Mobil melaju perlahan meninggalkan pekarangan rumah yang luas. Dalam mobil Arjuna mendengarkan Gilsa menyebutkan beberapa acara yang harus dihadiri hari ini. Sementara Regi, sopir mereka hanya diam mendengarkan. Bahkan sopir itu takut jika tidak sengaja terbatuk saat mereka sedang berbicara. Karena itu akan membuat Arjuna Murka.
Selesai menyampaikan semuanya, Gilsa memberanikan diri bertanya. Wanita itu penasaran kenapa Arjuna memilih menikahi Melati yang perempuan biasa. Padahal banyak di luar sana perempuan cantik dan terkenal yang mengejar cintanya.
"Tuan, jujur saja aku terkejut waktu Anda memutuskan menikahi Melati. Kalau boleh tau, apa alasan dibalik semua itu?" Gilsa bertanya dalam perjalanan. Arjuna diam sesaat kemudian mulai bicara.
"Sebenarnya aku bosan dikejar-kejar para gadis yang haus popularitas. Kau lihat saja Angel, Fika, Feli, Keisha dan masih banyak lagi. Mereka semua bergantian setiap minggu datang ke lokasi syuting, sok membawa makanan buatku dan pura-pura menyukaiku."
"Apakah Anda tidak memiliki hati pada salah satu dari mereka?"
"Aku? Suka sama mereka? Ah!!" Arjuna mengibaskan tangan di depan wajahnya. "Perempuan seperti mereka cuma mau enaknya aja, mereka cuma nebeng nama dibalik namaku. Mau digosipin setiap hari. Coba kalau aku bukan siapa-siapa, apa mereka tetap mengejarku seperti itu?"
"Tapi bukankah bagus, nama Anda juga terangkat karena memiliki hubungan dengan mereka? Sebut saja Fika, dia model ternama, Tuan. Angel, wanita itu cantik, sexy, pemain sinetron ternama pula. Feli dia bahkan sudah mengerluarkan 2 single terbarunya."
"Kata siapa? Buktinya sampe sekarang namaku tetap berada di atas meskipun menikahi Melati yang miskin dan kampungan. Aku tidak butuh gimmick untuk menaikkan popularitasku. Karena yang berkualitas akan bertahan, yang cuma cari sensasi pasti agan tergeser suatu saat. Mereka tidak akan lama berada di puncak."
"Anda benar, Tuan. Lalu apakah ada alasan lainnya mengapa Anda menikahi Melati selain membuat para gadis yang haus popularitas itu menjauh dari Anda?"
Arjuna terdiam, siku tangannya bersandar pada pintu mobil, sedangkan jemarinya mencubit-cubit kecil dagunya sendiri.
"Aku kasihan .... "
"Kasihan, Tuan?" Gilsa mencoba menajamkan pendengarannya.
"Iya, kasihan. Kita berdua tau, orang tuanya berdalih menitipkan dia padaku, padahal Melati sengaja dibuang ke rumahku. Sudah dua bulan pihak rumah sakit memberi tahu kita kalau mereka sudah keluar dari sana. Tapi mereka terus meminta dikirimi uang, mereka pikir kita tidak tau soal itu."
"Kenapa Anda tidak jujur pada mereka?"
"Kita lihat saja, sampai mana mereka terus menipu kita. Biar saja mereka bahagia menikmati uang yang aku kirimkan." Pandangan Arjuna menerawang. Bibirnya menyungging sebelah, penuh siasat.
***
Melati baru saja pulang dari les menari. Dia biasa mengajari anak-anak tetangganya menari jaipong ketika ada di desa. Kini dia belajar menari salsa, katanya Arjuna yang meminta. Melati duduk di sofa sembari menonton acara televisi swasta. Tanpa sengaja ia melihat acara suaminya sendiri sedang mengomentari chef pemula di sana.
"Hah! Nggak di sana, nggak di sini, kerjanya marah-marah." Melati mendekat ke arah TV dan menunjuk-nunjuk muka Arjuna. Ia terlihat sangat kesal.
"Hey Tuan!! Anda pikir saya takut sama Anda? Kalau bukan karena Bapak saya berhutang budi pada Anda saya tidak akan mau menikah dengan pria berhati batu seperti Anda. Lihat diri Anda, jangan mentang-mentang Anda kaya bisa berbuat seenaknya sama saya."
Melati menatap wajah pada layar itu sinis. Di tetapnya wajah itu lamat-lamat sambil mengucap sumpah serapah dalam hati.
Kreakkkk!
Pintu terbuka, Melati melonjak kaget, jantungnya serasa mau copot.
"Nyonya, apa Anda butuh sesuatu?" tanya Bunga.
Melati masih mengatur napasnya, dia pikir Arjuna yang pulang. Ia lega bukan kepalang melihat Bunga yang datang.
"Tidak, Mbak Bunga. Terima kasih."
"Baiklah, pencet tombol saja kalau Anda memerlukan sesuatu."
"Ba ... baik, Mbak Bunga."
Bunga tersenyum, sedikit menundukkan kepala dan kembali menutup pintu.
"Ahhh ya Allah, Astagfirullah ... selamat-selamat, bisa mati kutu aku kalau itu Tuan Arjuna!"
***
Melati melirik jam dinding, jam sudah menunjukkan pukul 23.00 malam.
'Kenapa Tuan belum pulang, ya? Apa aku tidur duluan saja? Nanti kalau dia marah-marah karena mau minta sesuatu bagaimana?'
Gelisah Melati memikirkan Arjuna. Matanya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Rasa kantuk sudah menyelimuti diri. Melati berjalan ke arah ranjang, merapikan tempat tidur itu sebentar, lalu duduk di sana.
Mulutnya terus saja menguap, tubuhnya sangat butuh istirahat. Melati menghempaskan tubuhnya. Dan tanpa disadari, ia terlelap.
Sementara Arjuna, baru saja pulang. Berbincang pada Gilsa sesaat, kemudian langsung masuk ke rumah. Keadaan rumah sudah sepi, semua orang sudah ada di alam mimpi. Jam sudah menunjukkan pukul 00.00. Arjuna membuka pintu kamar dan mendapati melati berbaring di sana.
'Ah, sial! Kenapa dia bisa tidur di sana?' Umpatnya dalam hati sembari melewati tubuh Melati ke arah kamar mandi.
Arjuna menyiram tubuhnya dengan air hangat, hilang sudah lelah berganti segar. Setelah keluar kamar mandi Ia berjalan mendekati gadis itu.
'Dasar kuman, bakteri, kenapa kau tidur secepat ini? Aku bahkan belum membuatmu menderita hari ini.'
Arjuna menyusun guling dan bantal di tengah ranjang. Dia sangat takut bersentuhan dengan Melati yang sudah terlelap. Karena terlalu lelah, suara dengkuran Melati agak keras. Arjuna menutup kedua telinganya dengan bantal.
'Ah, dasar perempuan payah! Bagaimana aku bisa tidur kalau kau berisik seperti itu!' teriaknya dalam hati.
Arjuna turun dari ranjang dan memilih tidur di sofa.
"Awas kau besok ya!" ucapnya geram sembari berbaring di sofa.
***
Suara alarm terdengar nyaring, Arjuna terbangun dari tidurnya. Ia merasa semua anggota tubuhnya pegal. Arjuna melihat jam sudah menunjukkan pukul 05.30 subuh. Ia beranjak dan mendekati Melati yang masih pulas tidur di atas tempat tidurnya.
Plukkk!!
Melati hanya menggeliat sesaat, kemudian kembali memejamkan mata.
Plukkkk!!
Kali ini Arjuna lebih keras melemparnya dengan bantal.
'Dalam hitungan lima kau tidak juga bangun, kau akan mati Kuman!' Arjuna nampak geram.
"Ahhhhh .... " Melati menguap, merenggangkan otot-otot tangannya. Ia duduk dengan mata masih setengah terpejam.
"hehehe." Melati tertawa kecil melihat Arjuna. "Tuan, mengapa Anda berdiri di sana? Apakah Anda tidak pergi bekerja?" Melati bicara setengah sadar. Ia kembali menghempaskan tubuhnya ke kasur.
"Nyenyak ya tidurmu?" tanya Arjuna melihat tingkahnya.
"Tentu saja Tuan. Kenapa malam ini tidurku begitu enak. Aku merasa lebih nyaman dari biasanya. Heheheh." Melati nyengir kuda, memeluk guling lebih erat.
"Oh begitu, wajar lah. Kau tidur di kasurku. Dan aku tidur di sofa itu. Tubuhku sakit semua rasanya dan semua itu karena kau!."
"Emmm, benarkah? Jadi kau tidur di sofa dan aku di ranjang? Hehehe." Kesadaran Melati belum terkumpul, ia masih setengah sadar.
Saat kesadarannya sudah 100℅ rasa kantuknya langsung hilang. Matanya mengerjab beberapa kali.
'Apa? Apa dia bilang? Jadi aku tidur di kasurnya dan ia tidur di sofa?' Mata Melati memejam. Ia malah pura-pura kembali tidur karena ketakutan.
"Hey, Bakteri! Dalam hitungan tiga kau tidak bangun. Kelempar tubuhmu dari sana ke lantai. Satu! Dua! Ti ... "
Melati langsung berdiri dan duduk memegangi kaki Arjuna.
"Tuan, saya salah, maafkan saya .... "
'Apa aku harus minta maaf seperti ini hanya karena tidak sengaja tidur di kasurnya? Hah! Sungguh kekanakan!'
"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Arjuna menatap wajah Melati tajam.
"Tidak, Tuan."
'Apakah selain indra perasa dan indra pendengaranmu tajam, kau juga memiliki indra ke 100? Mengapa kau seolah selalu tau isi kepalaku?'
"Melati taukah kau ini jam berapa?"
Melati melirik jam dan melonjak kaget, reflek ia berdiri yang membuat bibir Arjuna terbentur kepalanya, karena Arjuna sedikit menunduk memperhatikannya.
"Astagfirullah, Ma ... maaf Tuan! Saya bahkan belum melaksanakan shalat subuh! Astagfirullah, astagfirullah!!" Melati panik karena belum shalat Subuh.
Arjuna memejam geram.
"Kalau begitu cepat laksanakan setelahnya kembali ke sini!" Arjuna memegangi mulutnya yang sakit karena terbentur kepala Melati.
Tanpa aba-aba Melati langsung melesat pergi. Ia langsung menuju tempat ibadah di lantai satu. Di rumah besar Arjuna ada ruangan khusus yang cukup luas (Mushola mini) tempat menjalankan shalat. Meski pun Arjuna jarang memakainya, tapi semua Asisten rumah tangga di sini rutin melakukan shalat.
Setelah Melati pergi, Arjuna langsung menuju kamar mandi. Ia membersihkan diri. Selesai ia menuju ke ruangan khusus ganti pakaian, ruangannya itu ada di samping kamar mandi. Cukup luas, terdapat baju-bajunya dan baju Melati di sana.
Sedangkan Melati baru saja selesai menjalankan shalat subuh. Saat akan kembali naik ke atas ia berpapasan dengan Dewi, anaknya tante Dinda. Dengan sengaja gadis usil itu menjulurkan kakinya ketika Melati melintas di hadapannya, sehingga membuat Melati jatuh dan mengaduh.
Melihat Melati terjatuh Dewi tertawa menutup mulutnya sembari tertawa sinis. Sedangkan Melati tidak berani melakukan apa-apa. Melati hanya menatap kesal pada Dewi. Ia bukan tipe gadis yang suka dengan keributan.
"Sorry .... " Dewi berlalu pergi dengan wajah mengejek.
Melati mengulum bibirnya kesal.
'Entah sampai kapan aku akan tersiksa berada di rumah ini. Andai aku bisa pergi dari sini aku akan sangat bersyukur kepadamu ya Allah.'
Melati berdiri dan sedikit pincang naik ke atas.
Kreakkkk ....
Pintu terbuka, terlihat Arjuna sedang duduk di depan meja rias, Ia tersenyum melihat kedatangan Melati. Diletakkannya ponsel di atas meja rias dan memanggil Melati dengan menggerakkan jari telunjukkan maju mundur.
Melati segera berjalan mendekat menerima aba-aba dari suaminya.
"Jangan mau jadi orang yang bodoh! Kalau aku jadi kamu, akan kubalas perbuatan Dewi tadi!" katanya dengan tenang.
Mata Melati membulat, bagaimana Arjuna bisa tau kejadian barusan.
"Saya hanya tidak suka keributan."
"Bukan tidak suka keributan, kau gadis bodoh. Orang akan melakukan hal lebih dari itu jika kau diam! Sekarang sisir rambutku dengan benar!"
Melati diam saja. Ia memposisikan tubuhnya berada di hadapan Arjuna. Diambilnya sisir dan menyisir rambut pria menjengkelkan itu.
"Pake minyak rambut. Yang keren sisirinnya!" pintanya.
Melati mengangguk. Diambilnya sedikit minyak rambut merk ternama dan mengusapkannya ke rambut Arjuna.
"Pastikan tanganmu bersih! Aku tidak mau Bakteri-bakteri yang ada di jarimu, turun ke rambutku dan menjalar ke kulit kepalaku. Aku bisa ketombean!" teriaknya nyaring.
"Tangan saya bersih, Tuan. Saya tadikan ambil wudhu di bawah."
"Pake sabun, nggak?" Matanya melotot seperti ingin menelan.
"Pake, Tuan."
'Ishh!! Apa-apaan. Sebelum melawan Dewi kupastikan aku akan melawanmu terlebih dahulu setelah keberanianku terkumpul!'
"Kau mengatakan sesuatu?"
"Tidak, Tuan," sahut Melati dengan sopan.
Ia kembali sibuk menyisir rambut Arjuna. Setelah agak lama ia selesai.
"Sudah, Tuan."
"Coba minggir aku mau lihat di cermin." Melati minggir ke samping. Mata Arjuna melotot. "Kau pikir aku dosen culun menyisir rambutku seperti ini?" Arjuna tampak kesal. Rambutnya di sisir belah tengah oleh Melati, bagian kiri dan kanannya licin sampai lalat pun terpeleset jika hinggap di sana.
"Maaf, Tuan. Akan saya coba lagi."
Melati kembali sibuk menyisir rambut Arjuna. Setelah dirasanya selesai ia kembali minggir.
"Kau pikir aku anak pank rambutnya kau sisir Jigrak-jigrak begini?"
Lagi gadis itu mencoba membenahinya. Sepuluh kali lebih Melati mencoba menyisir rambut itu, tapi selalu salah. Arjuna tetap marah-marah dan bilang Melati tidak becus mengurusnya. Akhirnya Melati menjauh dari sana karena Arjuna memintanya pergi.
Melihat Melati pergi dengan raut wajah sedih Arjuna tersenyum senang. Namun, dalam hati ia kesal juga melihat perbuatan Dewi pada Melati. Ia melihat itu dari ponselnya, semua ruangan di rumah ini dipasang CCTV kecuali kamar. Sehingga Arjuna bisa memantau apa pun yang terjadi di rumah besar ini.
***
"Cut! Cut! Cuttttt!!!" teriak produser mengakhiri syuting hari ini. Arjuna duduk diantara para kru yang bertugas. Satu persatu mereka memberikan salam persahabatan pada Arjuna.
Sedangkan Gilsa sudah berdiri tegak di sampingnya.
"Ini minumnya, Tuan!"
"Terima kasih Gilsa." Arjuna mengambil botol air mineral dari Gilsa.
Setelah itu meminumnya. Arjuna meletakkan botol di bawah kursi kemudian memeriksa ponselnya.
Arjuna tertawa ketika memantau keadaan rumah. Ia melihat tante Dinda dan Dewi terus mengganggu Melati.
"Ada yang terjadi, Tuan?" tanya Gilsa.
"Mulai bulan depan pangkas uang untuk tante Dinda. Jadi seperempat saja."
"Anda serius, Tuan?"
"Saya yakin, bukan lagi serius!"
"Apakah Anda tidak takut, Mama Anda marah?"
Arjuna diam saja, ia bahkan tidak pernah membuka SMS dan mengangkat telepon dari sang Mama. Baginya Mamanya hanya status seorang ibu saja.
"Lakukan saja."
Gilsa mengangguk mengerti.
***
Malam itu Arjuna pulang lebih cepat dari biasa, sebelum Magrib ia sudah berada di rumah. Semua orang sudah menunggu di mushola mini. Melati bingung siapa yang sedang ditunggu, kenapa tidak langsung shalat saja. Karena biasanya Pak Gus yang akan menjadi imam.
"Assalamu'alaikum, maaf semua lama menunggu."
Melati menoleh kearah sumber suara, mulutnya menganga melihat siapa yang datang. Arjuna memakai sarung motif kotak-kotak dan baju koko berwarna putih masuk ke Mushola langsung memposisikan diri sebagai imam.
'Tuhan, mengapa wajah itu seolah bersinar-sinar. Apa aku tidak salah lihat?'
Wajah Arjuna semakin tampan tatkala masih terlihat basah oleh air wudhu. Bunga menyenggol lengan Melati dengan siku tangan saat semua orang sudah memulai shalat, tapi Melati masih bengong saja.
"Nyonya, shalat sudah dimulai. Apa yang Anda tunggu?" bisik Bunga.
Cepat-cepat Melati membuang jauh-jauh pikiran takjubnya dan mulai khusuk menjalankan shalat. Selesai shalat dan berzikir, mereka berbincang sebentar menunggu datangnya waktu Isya.
Kecuali tante Dinda dan Dewi. Mereka ikut shalat berjamaah jika Arjuna datang sebagai imam. Di hari-hari biasa, bahkan mereka tidak pernah menjalankan shalat.
"Sudah waktunya Isya ini. Pak Gus, silakan," perintah Arjuna pada Pak Gus untuk melakukan azan. Semua orang diam mendengarkan, semenjak di sini, Melati terbiasa mendengar suara Pak Gus mengumandangkan Azan, merdu.
Selesai shalat Isya mereka langsung menuju meja makan. Melati beberapa kali mencuri pandang pada Arjuna. Gadis itu masih tidak percaya dengan penglihatannya. Setelah menyiapkan makan malam Arjuna dalam piring ia bergumam dalam hati.
'Jangan-jangan aku hanya mimpi? Coba aku cubit tanganku sendiri.'
Melati mencubit tangannya.
"Awwww!" teriaknya kesakitan. Arjuna menatap sinis ke arah Melati.
"Bodoh!" Arjuna geleng-geleng kepala.
Melati membantu Bunga membereskan meja makan. Sedangkan Arjuna sudah naik ke atas. Di dapur mereka berbincang banyak hal. Bunga bercerita, kalau sempat Arjuna memang shalat di rumah. Menjadi imam untuk mereka semua. Hanya saja sangat jarang. Kadang hanya setahun sekali.
"Tapi kenapa saat shalat subuh ia tak pernah turun?" tanya Melati.
"Mungkin Nyonya tidak pernah memperhatikan ruang ganti pakaian kalian, di dekat baju-baju tuan yang tergantung ada ruangan tertutup, di sana ia biasa menjalankan shalat. Bik Wiwit membersihkannya kalau hanya ia minta. Karena tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana."
Melati mengangguk mengerti. Selama berada di sini, ia tidak pernah tahu ruangan itu. Bik Wiwit Asisten rumah tangga di rumah ini. Ia datang pagi pulang sore karena sudah berkeluarga. Pak Gus menginap, hanya sesekali pulang ke kampung. Bunga sebagai chef profesional sistim kerjanya kontrak, bukan digaji perbulan.
Bunga banyak menjelaskan tentang rumah ini yang selama ini tak di ketahui Melati. Ia juga menceritakan Rega dan Nyonya Hertini, adik dan Mama Arjuna yang berada di LN. Selesai berbincang Melati langsung naik ke atas. Ia tidak mau membuat Arjuna marah.
Melati membuka pintu kamar. Ternyata Arjuna sudah berbaring dengan mata terpejam. Melati melepas hijab dan menggantungnya di belakang pintu kamar. Baru saja ia akan berbaring.
"Bakteri! Ke sini!" pinta Arjuna.
"Iya, Tuan." Melati mendekat.
Arjuna memberikan tangannya. Melati diam saja.
"Urut tanganku. Entah mengapa aku sangat pegal sekali." Melati menurut mengurut jari jemari Arjuna.
"Katakan sesuatu, jangan diam saja!"
"Anda terlihat sangat tampan tadi ketika di Mushola."
Melati mengucapkannya begitu saja, tanpa ia sadari.
"Apa?" Arjuna langsung mengubah posisinya duduk.
"Apa?" Dahi Melati mengerut bingung.
"Iya, barusan yang kau katakan, apa?"
"Hah? Itu Tuan. Maksud saya, maksud saya .... Ehhh." Melati gugup menyadari kalimat yang keluar dari mulutnya.
"Ayo katakan sekali lagi!" Arjuna menatap wajah Melati penuh harap.
"I .... iya, Tuan. Saat Anda menjadi imam tadi, terlihat sangat tampan."
'Huek, huek, huek'
"Hahahahaha, seharusnya kau menyadari itu dari dulu, bodoh!" Arjuna menyentil telinga Melati. Kemudian mengulum senyum sambil berbaring.
Pria itu sangat bahagia mendengar pujian Melati.
"Pijat sampai aku tertidur!" perintahnya.
Melati diam saja.
"Kau dengar?"
"Iya, Tuan. Saya dengar."
"Bagus!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Mien Mey
aku br tau ad novel kya gini..lkinya somse tp rajin ibadah ga ska mainin cwe ap lg fres**x yg ..aku padamu thorr😍😍
2021-08-18
0
Sherrita Ethyl
melati pake jilbab thor?
2020-06-10
1
Rafika Aulia
Mbak, yuhu..
😍😍💓
2020-05-31
1