"Byurrr!"
Melati disiram air bekas mengepel lantai. Bajunya basah semua. Dinda dan Dewi sengaja meminta air bekas pel lantai kepada bibik setelah ia selesai mengepel.
"Masih betah di sini?" teriak Dinda.
"Sukurin! Emang enak, gadis desa aja belagu lo!"
Melati meremas hijabnya yang basah, sorot matanya tajam menatap manusia yang tak memiliki hati di hadapannya. Gadis itu menahan tangisnya. Baginya, air mata miliknya terlalu berharga untuk dibuang sia-sia.
Astagfirullah, Astagfirullah, Astagfirullahhal azim ....
Melati beristigfar berkali-kali dalam hati. sedangkan Dewi dan Dinda terus mencaci maki.
"Eh, loe tuh di sini kayak barang, nanti kalau nggak kepake lagi tinggal dibuang ke tong sampah!! Nggak usah mimpi jadi Nyonya Arjuna. hihihi iya nggak sih, Ma?"
"Jelas dong, Juna mana mau sama gadis rendahan seperti dia. Dia terpaksa, mungkin kalau si Jelita nggak nikah duluan dia nggak akan mau nikah sama kamu!"
Jelita? Siapa dia? tanya Melati dalam hatinya sendiri.
Melati kebingungan mendengar nama asing yang disebut oleh Dinda. Melati diam saja, melap wajahnya yang basah. Ponselnya berdering, masih menahan air mata ia mengangkat telp itu.
"Ha .... halo."
"Hey, Virus, Bakteri, Kuman, atau apa lah. Kau masih mau diam diperlakukan seperti itu? Kalau kau masih diam dan tidak membalas, tunggu saat aku pulang. Aku akan mengecup bibirmu sampai kau jengah! Dengar! Aku tidak akan mengatakannya dua kali. Jika kau tidak membalas, habis kau malam ini!"
Ponsel dimatikan. Melati masih mengatur napasnya. Bayangan Arjuna akan menciumnya melintas di depan mata.
Kalau kau masih diam dan tidak membalas, tunggu saat aku pulang. Aku akan mengecup bibirmu sampai kau jengah! Dengar**!!
Melati menggeleng-gelengkan kepalanya cepat, mencoba menghilangkan bayangan Arjuna di kepala.
Tidak!! ini tidak boleh terjadi!! Ayo Melati, lawan mereka, lawan!! Jangan biarkan kesucian bibirmu di rampas paksa oleh pria menjengkelkan itu!!
Mata Melati memejam, ia membulatkan tekad harus melawan sebelum Arjuna melakukan sesuatu padanya. Dimasukkannya ponsel dalam tas dan berjalan ke arah Dewi dan Dinda yang masih tertawa senang. Mereka begitu menikmati pemandangan ini.
"Kau pikir, Kau pikir, aku, aku takut denganmu!!?" Tantang Melati memberanikan diri.
Mata Dewi melotot melihat tingkah Melati yang menantang. Tangannya berkacak di pinggang.
"Apa yang ingin kau katakan? Bicara saja tidak becus, sok mau melawanku!! Cari mati?!!"
"Aku tidak takut denganmu, sini kalau, kalau kau berani!!" Melati bersiap, mengepalkan kedua tangan di depan dada.
"Beraninya kau!" ucap Dewi Geram ia langsung menghampiri Melati.
Tangannya mengayun handak menampar, tapi dengan sigap melati menangkisnya. Gadis itu memegang tangan Dewi dengan sebelah tangan, sedangkan tangan satunya langsung menjambak rambut Dewi yang tergerai Indah.
"Awww!" teriak Dewi kesakitan.
"Heeii, Apa-apaan, lepaskan anak saya, gadis bodoh!" teriak Dinda.
"Awww sakit, Ma! Sakit! Bantuin Ma, tolong!"
Dewi dan Melati saling manjambak, sedangkan Dinda sibuk memisahkannya, Dinda berapa kali ingin membalas Melati, tapi kaki Melati beberapa kali pula menendangnya.
"Maafkan saya Tante, saya harus melakukan ini. Jangan sakiti saya jika tidak ingin saya menyakiti Anda." Melati terus merancau sambil sibuk mengimbangi Dewi yang terus menyerang. Mereka bahkan sampai guling-guling di lantai.
"Tolong! Tolong! Tolong!" Dinda berteriak memanggil semua penghuni rumah.
Tidak berapa lama semua penghuni rumah berlarian dari berbagai arah menuju TKP, di ruang depan. Dewi dan Melati terus berguling sambil menjambak dan mencakar satu sama lain.
"Ya Allah, Nyonya. Jangan seperti ini!!" Pak Gus mencoba melerai.
"Nona Dewi lepaskan Nyonya Melati!" teriak Bunga sembari mencoba melepas cekalan tangan Dewi pada Melati.Yang lain ikut berusaha melerai mereka.
Sementara itu Arjuna yang berada di dalam mobil tertawa terpingkal-pingkal melihat perkelahian Melati dan Dewi melalui ponsel.
"Ayo Bakteri pukul kepalanya. Jangan diam saja, jambak rambutnya. ahahahaah!" Arjuna berguling -guling di kursi belakang mobilnya sementara Gilsa hanya melirik beberapa kali sekilas ke belakang. Dia fokus melihat ke jalanan bersama sopir yang duduk di depan.
Saya do'akan suatu saat Tuan benar-benar menyukai Nyonya.
Doa Gilsa dalam hati setelah itu ia mengaminkan doanya sendiri dengan mengusap wajah dengan telapak tangan.
"Sudah-sudah!! Kalian ini apa-apaan, sih?! Sudah sama-sama dewasa, tapi tingkah kayak anak TK!" teriak Bunga.
"Kamu sudah berani berteriak sama anak saya?" sambung Dinda.
"Saya terpaksa, ini sudah kelewatan. Kalian berdua selalu mencari gara-gara dengan Nyonya. wajar saja dia membalas, semut saja balas menggigit jika tidak sengaja terinjak, bagaimana dengan kalian yang dengan sengaja menyakiti Nyonya."
Dinda masih menangkan anaknya, dipeluknya Dewi mencoba melindungi. Tampak rambutnya yang tadi tergerai indah kini kusut seperti sapu ijuk. Bajunya juga robek di beberapa bagian, wajah banyak lecet bekas cakaran.
"Saya akan adukan kalian kepada Arjuna. Tunggu kau Melati, kau akan merasakan akibatnya. Kau itu cuma numpang sementara di rumah besar ini. Jangan terlena dengan kebaikan Arjuna, jika dia sudah bosan, dia akan membuangmu ke tong sampah!"
"Saya minta maaf sebelumnya, Tante. Tapi apa bedanya saya dengan Anda Tante Dinda? Bukankah Anda juga cuma menumpang di rumah besar ini? Apa yang sudah Anda lakukan untuk Tuan? Anda juga benalu yang hanya hidup menumpang tanpa mau bersusah payah dengan tak tau malu!"
Melati mengelap ujung bibirnya yang berdarah.
"Beraninya kau!" Dinda hendak mendekat, tapi di halangi oleh anaknya.
"Mama, kita ke kamar saja!" Ajak Dewi.
"Sabar, Nyonya. Tidak usah dengarkan perkataan mereka." Bunga menenangkan Melati.
Dewi dan Dinda berlalu pergi dari ruangan itu sementara Melati langsung diajak oleh Bunga ke kamar atas.
"Nyonya, sebaiknya Anda membersihkan diri dulu. Setelah itu panggil saya ke sini. Saya akan mengobati luka Nyonya. Karena di bawah sana masakan saya belum selesai."
"Iya, Mbak Bunga. Terima kasih banyak, ya!"
"Sama-sama, Nyonya." Kemudian Bunga berlalu.
***
Melati membersihkan diri dengan bibir meringis menahan perih. Luka di beberapa bagian tubuhnya dan wajah terasa perih terkena air. Selesai mandi ia langsung menjalankan shalat Ashar, karena jam sudah menunjukkan pukul 17.00.
Setelah Sholat Melati ingat pesan Bunga yang memintanya memanggil dirinya saat ia selesai. Melati merasa tidak perlu memanggil Bunga. Di ambilnya kotak obat lalu mencoba mengobati lukanya sendiri. Melati membuka kancing baju bagian atas, lalu sedikit membuka bajunya di bagian bahu untuk mengobati luka. ia menoleh ke belakang untuk melihat luka bekas cakaran Dewi.
Bersusah payah Melati berusaha mengoleskan obat antiseptic yang sudah dituangkannya ke kapas pada bagian punggung belakang. Ia kembali meringis dan memejam saat merasakan perih.
tiba-tiba seseorang mengambil kapas dari tangannya, kemudian membantu mengoleskan luka di bahu bagian belakang. Melati merasakan orang itu duduk di belakang tubuhnya.
"Mbam Bunga, aku pikir aku bisa melakukannya sendiri. Karena itu aku tidak memanggilmu," ucap Melati.
"Aku bukan Bunga!" Mata melati membulat.
Itu suara Arjuna. Bergegas Melati mencoba menutup kembali bajunya yang sedikit terbuka di bagian punggung, tapi Arjuna menepis tangannya.
"Sudahlah, diam bodoh! Aku berbaik hati ingin membantu, kenapa kau menolak kebaikanku?"
"Hentikan, Tuan! Saya bisa sendiri."
"Kau masih ingat ancamanku? Kalau kau menolak kubantu mengobati lukamu, Ancaman itu berlaku saat ini."
Melati terdiam, gadis itu pasrah dibantu oleh Arjuna. Pria yang sangat tidak disukainya.
"Seharusnya kau menjambak rambutnya lebih kencang tadi! Setidaknya mereka jera jika kau melawan."
Kalau bukan karena kau, aku tidak akan jadi seperti ini!
"Kau mengatakan sesuatu?" Arjuna sedikit memiringkan kepala karena ingin melihat wajah Melati.
"Ti ... tidak, Tuan!"
"Eh, ngomong-ngomong kau jago juga berkelahi. Kenapa tidak dari dulu sih!"
"Karena saya tidak suka keributan, Tuan."
"Tapi jika kau diam saja, mereka malah suka mengganggumu. Pokonya mulai sekarang kalau mereka menganggumu, aku mau kau melawan. kalau tidak ingat peringatanku tadi!"
"Huh!" Melati menarik napas kasar.
"Kau dengar!"
"Dengar, Tuan!" sahut Melati lemas, ditutupnya kembali bajunya karena Arjuna telah selesai mengobati lukanya.
"Ya sudah, sebentar lagi waktu Magrib tiba. Mari bersiap Shalat berjamaah di bawah."
"Baik, Tuan."
Melati lebih dulu turun ke bawah, sedangkan Arjuna menyusul setelah selesai membersihkan badan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Mien Mey
arjun sebenernya nyuruh mwlati nglwan jambak" kan krna dia ga bs nglakuin hl yg sm itung" bles dendam😀
2021-08-18
0
W⃠''@πJαn!!!'`™. ⃟ ⃟ ࿐
ciyee yg lg perhatian nikh😅😅
2020-05-23
2
Gendhuk sri
ya ampun lucuuuuuu
2020-05-19
1