Melati membenamkan wajahnya pada bantal sofa. Kata-kata Arjuna soal keluarganya mengiang di telinga. Gadis itu mengambil gawainya, lalu berpikir bagaimana ia bisa menghubungi bapaknya, sungguh Melati sangat rindu. Di gawai itu hanya ada satu kontak, yaitu nomor Arjuna.
'Bapak, apa bapak sudah sehat? Ingin sekali aku menanyakan hal ini pada Bapak? Aku juga ingin tahu di mana makam Ibu.' Mata Melati mulai berkaca-kaca.
Mata indah itu berkedip, maka luruhlah tetesan air yang jatuh ke pipi.
'Ibu, wajar saja selama ini terlihat sangat membenciku. Wajar saja selama ini sangat tidak menyukaiku, ternyata aku bukan anak kandungmu. Aku tidak membencimu Ibu, karena kamu telah merawatku sampai sebesar ini. Sungguh aku berhutang budi padamu.'
Melati menghapus air matanya. Jam sudah menunjukkan pukul 21.05 malam, Melati berdiri dan menuju ruang shalat Arjuna. Ia masuk dan mematikan lampu di sana, kemudian duduk di sudut ruangan. Gadis itu menangis menenggelamkan wajah di antara lengan.
Begitu banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan langsung pada sang Ayah. Tanpa ia sadari Arjuna pulang. Suasana kamar sepi saat pria itu masuk ke dalam. Samar-samar Arjuna mendengar isak tangis Melati di ruang rahasianya, lalu perlahan melangkahkan kaki dengan sangat hati-hati menuju sumber suara. Ia sengaja ingin tahu apa yang sedang dilakukan oleh Melati.
Arjuna sedikit melongok ke dalam, tetapi gelap. Samar ia melihat Melati duduk berjongkok di sudut ruangan. Melati menangis terisak-isak. Arjuna berniat mendekat, tapi mengurungkan niat. Pria itu hanya menatap Melati. Berharap kesedihan segera pergi dari hati gadis itu.
Ada yang berbeda pada perasaannya, Arjuna berbalik dan bersandar pada dinding ruangan. Ia tak mau Melati mengetahui kedatangannya. Arjuna meraba dadanya, ada yang berdetak lebih cepat. Ia bahkan merasakan kesedihan yang mendalam, melihat dan mendengar tangisan Melati yang begitu memilukan.
'Ada apa dengan hatiku? Mengapa aku terpukul melihatnya bersedih seperti itu? Aku yakin, aku hanya kasihan, gadis itu hanya hiburanku di rumah. Tak ada yang istimewa, ya ... tak ada.'
Arjuna meyakinkan dirinya sendiri bahwa perasaanya pada Melati hanya kasihan, tidak lebih. Arjuna kembali berjalan ke depan ruangan, berpura-pura baru pulang dan masuk kamar.
"Bakteri! Di mana kau? Mengapa kau tidak menyambutku pulang? Kau ingat aku akan menghukummu malam ini!"
Mendengar suara Arjuna Melati cepat-cepat menghapus air mata. Ia beranjak dan keluar ruangan.
"Maaf, Tuan. Saya baru saja membersihkan ruangan itu."
Arjuna duduk di pinggir ranjang, dengan sigap Melati melepas sepatunya. Wajah itu masih terlihat sedikit basah dan hidungnya memerah.
"Apa kau sakit?"
"Tidak, Tuan." Melati segera meletakkan sepatu dan mengambil sandal Arjuna.
"Mengapa hidungmu memerah?" tanya Arjuna seraya menunjuk wajah Melati.
"Ahh, ini? Saya, saya hanya alergi debu, Tuan. Jadi setiap kali membersihkan ruangan yang berdebu akan bersin-bersin seperti ini, Haacimm! Haacimm!"
Arjuna tersenyum samar, pria itu tidak menyangka Melati bisa berakting sedemikian rupa.
"Besok kau pentas! Ingat?"
"Ingat, Tuan."
"Jangan buat saya kecewa. Kaki saya terasa sangat penat, aku mau merendamnya dengan air hangat. Oh iya buatkan saya secangkir kopi hitam, gulanya sedikit saja. "
"Baik, Tuan."
Sementara Arjuna pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, Melati pergi ke dapur untuk membuat kopi. Arjuna sudah selesai mandi dan shalat, tapi Melati tak kunjung kembali ke kamar. Arjuna memutuskan menyusulnya. Di tangga Arjuna bertemu Pak Gus dan Bunga. Mereka seperti sedang membicarakan sesuatu.
"Ada, apa Bunga? Pak Gus?" tanya Arjuna saat posisinya sudah dekat dengan mereka.
"Tuan, Nyonya Melati sepertinya sangat merindukan keluarganya. Ia terus menangis saat membuatkan kopi Anda. Saat saya tanya dia bilang sedang merindukan keluarganya."
Arjuna diam saja, ia melewati Pak Gus dan Bunga langsung menuju ke dapur. Arjuna sampai di dapur, ia melihat Melati sedang duduk di taman belakang, sesekali punggung tangannya menghapus air mata.
"Melati!" panggil Arjuna. Gadis itu menoleh ke belakang. "Kamu lupa saya minta buatkan kopi?"
"Sudah, Tuan. Hanya saja, saat melihat langit yang indah di atas sana tiba-tiba saya ingin memandanginya sebentar saja. " Kedua alis Arjuna terangkat mendengar kalimat Melati?
"Oh, ya?"
"Iya, Tuan."
Arjuna keluar, ia mendekati Melati yang duduk di kursi taman. Pandangannya menyelidik ke angkasa.
"Bagus apanya? Langit hitam seperti itu?"
Melati gelagapan, ia berusaha mencari alasan.
"Ohh, iya. Mau hujan sepertinya, Tuan. Tadi banyak kok bintangnya dan nampak Indah. Kenapa semua bintang itu tiba-tiba menghilang, ya?"
"Alasan! Bilang saja kamu mau malas-malasan di sini, kan? Ayo, cepat naik ke atas!" Ajak Arjuna. Melati menurut, ia mengambil kopi yang sudah dibuatnya dan ikut naik ke atas menyusul Arjuna.
Sampai di kamar Arjuna duduk di sofa, Melati memilih duduk di bawah.
"Hey, kau mengapa duduk di situ? Berdiri di belakangku dan pijat kepalaku!"
"Iya, Tuan."
Melati segera berdiri dan berjalan ke belakang sofa, ia berdiri tepat di belakang Arjuna dan mulai memijat kepala pria itu.
"Hey, Melati."
Gadis itu diam saja.
"Melati!!" Suara Arjuna sedikit meninggi.
"Iya, Tuan."
"Kenapa kau tidak menjawab?"
"Karena Anda memanggil saya dengan sebutan Melati, tidak seperti biasanya," sahut Melati sedikit takut.
"Jadi kau tidak suka aku memanggilmu dengan sebutan nama? Kau lebih suka aku memanggilmu dengan sebutan kuman, bakteri, virus berserta jajaran keluarganya?"
'Ada apa dengan pria ini? Kenapa dia terus memanggil namaku? Aku lebih suka dia memanggilku virus!'
"Apa kau mengatakan sesuatu?"
"Tidak, Tuan."
"Mulai sekarang panggil aku Abang. Anggap saja aku abangmu!"
Melati menghentikan kegiatannya. Matanya menatap plafon kamar.
'Ada apa lagi dengan pria ini? Mengapa aku harus memanggilnya Abang?'
"Kau dengar?"
"De ... dengar, Tuan. Eh Bang!"
'Abang Juna, lucu juga.' Arjuna tertawa sendiri mendengar dirinya dipanggil Abang.
***
Malam ini adalah malam di mana Melati akan pentas menari untuk Arjuna.
"Nyonya, sudah siap?" tanya Pak Gus mengunjungi kamar Arjuna dan Melati.
Melati yang sedang duduk didepan kaca cermin mengangguk. Ia memakai pakaian biasa dari rumah dan akan berganti pakaian di sana. Di perjalanan Pak Gus menerima telepon dari seseorang, saat Melati bertanya, kata Pak Gus dari Nyonya Gilsa yang memberitahu alamat.
Melati melamun, baru-baru ini sikap Ajuna banyak perubahan. Pria itu bahkan meminta Melati memanggilnya Abang. Hari ini pun gadis itu tidak menemukan suaminya saat ia terjaga dari tidurnya, terakhir bertemu ketika ia memijat kepalanya, semalam.
Sebelum tidur, semalam Arjuna sempat berjanji akan mempertemukan Melati dan keluarganya. Janji itu cukup membuat hati gadis itu tenang. Melati berharap waktu itu segera tiba, sudah hampir delapan bulan Melati tidak melihat bapaknya. Mobil berhenti di sebuah gedung bertingkat. Pak Gus membukakan pintu. Sudah ada Gilsa menunggu di depan.
"Saya langsung pulang, Nyonya," pamit Pak Gus setelah Melati keluar dari mobil. Gadis itu mengangguk.
Melati mendekati Gilsa setelah mobi Pak Gus pergi dari hadapannya.
"Nyonya, ayo kita masuk!" ajak Gilsa.
Sampai di sebuah ruangan, Gilsa meminta Melati berganti pakaian. Sebuah dress berwarna hitam bagian roknya dan merah bagian atasnya, terlihat sangat indah dipandang mata. Melati segera mengganti bajunya. Tapi, ia tidak menemukan hijabnya.
"Nyonya, ketika menari, Anda tidak akan mengenakan hijab, perias ini akan mengatur rambut dan make up Anda."
"Bagaimana mungkin? Nanti kalau ada yang melihatku bagaimana?"
"Studio ini khusus di sewa untuk Anda. Tidak akan ada orang lain yang melihat, ada yang mengatur pencahayaan, itu pun saya. Hanya Tuan Arjuna penontonnya."
"Ohhh, baiklah ... " Gilsa memanggil seorang wanita untuk merias Melati setelah itu ia pergi.
Selesai ganti baju dan make up Melati mematung di depan cermin, ia meraba wajahnya sendiri. Rambutnya dibuat keriting sosis dengan make up wajah yang tipis. Bibirnya memakai lipstik berwarna pink. Periasnya sudah pergi, tinggal dirinya sendiri di ruangan ini.
'Seperti bukan saya?' Melati memiringkan wajahnya.
Ia kembali menatap wajah di cermin. Masih belum puas Melati lebih mendekatkan wajah pada cermin itu.
'Mengapa aku bisa cantik begini?' gumamnya dalam hati. Tiba-tiba Gilsa datang dan memberikan intruksi.
"Nyonya, silakan masuk ke ruangan lewat pintu yang itu!" Melati mengangguk, ia masih menatap sekilas wajah ayunya. Kemudian berjalan menuju ruangan yang ditunjuk oleh Gilsa.
Perlahan Melati menaiki anak tangga, kaki telanjangnya tampak ragu naik ke panggung untuk pentas. Ia sampai di atas, gadis itu menyatukan pandangan ke semua arah. Tampak semua kursi kosong, bahkan tidak ada Arjuna di sana. Tiba-tiba lampu sorot langsung mengarah kepadanya.
Melati terkesiap, satu lampu sorot lagi tertuju pada seseorang yang tak jauh darinya. Melati menyipitkan mata, mencoba mengenali siapa yang berdiri di sana. Setahu gadis itu, malam ini ia akan menari dengan Abel, tapi itu bukan dia.
Pria itu jalan mendekat, semakin mendekat dan Melati mengenalinya.
"Arjuna?" bibirnya berkata lirih.
Matanya membulat tidak percaya. Arjuna tampak gagah dengan setelan jas berwarna hitam dan dasi kupu-kupu. Arjuna tersenyum, memegang pinggang ramping Melati yang membuat gadis itu kaget bukan kepalang.
Musik dimainkan, kesadaran Melati kembali ke otak meskipun sempat syok dengan apa yang dia lihat. Sebuah lagu yang berjudul Thinking Out Loud dari Ed Sheeran diputar. Melati mulai fokus dengan gerakan tariannya. Wajah Arjuna terus tersenyum, sesekali ia mencium punggung tangan Melati disela-sela kesibukan mereka menari. Melati melompat, berputar, sesekali memegang leher dan pinggang Arjuna, karena tuntutan peran.
Bahkan Arjuna sempat mencium leher jenjang Melati di satu kesempatan. Mereka bahkan lebih terlihat seperti sepasang kekasih di atas panggung itu. Hingga di akhir tariannya saat musik berada di lirik.
Maybe we found love right where we are
When my hair's all but gone and my memory fades
And the crowds don't remember my name
When my hands don't play the strings the…
Arjuna mengangkat tubuh Melati, memegang erat pinggang ramping itu ke atas.
Musik berhenti, perlahan Arjuna menurunkan tubuh Melati. Dada gadis itu naik turun karena kelelahan menari. Mereka berdua saling tatap, cukup lama dengan napas terengah-engah karena sama-sama lelah. Entah apa yang ada dipikiran pria yang pintar memasak itu, tapi ia terus mendekatkan wajah pada gadis di hadapannya. Arjuna memangkas jarak wajah mereka, lalu memejam.
'Ya ampun, apa yang mau di lakukannya?' Melati ketakutan. Ia hendak mundur selangkah, tapi tangan Arjuna memegang erat pinggangnya.
"Tuan, Eh Bang. Saya lupa gosok gigi tadi saat mandi," ucap Melati hati-hati.
Arjuna membuka matanya.
"Bagaimana bisa kau lupa gosok gigi?" tanya Arjuna geram.
Melati nyengir kuda.
"Iya, Bang. Karena terburu-buru."
Arjuna melepaskan Melati.
"Cepat ganti bajumu, kita pulang!"
Arjuna tampak kesal. Melati berbalik dan berlari meninggalkan Arjuna. Sementara Gilsa yang melihat dari kejauhan tak bisa menahan tawanya. Ia terpingkal sendirian seperti orang gila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Mien Mey
melati kyna ga mandi jg td😀
2021-08-18
0
Triana Misbah
ada ada aja si melati
2020-05-29
0
Andini Anakemak
pfftt ahahaha🤣
2020-05-25
1