Masih dengan berkonsentrasi Rinjani melanjutkan gerakannya, kali ini mengangkat tangan kirinya dari samping ke atas kepala sambil pandangan matanya tidak dilepaskan melihat ujung jari tangannya. Kemudian tangan kirinyapun sama diangkat ke atas kepala sambil memandang jari-jari tangannya.
Kedua tangannya terlihat sangat lemah gemulai, kemudian kedua tangannya di tarik kedepan mukannya tampak terhentak gerakannya seolah menjadi kaku, selanjutnya di tarik secara cepat ke dada dan langsung di sentakkan ke depan.
“Pukulan Mawar Khayangan.........”” Braaakkk... bruuuuugg. Suara berderak pohon yang terkena pukulan Rinjani tampak rubuh kemudianpohon tersebut ambruk membuat tanah yang dipijak terasa bergetar walaupun perlahan.
“Selamat cucuku, walaupun hanya diajarkan sekali saja kamu sudah bisa melakukannya. Yang perlu di ingat, semakin besar tenaga dalam yang di gunakan maka semakin besar pula serangan pukulan itu bahkan bisa menghancurkan gunung terbesar sekalipun” beber Rutini, memberitahukan kepada Rinjani.
Rinjani hanya masih bisa mematung dan matanya terbelalak karena melihat pohon yang dia pukul dari jarak lima tombak kini sudah roboh di depannya.
“Cucuku kemari” ucap Rutini kembali, membuyarkan kekagetan Rinjani.
“Baik Nek” jawab Rinjani.
Setelah Rinjani berada di hadapan Rutini, kemudian Rinjani diminta mengulurkan tangan kanan nya yang menggunakan Gelang Khayangan. Sekejap kemudian Rutini telah menggenggam 3 berlian sebesar kacang kedelai yang berwarna hitam, ungu dan coklat.
Kemudian Rutini menempelkan ketiga batu mulia tersebut ke gelang khayangan yang di pakai Rinjani, secara ajaib berlian-berlian tersebut menempel di gelang Rinjani seperti Magnet. Selanjutnya berlian-berlian itu seolah tertanam dalam gelang khayangan.
“Nenek belum tau tempat untuk menyimpan barang apa saja ketiga warna berlian tersebut, hanya engkau sendiri nanti yang akan dapat mengetahuinya” kata Rutini, karena dirinyapun tidak mengetahui genunaan dari batu mulia yang didapatnya dari penguasa langit ke IV yaitu Dewi Bulan.
“Baik nek, mungkin dengan berjalannya waktu saya akan tau kegunaanya” jawab Rinjani, dirinyapun merasa penasaran apa kegunaan dari ketiga berlian yanh sudah mennempel digelangnya tersebut. Kini gelang tersebut di penuhi batu mulia sebesar kacang kedelai yang beraneka warna. Hijau, Merah, Putih, Kunuing, Coklat, jingga dan Hitam.
“Cucuku sebelum matahari naik hingga tepat diatas kepala, sebaiknya engkau bersihkan dulu badanmu. Nenek akan membuka energi Qi di dalam tubuhmu” ujar Rutini mengingatkan.
“Iya, Nek” singkat Rinjani yang kemudian berlari ke tempat pemandian untuk membersihkan badannya.
Ditempat pemandian Rinjani tanpa risih mencopot pakaiannya satu persatu-tu, kaeena di tempat itu cuma ada dirinya dan Neneknya sehingga tak perlu takut ada orang lain. Sementara itu Rutini yang memperhatikan Rinjani mandi dari jauh tampak bergumam dan tersenyum.
“Anak ini walaupun usianya baru 9 tahun, tapi bentuk tubuhnya seperti wanita yang sudah belasan tahun atau hampir sama dengan remaja usia antara 14-15 tahun” gumamnya, sambil memperhatikan kulit Rinjani yang memang terlihat bersih.
Kemudian pandangannya di alihkan ke bagian dada, Rutini dengan jelas melihat dua tonjolan kembar yang sedang mekar sebesar buah jeruk di dada Rinjani.
Kemudian Rutini bergegas ke bagian depan rumahnya, kali ini Rutini sambil membawa kitab namun tidak begitu tebal paling hanya beberapa belas lembar isi dari kitab tersebut.
“Mungkin ini sudah takdir, energi kehidupannku tinggal 30% lagi. Mungkin cukup untuk membuka aliran Qi Rinjani, walaupun resiko terbesarnya akan kehilangan energi kehidupan dan meninggalkan dunia fana ini” gumam Rutini, diapun hanya pasrah karena semua itu merupakkan sudah kehendaknya.
“Nek Rinjani sudah siap” kata Rinjani, seolah membuyarkan lamunan Rutini yang kini sudah berdiri di sampingnya.
“Alangkah cantiknya Cucuku mengenakan baju putih” balas Rutini, seolah mengalihkan keterkejutannya.
Rinjani memang terlihat lebih cantik saat mengenakan baju putih yang dikenakannya. Baju tersebut terlihat seperti baju kebaya, belahan bagian dadanya terlihat agak lebar, kemudian bagian pinggangnya tampak indah ramping terlihat jelas lekukkannya. Sedangkan bagia bahawahannya celana panjang.
Rinjani tampak bersemu merah pipinya tersipu malu, saat nenneknya mengatakan bertambah cantik.
“Ah nenek bisa aja” ujar Rinjani sambil menundukan kepala tersipu malu dihadapan neneknya.
Tak ingin memperpanjang waktu kemudian Rutini menyuruh Rinjani untuk duduk bersila. Rinjanipun menurutinya, duduk bersila di kursi batu yang tampak cukup luas untuk duduk beberapa orang. Hal yang sama di lakukan oleh Rutini yang duduk bersila di belakang tubuh Rinjani.
“Cucuku mulailah pejamkan matamu, membuka aliran Qi akan sangat sakit bertahanlah hingga selesai. Pusatkan fikiranmu, ambil nafas dalam-dalam kemudian alirkan 100 lingkaran tenaga dalam ke atas pangkal hidungmu, diantara kedua alis mata di dekat tulang kening paling bawah. Karena waktu Nenek tidak akan lama lagi” jelas Rutini, kepada Rinjani.
Rinjani sempat tercenung mendengar kalimat terakhir Neneknya bicara, Rinjani hendak bertanya namun niatnya di urungkan.
Kini dirinya mulai memusatkan fikiran dan mengambil nafas panjang kemudian menahannya dan mulai mengalirkan tenaga dalam. Sekejap kemudian Rinjani merasakan kedua tangan Neneknya menempel di punggungnya, awalnya terasa ada aliran sejuk dari kedua tangan Neneknya namun perlahan berubah menjadi panas.
“Tahan cucuku, sesakit apapun yang terasa jangan sampai engkau pingsan. Tahan hingga selesai sampai terasa ada ledakan di kepalamu” bisik Rutini, kepada rinjani yang terus berkonsentrasi sambil memejamkan mata.
Dari tangan Rutini tampak seperti ada aliran-aliran listrik menjalar yang keluar kemudian menempel di tubuh Rinjani, secara reflek tubuh Rinjani bergetar menahan aliran Qi yang memsuki tubuhnya. Rinjani sudah tampak berkeringat, seluruh tubuhnya merasakan sakit seperti dipukuli godam yang sangat besar tulang-tulangnya tetasa remuk, seluruh kulit tubuhnya terasa seperti di sayat-sayat sembilu.
Tanpa diketahui Rinjani, di sudut bibir Neneknya tampak darah segar mulai keluar menandakan penyakit dalam yang dideritanya bertambah parah. Tubuh Rinjani mulai bergetar dan bergoncang agak keras, dari mulutnya terdengar erangan menahan sakit.
Padahal Rinjani telah berusaha menahan sakit dengan merapatkan kedua graham giginya, sampai gemertakan giginya yang beradu terdengar tanda menahan sakit yang teramat sangat sehingga tanpa di sadari keluar suara erangan dari mulutnya.
Rinjani kemudian merasakan kepalanya seperti mau pecah, yang sangat sakit diantara sela kedua alis matanya sangat terasa menyiksa.
Tak lama kemudian Rinjani merasakan kepalanya akan meledak “Duaaar” ada bunyi ledakan di dalam kepalanya. Tanpa sadar Rinjani berteriak sangat panjang “Aaaaaaaaaaaaaaa” walaupun berteriak kesakitan namun Rinjani masih sadar, dari bagian celah-celah kedua alisnya tampak ada cahaya kuning keemasan berbentuk bulan sabit perlahan kemudian hilang. beberapa saat kemudian... “Bruuk” Rinjani langsung ambruk tubuhnya ke kanan.
Rutini kemudian membuka matanya, keringat jelas terlihat membasahi seluruh jubahnya. Saat matanya terbuka, Rutini batuk dengan hebat kemudian batuknya menyemburkan darah segar hingga beberapa kali.
Pandangan Rutini tampak sayu kemudian terpejam perlahan, bibirnya tampak menyunggingkan senyum secara perlahan. Rutini pun Ambruk di samping rinjani dengan jubah penuh darah akibat semburan darah dari mulutnya. Rutini akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Mungkin sudah takdirnya Rutini, ketika dirinya berhasil membuka Qi Rinjani, nyawanyapun melayang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎
81
2021-09-15
0
Rayhan Pahlevi
kwcepetan matinya nenek, blm ngasih wejangan2 kehidupan sbg bekel hidup rinjani ke depannya
2020-10-14
0
Tita Nurhalimah
ceritanya bagus
2020-08-20
1