“Kalau urusan kepentingan pribadi, mandi, buang besar dan buang air kecil sementara bisa di sungai yang ada di belakang rumah ini. Jaraknya sekitar 50 tombak dari sini, jadi tidak ada alasan apapun untuk pergi dari sini” Rinjani seolah mengerti apa yang mereka fikirkan, saat mereka memiliki kebutuhan pribadi.
Kemudian Rinjani menyuruh mereka membubarkan diri, untuk membersihkan diri di sungai yang tadi di tunjukan Rinjani. Setelah itu Rinjani memerintahkan mereka untuk berkumpul kembali di halaman itu.
Tidak lupa Rinjani menyuruh paman janu mengumpulkan kayu untuk membuat api unggun sebelum malam tiba. Sedangkan Kardan dan Cibang disuruh menyiapkan ratusan lembar daun jati, yang pohonnya banyak di dekat tepi sungai.
“Aduhhh saya sudah tidak tahan,,, ingin buang besar..... duut..duut...duuut,” gumam salah seorang perampok yang tadi kentut, mukanya sudah tampak kesal karena harus menahan sesuatu yang akan keluar dari perutnya. Tanpa permisi, perampok itupun berlari ke arah sungai yang tadi ditunjukan Rinjani.
Saat malam tiba, api unggun sudah tampak menyala. Satu persatu penduduk dan para perampok yang telah di taklukan Rinjani mulai menghampiri api unggun. Mereka sudah tampak segar, seusai mandi membersihkan diri. Namun wajah-wajah mereka tampak lelah dan sedikit pucat.
Bahkan perut mereka, sudah mulai terdengar seperti suara musik tidak berirama seolah kompak saling menyahuti. Walaupun dengan wajah tertunduk, dan menyembunyikan rasa lapar tapi bunyi perut mereka tidak bisa di sembunyikan.
Rinjani menatap ratusan perampok tersebut, dengan tersenyum Rinjani memerintahkan kepada para wanita untuk menyiapkan makan yang siang tadi di masak secara ramai-ramai.
“Karena piringnya tidak cukup, sebagian lainnya menggunakan daun jati sebagai alas makan kalian. Ini karena ulah kalian sendiri menghancurkan rumah-rumah pedukuhan ini, akibatnya peralatan dapur milik penduduk hampir semuanya juga rusak” Rinjanipun mempersilahkan mereka untuk tertib mengambil makan secara antri.
Meja untuk mengambil makanan di bagi dua, 10 tombak di sebelah kiri untuk meja para penduduk sedangkan 10 tombak disebalah kanan untuk para perampok yang sudah terlihat sangat kelaparan.
Antrian mengambil makan di sebelah kiri tampak tertib satu persatu mengambil jatah antrian makan, para penduduk tidak tergesa-gesa untuk mengambil makanan. Bahkan mereka saling meghargai dan menghormati, yang lebih tua di dahulukan dari yang lebih muda.
Berbeda dengan antrian yang ada di sebelah kanan, tampak sangat ribut saat mereka mengantre untuk makan. Seolah mereka berebut karena takut tidak kebagian, yang terkuatlah yang lebih dulu dapat jatah antrean selanjutnya yang terlemah.
Rinjani hanya bisa geleng-geleng kepala manyaksikan hal tersebut, walaupun usia Rinjani masih belia dirinya sangat paham dan mengerti sopan santun karena mempelajari kitab-kitab sastra yang di tinggalkan Neneknya.
Kemudian Rinjanipun mengingat kalimat-kalimat dalam kitab sastra, apa yang di maksud dalam kalimat sastra tersebut yang saat ini tengah disaksikan didepan matanya.
“Ketika urusan perut bicara, segala cara akan ditempuh tak peduli nyawa sekalipun taruhannya. Sebuas-buasnya hewan ketika perutnya terisi penuh, maka diapun akan jinak begitupun kebanyakan manusia akan seperti itu” sambil terpejam Rinjani meresapi kalimat-kalimat tersebut dalam fikirannya.
Setelah selesai makan, kemudian Rinjani meminta kepada Paman Janu, Kardan dan Cibang untuk menemuinya di beranda rumah.
Sementara untuk para penduduk tidur di dalam rumah terutama bagi wanita dan anak-anak juga para orang tua, untuk wanita dan anak-anak di kamar sebelah kiri sedangkan untuk para pria di tengah rumah. Sementara untuk para perampok yang sudah terbiasa di alam terbuka, tidurnya di biarkan di halaman rumah.
“Saya menghadap tuan pendekar” Janu menghampiri Rinjani yang tengah duduk santai di beranda rumah tersebut.
“Saya juga menghadap tuan pendekar, saya juga menghadap....” susul Kardan dan Cibang ketiga orang itu kini berada di hadapan Rinjani.
“Baiklah untuk paman Janu besok ada tugas, paman bawalah beberapa penduduk ke kota tetdekat untuk berbelanja. Nanti semua catatannya saya serahkan berikut dengan uang nya” Rinjani berkata kepada Janu, yang langsung menyambut dengan anggukan kepala tanda dirinya mengerti.
“Kardan, Cibang, aku ingin bertanya pada kalian. Apakah kalian akan selamanya hidup menjadi perampok, menyengsarakan orang, membunuh orang apakah tidak terpikir kalian akan hidup normal memiliki keluarga anak dan istri?” tanya Rinjani dengan tatapan tajam kepada Kardan dan Cibang.
Deg... deg.. deg. Perkataan Rinjani membuat pentolan perampok tersebut, merasa tubuh mereka seperti di palu oleh godam yang besar. Sehingga sulit bernafas untuk menjawabnya, seolah mulutnya terkunci tidak bisa berkata-kata.
“Jawab Kardan... Cibang,, jangan diam saja” sentak Rinjani, yang mulai gusar karena tidak ada kunjung jawaban dari Kardan dan Cibang.
Bukannya menjawab, dari mata Kardan dan Cibang malah tampak meneteskan air mata. Bulir-bulir air matanya perlahan-lahan merangalir ke pipi dan jatuh ke tanah, karena posisi mereka sedanf menunduk.
Dalam benak Kardan dan Cibang, apakkah pantas mereka hidup normal kembali bersanding dengan masyarakat.
Karena kejahatan yang telah mereka lakukan dosanya sudah seluas samudra, tak terhitung berapa puluh nyawa penduduk telah mereka bunuh, berapa belas wanita telah mereka perkosa. Mungkinkah dosa-dosa yang telah mereka telah perbuat akan diampuni.
“Sa..sa..ya masih pantaskah hidup normal kembali. Dosa-dosa yang telah saa..sa..ya perbuat saangat banyak... mungkinkah dosa-dosa saya terampuni” dengan terisak Kardan menjawab pertanyaan Rinjani. Sementara Cibang lebih jelas terdengar terisak-isak mengingat dosa-dosa yang telah dilakukan, mulutnya tidak mampu membuka suara. Cukup di wakili oleh Kardan.
“Ehhh engga salah... tuh, kumis sebesar pisang cambang penuh setengah muka, badan berotot, bulu dada lebat... tapi mewek malu dong” Janu yang masih berada di samping Kardan dan Cimong berkomentar, seolah meledek pentolan kedua perampok itu.
“”Hahhahaha...haahhahaha...hhhaaaa, kalian berdua lucu kalau menangis. Untung kalian masih ingat cara menangis” suara tawa Rinjani pecah, menertawakan kedua perampok di hadapannya. Wajah Kardan dan Cimong sontak memerah karena malu, kemudian keduanya cepat-cepat menyeka air matanya.
“Baiklah,, baiklah,, sebesar apapun dosa kalian selama kalian bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Mungkin dosa-dosa kalian akan di ampuni..sang pencipta itu maha adil dan bijaksana” apakah kalian berdua mengerti.
Kardan dan Cibang hanya mampu menganggukan kepala tanda mereka mengerti, kini keduanya merasa lega karena terasa ada sebagian beban di tubuhnya terangkat.
“Ada rencana besar yang akan di rencanakan untuk kedepannya, kalian para perampok harus saling bahu membahu dan saling menghargai satu sama lain kalian juga harus saling peduli. Janggan sampai kejadian saat kalian mengantre makanan tadi terjadi lagi, kalian seperti binatang yang kuat menindas yang lemah” kata Rinjani, tidak senang dengan kelakuan para perampok saat mengantre makanan tadi.
“Paman Janu, berapa hari perjalanan ke kota terdekat untuk membeli barang-barang di butuhkan?” tanya Rinjani kepada Janu yang masih disitu karena belum disuruh pergi oleh Rinjani.
“Menuju pasar yang ada di kota terdekat bila menggunakan kuda berlari tanpa henti sekitar 5 hari tuan pendekar” jawab Janu.
“Berarti kalau pulang pergi paling cepat 10 hari,,,, karena kalian akan membawa belanjaan saya kasih waktu 14 hari harus sudah kembali lagi disini. Apakah paman sanggup?” tanya Rinjani kembali, setelah memperhitungankan perjalanan yang akan di tempuh oleh Janu.
“Sanggup tuan pendekar..” jawab Janu cepat.
“Baik paman janu besok pagi-pagi berangkat ke kota terdekat, bawa 4 orang penduduk yang badannya prima ke kota untuk berbelanja. Pakai kuda para perampok yang masih terikat tidak jauh dari samping rumah ini. Sekarang istirahatlah” Rinjani memberikan perintah kepada Janu, yang kemudian Janu pamit untuk beristirahat.
“Kalian Kardan dan Cibang, tingkat kepandaianmu masih berada di level pendekar pemula tingkat menengah apakah kalian ingin naik level ke tingkat puncak?” tanya Rinjani...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎
73
2021-09-15
0