Arjuna kembali mengutuki dirinya sendiri. Ia melepas pelukannya pada Melati dan menjaga jarak.
"Kamu, yang sabar," ucapnya datar. Arjuna mengangkat tangannya dan menepuk nepuk pucuk kepala Melati.
Gadis itu terus saja menangis. Arjuna tiba-tiba berpikir bagaimana membuat gadis itu berhenti menangis.
"Hey, bakteri, apa kamu bisa masak?" tanya Arjuna tiba-tiba. Melati menghapus air matanya, mata bulat itu kini manatap Arjuna penuh tanda tanya.
'Apa orang ini tidak waras? Sungguh hatiku sedang bersedih, kenapa dia bertanya hal semacam itu?'
"Kenapa menatapku seperti itu? Apa kau mengatakan sesuatu?" Melati menggeleng.
"Aku lapar!"
"Saya akan ambilkan makanan di bawah, Tuan." Baru saja gadis itu hendak berdiri Arjuna menarik tangannya hingga ia kembali terduduk.
"Aku tidak mau masakan Bunga, aku mau kamu yang masak."
"Tapi ... masakan saya tidak enak, Tuan."
"Kamu berani menolak?" Arjuna melotot menatap ke istrinya, gadis itu menunduk sembari menghapus sisa air matanya.
"Baiklah, akan saya usahakan Tuan. Anda sedang ingin makan apa?"
"Saya mau kue!"
"Tuan, ini sudah larut."
"Apa kau tidak bisa membuatnya? Bodoh sekali!"
"Saya pernah beberapa kali membantu tetangga membuat kue bolu di kampung, Tuan. Sepertinya saya bisa."
"Kalau begitu, ayo ke dapur. Aku ingin melihatmu memasak kue itu."
Arjuna lebih dulu bangkit dan pergi ke dapur, Melati mengikuti langkah kaki Arjuna dari belakang. Sebelumnya Melati menyambar jilbab instan yang tergantung di belakang pintu kamar.
Sampai di dapur Arjuna duduk di kursi meja makan, kakinya menyilang, kedua tangannya melipat di dada. Ia memperhatikan melati menyiapkan bahan untuk membuat kue. Tampak melati mengambil beberapa butir telur, mentega, minyak makan, gandum, coklat dan lain sebagainya.
"Tuan, mohon jangan marah kalau buatan kue ini tidak enak. Harap maklum, di rumah kami tidak pernah memasak kue, kalaupun membuat kue itu kue biasa yang terbuat dari umbi umbian."
"Cepat lah!"
Melati mengangguk, ia memecahkan telur ke dalam mangkuk berwarna putih, mangkuk itu khusus untuk mengocok bahan dengan mixer. Kemudian Melati memasukkan pelembut kue, gula dan mulai mengocoknya dengan mixer.
"Kamu mau buat apa?"
"Kalau di kampung kami biasa menyebutnya bolu kukus, Tuan."
"Bolu kukus?" Alis Arjuna terangkat satu.
"Iya." Melati kembali dengan kesibukannya.
Arjuna terus memperhatikan gadis itu.
"Kalau kau mau buat bolu kukus, harus sampai kental berjejak mengocoknya."
Melati diam saja, tapi telinganya mendengarkan. Arjuna berjalan mendekat, mengambil satu telur di tangan dan memainkannya sambil memperhatikan Melati.
Melati selesai mengocok adonannya. Seperti perintah Arjuna ia mengocok adonan itu sampai mengembang sempurna. Ia mengambil lelehan mentega yang sudah didinginkan dan tepung. Kemudian memasukkan ke dalam mangkuk adonan.
"Hey, masukin tepungnya dikit-dikit aja, sini sebelum dimasukkan aku mau lihat dulu." Arjuna melihat bagian depan pada bungkus tepung itu.
"Kuman, dengarkan aku. Ini tepung protein tinggi. Tepung ini khusus untuk membuat roti, kalau kau mau buat kue bolu kukus yang katamu tadi, pake tepung yang kualitas sedang." Arjuna berjalan dan mengambil tepung lainnya di perabotan, kemudian diletakannya di depan Melati.
"Pake tepung yang ini. Ini tepung kualitas sedang. Kalau pake tepung yang itu." Arjuna menunjuk tepung yang lainnya. "Itu tepung kualitas rendah, khusus untuk membuat kue kering. Jadi jangan salah. Ingat itu selalu."
"Iya, Tuan." Melati mengambil tepung yang di berikan oleh Arjuna.
Arjuna terus nyerocos panjang lembar menjelaskan takaran yang pas untuk pembuatan kue, meski Melati masih sibuk, tapi telinganya mendengarkan dengan seksama.
"Ahh, dasar bakteri! Bukan seperti itu cara mengaduk tepungnya." Melati berhenti. Arjuna mengambil spatula dari tangan Melati, kemudian mempraktekan cara mengaduk dengan benar. "Aduk balik seperti ini. Kau harus mengaduknya dengan cara seperti ini." Melati mengangguk.
Gadis itu mengambil kembali spatula yang diberikan Arjuna. Sedangkan pria itu kembali duduk di kursi meja makan. Sekilas ia melirik jam di pergelangan tangan. Jam sudah menunjukkan pukul 01.30 malam. Melati memasukkan adonan ke dalam loyang yang sudah dilapisi kertas kue dan mentega. Kemudian mengukusnya.
"Kukus 45 menit saja." Perintah Arjuna.
Setelah 50 menit.
"Tuan, sudah masak. Bukankah Anda bilang lapar?" Melati membangunkan Arjuna dengan cara menepuk pundaknya. Arjuna mengerjap, ia tertidur di meja makan.
"Oh iya, mana kuenya?"
"Melati memberikan kue yang telah di potong-potongnya."
Arjuna mengambil satu kemudian memasukkan kemulutnya.
"Maaf, Tuan kalau tidak enak."
"Tidak terlalu buruk, hanya saja terlalu manis. Aku tidak suka manis."
"Maaf, Tuan."
"Ya sudah, aku kenyang memakan satu iris kue buatanmu. Sekarang tidur, berhenti menangis."
"Iya, Tuan."
Mereka beriringan naik ke atas. Arjuna berharap, dengan membuat Melati sibuk membuat kue, bisa sejenak melupakan kesedihannya. Jika ia lelah sehabis membuat kue, tentu tubuhnya akan butuh istirahat, mudah-mudahan langsung terlelap saat sampai di atas.
***
Melati kaget bukan kepalang saat melihat jam di dinding. Ia melihat ke atas ranjang Arjuna tidak ada lagi sana. Ia ingat setelah shalat subuh tadi Melati kembali ke kamar, niatnya ingin mengganti hijab yang basah karena terkena air wudhu subuh tadi. Tapi ia malah ketiduran.
Ponsel berbunyi. Ia mengambil gawainya di atas meja sofa. Satu pesan dari Arjuna datang menyapa.
[Kuman, hari ini kau tidak membawakanku sarapan, kau malah enak tidur di sofa. Kalau aku sampai terkena magh, kau harus bertanggung jawab!]
Sedikit gemetar Melati mengetik balasan pesan untuk Arjuna.
[Tuan, maaf. Saya ketiduran setelah subuh. Sungguh bukan disengaja, sepertinya karena semalam kita begadang di dapur sehingga membuat mata saya tidak bisa dikendalikan.] send.
[Jadi kau menyalahkanku?]
Mata Melati memejam.
'Ah, dasar kepala batu! Kenapa juga dia ingin makan kue malam-malam?'
[Bukan seperti itu, Tuan.] send.
[Kalau begitu, aku tidak akan memaafkanmu kalau aku sampai sakit.]
[Tuan, jangan berdoa seperti itu. Tuan bisa sarapan di luar.] send.
[Kau sudah berani memerintah, makanan di luar banyak yang tidak sehat.]
[Maafkan saya, Tuan.] send.
Tidak ada balasan. Melati beranjak dan turun ke bawah. Kepalanya sedikit pusing karena kurang tidur tadi malam.
***
Di lokasi syuting Arjuna lebih banyak melamun. Bahkan rekan sesama chefnya bingung melihat tingkahnya.
"Tuan, sudah saatnya kembali syuting." Gilsa mengingatkan. Arjuna melangkah gontai ke arah lokasi. Dua temannya sudah berdiri di depan, waktunya memberikan penilaian kepada chef-chef baru yang mengikuti kompetisi.
Setelah chef Dino menyampaikan kata sambutan, chef Mariska mmemanggil salah satu peserta kompetisi. Namanya Tri Purnama, gadis manis bertubuh langsing itu membawa masakannya ke depan, kemudian meletakkannya di meja, di hadapan para chef senior.
Arjuna maju selangkah, diperhatikannya Muffin buatan gadis yang bernama Tri itu. Arjuna menatap tajam gadis itu.
"Kamu ngaduknya kelamaan, ya?" tanya Arjuna dengan sorot mata tajam.
"I ... iya chef."
"Kamu harus ingat, Muffin kalau ngaduknya kelamaan, dia bisa bantet, apa ini?" Arjuna menekan bagian atas Muffin dengan sendok kecil yang tersedia. "Melihatnya saja saya tidak berselera untuk memakannya."
"Maafkan saya, Chef." Gadis yang bernama Tri itu menunduk dalam.
Melati yang melihat acara TV itu terdiam, mungkin kalau semalam Arjuna memperlakukannya seperti itu ia bisa menangis sepanjang malam. Di samping mengetahui kebenaran kalau ibunya bukan ibu kandung, ia juga harus menerima perkataan pedas Arjuna. Untung saja Arjuna semalam bersikap cukup baik, sehingga Melati tidak terlalu tersiksa.
***
Sepulang dari latihan menari Melati melihat Tante Dinda sedang duduk di taman belakang. Gadis itu memberanikan diri mendekati wanita yang sangat membencinya itu.
"Tante .... " sapa Melati.
"Melati, hai!" Tante Dinda tampak kikuk melihat kedatangan Melati.
"Boleh saya, duduk?"
"Oh, silakan."
"Dewi mana, Tante?"
"Dia, sedang keluar bersama beberapa temannya."
"Oh, ehh Tante, boleh saya bertanya sesuatu?"
"Silakan ... "
"Tante, yang saya dengar, Dewi kan lulusan Sarjana Ekonomi. Kenapa Dewi tidak mencoba bekerja? Bukan apa-apa, Tante. Jika aku menjadi Dewi tentu aku ingin merasakan bagaimana memiliki penghasilan sendiri dan bertekad membahagiakan tante. Aku yang hanya lulusan SMP saja ingin bekerja di kantoran, sayangnya tidak bisa."
"Apa, kamu lulusan SMP?"
Melati tersenyum tulus sembari mengangguk.
"Itulah mengapa saya terheran-heran saat Tuan Arjuna memutuskan menikahi saya, memangnya apa yang istimewa dalam diri saya."
Tante Dinda menarik napas panjang. "Arjuna, kamu tau, dulu Arjuna memiliki seorang kekasih bernama Jelita."
'Apa mungkin foto wanita di Album berwarna putih itu?' Melati bertanya sendiri dalam hati.
"Lalu, kenapa mereka tidak menikah Tante?"
"Jelita, hamil saat pernikahan mereka sudah mendekati minggu kedua."
"Apa? Apa itu anaknya Arjuna?"
"Itu bukan anak Arjuna, setelah itu pihak keluarga memutus kesepakatan, dan pernikahan di batalkan."
"Apa kabar wanita itu sekarang Tante?"
"Entahlah, sudah lama Tante tidak mendengar kabarnya."
'Apa, aku hanya pelarian?'
"Melati, tante minta maaf pernah jahat sama kamu, tapi sekarang Tante mendukung penuh hubunganmu dengan Arjuna. Sekarang Tante tau, kamu itu gadis yang tepat untuk dia."
Melati tersenyum tipis.
"Terima kasih Tante, tapi, pernikahan saya dan Tuan bukan seperti pernikahan pada umumnya. Mungkin Tuan hanya kasihan dengan saya, atau ada alasan lainnya. Entahlah ... "
"Apa pun itu, Tante doakan suatu saat kalian benar-benar bisa bersama. Tante ikut mendoakan kebahagiaan kalian berdua." Tante Dinda menggenggam tangan Melati. Mereka tersenyum berdua. Dendam dan benci yang selama ini di pendamnya hilanglah sudah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
princess Almira
nyesek q
2020-05-26
1
Aksara Citra
Mampir di ceritaku yuk "JODOH PILIHAN ALLAH" Kisah antara modwl selebgram cantik dan seksi yang terpaksa dinikahkan dengan dosen lulusan kairo yanh dingin dan sholeh.
2020-05-05
2
Mulyani
dluan d kbm jada gak seru
2020-03-24
2