arjuna)
51
Penyesalan Pak Fikri
52
Selamanya .... (Pov Melati)
53
Pertemuan Keluarga
54
Memperkenalkan Keluarga
55
Merasa Bersalah
56
Istri yang Luar Biasa
57
Arjuna Vs Rega
58
Terbongkarnya Sandiwara
59
Suasana Genting
60
Berjuang demi Cinta (Pov Arjuna) 21+
61
Barbie Raksasa (Pov Melati)
62
Cemburu (Pov Arjuna)
63
Memahat Kenangan Bersamamu (Pov Melati)
64
Allah mendengar Do'amu
65
Pengakuan Rega
66
Kembali ke Rumah Lama
67
Ngidam
68
Boleh?
69
Perjuangan di mulai
70
LDR
71
Susu Coklat
72
Mencari Asisten Untuk Melati
73
Kedatangan Mawar
74
Hilangnya Kalung Berlian Mama (Pov Melati)
75
Sidang Keluarga
76
Restu?
77
Mengunjungi Juwita (Pov Melati)
78
PENGUMUMAN
79
Dugaan Melati (Pov Melati)
80
Hilangnya Melati dan Rega
81
Topeng Juwita (Pov Melati)
82
Kembalinya Juwita (Pov Arjuna)
83
Kekhawatiran Sang Mama
84
Usaha Mawar Menemukan Melati
85
Mawar Bertemu Vivi
86
Pertemuan Melati dan Mawar
87
Akhirnya (Pov Melati)
88
Aku tidak seperti itu (Pov Melati)
89
Revi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!