Perasaan Arjuna (Pov Arjuna)

❤❤❤

Setelah pertemuanku dan Jelita, aku jadi bingung menentukan pilihan. Nasib buruk menimpa wanita yang pernah bertahta di hatiku. Mengapa dia hadir saat rasaku sudah terpaut pada Melati?

Aku duduk di meja kerja dan mengamati foto-foto kami dulu. Sejak duduk di bangku kuliah kami sama-sama. Jelita gadis yang baik, hanya saja saat kuminta untuk memakai hijab, ia selalu bilang 'Nanti setelah kita sah menjadi sepasang suami istri aku akan memakai hijab' nyatanya sampai sekarang, niat itu tak pernah di penuhi olehnya. Bahkan setelah musibah itu menimpanya.

Sementara Melati? Aku memintanya melepas hijab di hadapanku, ia menolak dengan halus karena kami bukan muhrim. Lalu dengan alasan aku risih melihatnya memakai hijab, kunikahi gadis itu. Bagaimana mungkin aku risih melihat seorang gadis berhijab? Aku sangat suka melihat para gadis yang dengan senang hati menutup auratnya, dengan begitu InshaAllah mereka akan di pandang segan dan terselamatkan dari pandangan pria yang tampak kehausan saat melihat gadis seksi yang melintas. Aku memejam, aku yakin Melati adalah pilihan yang tepat. Aku harus melupakan Juwita atau Jelita. Ia hanya masa lalu.

Sebenernya sudah lama aku tertarik dengan gadis itu, hanya saja aku baru menyadarinya baru-baru ini. Aku terlalu asik menjahilinya dan mengganggunya, sampai kenyamanan itu benar-benar ada saat aku bersamanya. Aku memasukkan foto Jelita ke dalam laci kemudian berjalan ke arah nakas, mengambil foto Melati. Gadis sederhana dengan seribu keunikannya. Polos dan patuh. Aku meraba wajahnya pada foto itu dan menciumnya, lalu kupeluk ia dalam dekap.

Aku beringsut dan berjalan ke arah sudut ruangan kamar dan membuka kulkas, masih terlihat segar puding buatannya. Kuambil dan kubawa ke atas ranjang, kemudian mengambil fotonya dengan gawai. Selesai, aku akan mencoba memakannya, aku memotongnya sedikit, dan menyentuhnya ahh ... sayang sekali sudah berlendir. Kembali kumasukkan dalam kulkas. Begitu pun fotonya, kembali kuletakkan di nakas.

Tadi, aku sempat menciumnya. Jujur saja itu karena aku merasa bersalah meninggalkannya sendirian. Setelah itu, ia bahkan tak keluar dari kamar bahkan setelah Isya. Aku hanya menelpon nya, memastikan kalau ia tau aku sudah memberikan kejutan di kamarnya. Aku memasang lampu kecil berwarna-warni, kesukaannya.

Pagi itu untuk pertama kalinya aku mendengar Melati membaca Ayat suci Al-Quran. Suaranya merdu meski pun ada beberapa tajwid yang salah. Aku mengajarinya sedikit ilmu tentang tajwid yang kumiliki. Setelahnya aku membuat nasi liwet untuk kami sarapan, saat sedang asyik sarapan nasi liwet sepiring berdua, ponsel bergetar, ternyata Jelita yang menelpon. Aku menjauh dari Melati dan menerima teleponnya.

"Iya, halo?"

"Juna, tolongin aku dong. Revi badannya panas. Temenin aku ke dokter spesialis anak, ya!"

"Aku nggak bisa, Lita. Nanti sore aja, ya! Kamu panggil dokter dulu aja ke rumah, atau minta bantu ART ke rumah sakit."

"Kamu tega sama aku. Aku sebatang kara, Jun di Indo. Kamu tau kan? Papi udah nggak ada, Mami di Amerika. Dulu kamu tuh selalu ada buat aku. Jam berapa pun saat aku butuh, kamu tuh selalu ada."

"Ya sekarang semua sudah beda, Lita. Aku sudah menikah, aku punya istri. Jalan kita udah beda."

"Tapi aku tau, rasa di hati kamu masih sama buat aku! Jun, aku masih Jelita kamu yang dulu! Aku gadis yang kamu sukai." Aku diam saja, entahlah perasaan apa sebenarnya ini. "Pokoknya aku tunggu, dalam 30 menit kamu harus sudah ada di sini. Kalau ada apa-apa sama Revi, aku nggak akan maafin kamu!"

Tut ... Tut ... Tut ....

'Ah!! Pusing kepalaku'

Aku meremas kepala, frustasi. Sepertinya aku harus ke sana, bukan karena Jelita. Tapi lebih ke kemanusiaan. Aku memasukkan gawai ke saku celana dan kembali mendekati Melati.

"Melati, aku pergi dulu, ya," ucapku sembari menyodorkan tangan. Ia menerima dan mencium punggung tanganku.

"Assalamu'alaikum ...," pamitku.

"Waalaikumsalam."

***

Sampai di rumahnya Jelita langsung menghambur memelukku. Ia sudah mendatangkan dokter ke rumah.

"Jun, aku bingung harus minta tolong siapa. Maaf, ya!" Aku melepas pelukannya dan menuntunnya duduk di kursi sofa.

"Iya, nggak apa-apa. Apa kata dokter?"

"Gejala tipes, Jun."

"Alhamdulillah, bukan penyakit yang serius. Lain kali kamu harus lebih menjaga pola makan dan kesehatannya. Supaya imun tubuhnya kuat."

Wanita itu hanya mengangguk setuju.

"Jun. Aku mau minta tolong sama kamu, boleh?"

"Apa? Aku belum bisa memastikan sebelum mendengar permintaanmu apa."

"Sebentar lagi, Revi ulang tahun. Ia meminta hadiah di pertemukan dengan Papa kandungnya. Kamu mau berpura-pura sebagai Ayah biologis nya?"

"Kamu gila? Dengan seperti itu kita hanya memberi harapan palsu pada anak itu. Aku bahkan tidak pernah menciummu, bagaimana bisa aku menghamilimu?"

"Jun, ayolah ... Ini hanya pura-pura. Hanya sampai ia ulang tahun saja."

"Bagaimana kalau orang berpikir hal yang sama? Apa pandangan orang terhadapku? Terus karier aku, hubunganku dengan istriku di rumah? Semua di pertaruhkan, Jelita."

Ia tersenyum. "Makasih, ya. Masih memanggilku dengan sebutan itu. Jelita ... " Aku menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. "Jun, mau ya! Please .... Cuma di hadapan Revi. Aku nggak akan bilang ke siapapun soal ini."

"Kenapa nggak kamu pertemukan saja sama ayah kandungnya?"

"Selamanya aku tidak akan pernah mau memberi tahu ayah kandungnya itu siapa."

"Tapi dia berhak tau, saat ia menikah nanti, ayah kandungnya lah yang akan menjadi wali."

"Pokoknya aku nggak mau, titik!"

Wanita ini masih tidak berubah sama sekali. Keras kepala dan tidak mau mendengarkan orang lain.

"Ya sudah, aku pergi bekerja dulu." Aku hendak berdiri tapi Jelita langsung menarik tanganku lagi. Ia begitu saja mencium pipiku.

"Astaghfirullah .... " Aku memejam dan ber istighfar. "Juwita, cukup! Aku mohon, jangan seperti ini!"

"Hanya cium pipi, Jun."

"Aku pria beristri! You know it. and please protect your attitude!"

"Why? You love me, and forever will be like that."

"Juwita, Juwita. Aku mohon sama kamu, ngertiin posisi aku sekarang ... semuanya udah beda! Beda! Kita bukan sepasang remaja yang di mabuk asmara." Aku melepas paksa pegangan tangannya di lengan, dan melangkah pergi begitu saja.

"Arjuna!! Aku tau yang menjadi istri kamu sekarang itu bukan tipe kamu banget. Jadi jangan berpura-pura perduli dengan perasaannya. Lepaskan dia, dan hiduplah bahagia denganku!"

Aku hanya mengibaskan tangan ke belakang tanpa menoleh ke arahnya. Kemudian masuk ke mobil dan pergi ke lokasi syuting.

***

"Emmm, cukup rumit Jun masalah lo! Di sisi lain lo kasihan sama Revi, anaknya Juwita. Di sisi lain, lo takut orang beranggapan bahwa isu itu benar, bahwa lo ayah biologis dari anaknya Juwita," kata Dino.

"Eh, kalau gitu urusannya lo langsung tes DNA aja, buat Jaga-jaga kalau nanti terjadi sesuatu." sahut Mariska.

"Gini, aja. Nggak apa-apa lo bantu di Juwita buat nyenengin anaknya. Kan dia janji cuma di hadapan Revi lo harus mengakui kalau lo ayah biologisnya. Nanti kalau bocor atau terjadi hal yang tidak-tidak baru deh lo tes DNA, untuk membuktikan kalau itu bukan anak lo!" lagi, Dino memberikan usulnya.

Aku diam saja, usul mereka ada benarnya juga.

"Ya udah deh, nanti gw coba ngomong ke Juwita."

"Eh, tapi lo harus hati-hati loh. Semua orang tau Juwita itu orang yang gimana. Dulu, kami sering banget ngingetin lo buat ngejauhin dia, tapi lo nggak mau denger. Terus kami bersyukur saat tau pernikahan lo batal! Ya, meski pun saat itu lo menderita banget." Sambung Mariska.

"Kalian suka, ya liat sahabatnya menderita."

"Kami ingetin lo karena kami sayang sama lo. Kita pengennya lo itu dapet istri yang bukan hanya cantik rupa, tapi cantik hatinya juga. Kayak si Melati .... " Dino menyenggol lenganku dengan siku tangan, menggoda. Sementara Mariska tertawa melihat kami berdua.

"Apaan, sih!" sungutku kesal dan tawa mereka kembali berderai.

"Tuan, ini titipan, Anda," kata Gilsa yang tiba-tiba memberikan kotak coklat dan rangkaian bunga mawar merah yang kupesan, lalu mengambilnya.

"Hem Hem, cieciecie." Goda Mariska.

"Ntar dulu, itu buat istri Sah apa gimana ceritanya.... " sambung Dino, tak kalah mengesalkan. Aku menatap mereka sinis, kemudian mendengkus tertawa.

"Buat istri gue, Melati Kusuma."

"Bener, ya. Ntar lupa jalan pulang." Mereka tertawa lagi. Aku mengacuhkannya, berdiri dan pamit pulang.

"Tuan, kalau begitu saya pulang, ya!" pamit Gilsa.

"Sama saya saja, sekalian saya anter. Dari pada nunggu Regi, lama."

"Tidak, Tuan. Saya pulang bersama Regi saja," sahutnya dengan mengulum senyum dan pipi merona.

Ada apa dengan wanita ini. Ia persis seperti orang yang sedang jatuh cinta. Aku mendekat ke arahnya kemudian berdiri memperhatikan wajahnya.

"Jangan bilang selama saya bawa mobil sendiri, kalian berdua terlibat cinta lokasi."

Gilsa diam saja, ia menyelipkan rambut ke belakang telinga. Aku menggeleng tertawa, lucu.

"Raut wajahmu sudah menjawab semuanya. Oke, aku pulang lebih dulu." Aku hendak membuka pintu, tapi kembali menoleh ke arahnya. "Heyy, boleh saja saling jatuh cinta, tapi harus ingat batasan! Kalau ada apa-apa, kamu sebagai wanita yang di rugikan."

Gilsa tak menyangka dengan kalimat yang terlontar dari mulutku. Ia mengangguk cepat.

"Baik, Tuan. Akan saya ingat."

"Bagus. Ya sudah, saya pulang. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam." Aku memasuki mobil dan duduk di belakang kemudi. Perlahan mobil meninggalkan parkiran.

***

Perjalanan pulang, ponsel terus saja bergetar. Itu telepon dari Juwita. Ada apa lagi ini? Dengan terpaksa aku mengangkatnya. Ia mengatakan minta di antarkan mengambil mobilnya di bengkel yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Ada-ada saja, alasannya. Kukatakan aku sedang dalam perjalanan pulang, tapi ia memohon dengan sangat.

Juwita, selamat 6 tahun berpisah denganku ia bisa melakukan semua sendiri. Kini saat sudah bertemu denganku, mengapa ia kembali ketergantungan padaku. Baiklah jika hanya mengantar ke bengkel akan kulakukan. Aku berputar arah menuju rumahnya. Setelah sampai ia langsung saja naik ke mobilku. Sialnya di tengah perjalanan jalanan macet juga, sehingga semakin lama kami sampai di sana.

***

"Makasih ya, Jun," ucapnya ketika aku sampai mengantarnya ke rumah kembali.

"Iya, sama-sama. Aku langsung pulang."

"Oke." Dan aku berlalu.

Kini aku sudah ada di depan pintu, kutekan bel beberapa kali, seperti biasa, aku sampai di rumah magrib. Melati pasti sedang menjalankan shalat Magrib. Aku memutuskan duduk di kursi dengan meja bulat di teras apartemen kami. Kuletakkan coklat dan bunga kemudian melepas sepatuku sendiri. Selesai, aku kembali berdiri menekan bel beberapa kali. Pintu terbuka, ia langsung mengambil punggung tanganku, menciumnya dan berjongkok hendak melepas sepatu, tapi tidak jadi karena aku sudah melepasnya duluan. Aku tersenyum, ia diam saja. Melati meninggalkanku masuk ke kamar.

Kenapa? Apa salahku? Ya sudahlah, mungkin lebih baik aku menjalankan shalat Magrib dulu. Selesai shalat isya aku keluar, pintu kamarnya masih tertutup. Aku gelisah menunggu ia membuka pintu. Apa ia tidak mau makan malam bersamaku?

Aku masih hilir-mudik di depan pintu kamarnya. Ragu, harus memanggilnya atau tidak. Coklat dan bunga sudah ada di genggaman. Baiklah, aku harus memberikan coklat dan bunga ini.

Tok... tok... tok....

"Melati, boleh saya masuk?"

Tidak ada suara, apa Melati marah? Tapi salahku apa? Aku kembali mengetuk pintu dan memanggil namanya. Pintu terbuka, Melati membuka pintu, ia memakai baju tidur berwarna putih. Rambutnya di gelung asal ke atas.

"Boleh aku masuk?"

"Silakan, Tuan."

Ia duduk di sisi ranjang, dekat dengan kepala ranjang dan aku duduk di sampingnya.

"Aku mau kasih ini." Aku memberikan coklat dan bunga padanya. Ia mengambilnya, masihh dengan muka datar mengucapkan Terima kasih.

Hening.

Aku bingung harus berkata apa.

"Tuan, kalau tidak ada perlu lagi silakan keluar, saya mengantuk." Ia berdiri hendak menuju balkon, tapi aku reflek menarik tangannya hingga ia terduduk di pangkuanku.

Aku memeluk tubuhnya erat dari belakang dan menyandarkan dagu di bahunya.

"Tuan, apa yang Anda lakukan?" tanyanya sedikit berbisik.

"Sebentar saja. Aku hanya ingin bertanya." Balasku berbisik ke telinganya.

"Apa?"

"Aku hanya memastikan apa kamu memiliki rasa yang sama seperti yang aku rasakan?" Melati memejamkan matanya, aku bisa merasakan kegugupan nya berada dalam pelukan. "Aku juga ingin memastikan, bahwa kamu menginginkanku sebesar aku menginginkanmu."

Kini wajah itu tertunduk dalam.

"Katakan Melati, katakan .... " bisikku lirih.

Melati tampak menarik napas dalam, aku menoleh ke arahnya. Ku kecup hangat telinganya, yang membuatnya sedikit memalingkan wajahnya.

Terpopuler

Comments

zei

zei

nyesek

2020-05-10

1

Abimanyu Rara Mpuzz

Abimanyu Rara Mpuzz

sebel sama mbaknya yang banyak alasan

2020-05-07

1

Abimanyu Rara Mpuzz

Abimanyu Rara Mpuzz

haahh dasar modus ni perempuan

2020-05-07

4

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Menyerahkan Melati pada Arjuna
3 Muslihat Keluarga Melati
4 Salah Arjuna
5 Melati VS Dewi
6 Kebenaran soal Melati
7 Melati Menangis
8 Bolu Kukus
9 Pentas Menari
10 Ciuman Pertama Melati (Pov Melati)
11 Pemotretan (Pov Arjuna)
12 Lampu Kelap-kelip (Pov Melati)
13 Hari Pertama di Apartemen (Pov Arjuna)
14 Puding berbentuk hati (Pov Melati)
15 Masa Lalu Arjuna
16 Tajwid Cinta (Pov Melati)
17 Perasaan Arjuna (Pov Arjuna)
18 Lawan jadi Kawan (Pov Melati)
19 Cincin Bermata Satu
20 Air Mata Arjuna
21 Berbunga (Pov Melati)
22 Revi Anak yang Manis
23 Belanja Lingerie (Pov Melati)
24 Salah Pengertian (Pov Arjuna)
25 Malam Pertama (Pov Melati)
26 Ketakutan Melati (Pov Arjuna)
27 Revi (Pov Melati)
28 Bertemu Ibu Mertua
29 Salam Perpisahan ( Pov Melati )
30 Mengusir Sepi (Pov Melati)
31 Salah Apa?
32 PENGUMUMAN
33 Melati Kamu Kuat! (Pov Melati)
34 Amarah Arjuna (Pov Arjuna)
35 Kebenaran Terkuak (Pov Arjuna)
36 Mawar Berduri
37 Arjuna Bertemu Mama (Pov Arjuna)
38 Gelisah
39 Makan Malam Romantis
40 Pesan Rega
41 Melati Bertemu Keluarga
42 Makam Ibu (Pov Melati)
43 Bahagia ( Pov Arjuna)
44 Bodyguard Melati (Pov Arjuna)
45 Senjata Makan Tuan
46 Kentang Goreng yang manis ( Pov Arjuna)
47 Perasaan Rega
48 Perjanjian
49 Percaya pada Allah ...
50 Tampan Siapa? (Pov Arjuna)
51 Penyesalan Pak Fikri
52 Selamanya .... (Pov Melati)
53 Pertemuan Keluarga
54 Memperkenalkan Keluarga
55 Merasa Bersalah
56 Istri yang Luar Biasa
57 Arjuna Vs Rega
58 Terbongkarnya Sandiwara
59 Suasana Genting
60 Berjuang demi Cinta (Pov Arjuna) 21+
61 Barbie Raksasa (Pov Melati)
62 Cemburu (Pov Arjuna)
63 Memahat Kenangan Bersamamu (Pov Melati)
64 Allah mendengar Do'amu
65 Pengakuan Rega
66 Kembali ke Rumah Lama
67 Ngidam
68 Boleh?
69 Perjuangan di mulai
70 LDR
71 Susu Coklat
72 Mencari Asisten Untuk Melati
73 Kedatangan Mawar
74 Hilangnya Kalung Berlian Mama (Pov Melati)
75 Sidang Keluarga
76 Restu?
77 Mengunjungi Juwita (Pov Melati)
78 PENGUMUMAN
79 Dugaan Melati (Pov Melati)
80 Hilangnya Melati dan Rega
81 Topeng Juwita (Pov Melati)
82 Kembalinya Juwita (Pov Arjuna)
83 Kekhawatiran Sang Mama
84 Usaha Mawar Menemukan Melati
85 Mawar Bertemu Vivi
86 Pertemuan Melati dan Mawar
87 Akhirnya (Pov Melati)
88 Aku tidak seperti itu (Pov Melati)
89 Revi
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Prolog
2
Menyerahkan Melati pada Arjuna
3
Muslihat Keluarga Melati
4
Salah Arjuna
5
Melati VS Dewi
6
Kebenaran soal Melati
7
Melati Menangis
8
Bolu Kukus
9
Pentas Menari
10
Ciuman Pertama Melati (Pov Melati)
11
Pemotretan (Pov Arjuna)
12
Lampu Kelap-kelip (Pov Melati)
13
Hari Pertama di Apartemen (Pov Arjuna)
14
Puding berbentuk hati (Pov Melati)
15
Masa Lalu Arjuna
16
Tajwid Cinta (Pov Melati)
17
Perasaan Arjuna (Pov Arjuna)
18
Lawan jadi Kawan (Pov Melati)
19
Cincin Bermata Satu
20
Air Mata Arjuna
21
Berbunga (Pov Melati)
22
Revi Anak yang Manis
23
Belanja Lingerie (Pov Melati)
24
Salah Pengertian (Pov Arjuna)
25
Malam Pertama (Pov Melati)
26
Ketakutan Melati (Pov Arjuna)
27
Revi (Pov Melati)
28
Bertemu Ibu Mertua
29
Salam Perpisahan ( Pov Melati )
30
Mengusir Sepi (Pov Melati)
31
Salah Apa?
32
PENGUMUMAN
33
Melati Kamu Kuat! (Pov Melati)
34
Amarah Arjuna (Pov Arjuna)
35
Kebenaran Terkuak (Pov Arjuna)
36
Mawar Berduri
37
Arjuna Bertemu Mama (Pov Arjuna)
38
Gelisah
39
Makan Malam Romantis
40
Pesan Rega
41
Melati Bertemu Keluarga
42
Makam Ibu (Pov Melati)
43
Bahagia ( Pov Arjuna)
44
Bodyguard Melati (Pov Arjuna)
45
Senjata Makan Tuan
46
Kentang Goreng yang manis ( Pov Arjuna)
47
Perasaan Rega
48
Perjanjian
49
Percaya pada Allah ...
50
Tampan Siapa? (Pov Arjuna)
51
Penyesalan Pak Fikri
52
Selamanya .... (Pov Melati)
53
Pertemuan Keluarga
54
Memperkenalkan Keluarga
55
Merasa Bersalah
56
Istri yang Luar Biasa
57
Arjuna Vs Rega
58
Terbongkarnya Sandiwara
59
Suasana Genting
60
Berjuang demi Cinta (Pov Arjuna) 21+
61
Barbie Raksasa (Pov Melati)
62
Cemburu (Pov Arjuna)
63
Memahat Kenangan Bersamamu (Pov Melati)
64
Allah mendengar Do'amu
65
Pengakuan Rega
66
Kembali ke Rumah Lama
67
Ngidam
68
Boleh?
69
Perjuangan di mulai
70
LDR
71
Susu Coklat
72
Mencari Asisten Untuk Melati
73
Kedatangan Mawar
74
Hilangnya Kalung Berlian Mama (Pov Melati)
75
Sidang Keluarga
76
Restu?
77
Mengunjungi Juwita (Pov Melati)
78
PENGUMUMAN
79
Dugaan Melati (Pov Melati)
80
Hilangnya Melati dan Rega
81
Topeng Juwita (Pov Melati)
82
Kembalinya Juwita (Pov Arjuna)
83
Kekhawatiran Sang Mama
84
Usaha Mawar Menemukan Melati
85
Mawar Bertemu Vivi
86
Pertemuan Melati dan Mawar
87
Akhirnya (Pov Melati)
88
Aku tidak seperti itu (Pov Melati)
89
Revi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!