H22A - 05

"Selain itu, Rain tidak mau mengaku kalau dia di-bully, meskipun Pak kepala sekolah menanyainya. Aku kesal sekali." Xylona terlihat sedih.

 

 

"Mungkin dia mendapatkan tekanan. Jika dia mengaku, lalu si pembully dihukum, dia akan mendapatkan masalah yang lebih besar lagi. Kau tidak akan mengerti, Xylo."

 

 

"Apa Kakak bisa mengusut kasus ini?" Tanya Xylona.

 

 

"Kakak tidak bisa, Xylo. Kakak baru pindah dan kasus yang Kakak hadapi adalah kasus pembunuhan. Ada kode etik yang harus dijaga, kami tidak boleh menyelidiki kasus lain, selain kasus yang sedang kami jalankan sejak awal. Kecuali jika kasusnya sudah selesai. Kakak pindah kemari karena Kakak masih mengurus kasus yang sama."

 

 

Xylona mengangguk. "Aku paham."

 

 

Hening.

 

 

Yang terdengar hanya suara sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring.

 

 

Drystan bersuara, "Xylo, Kakak harap kau mengikhlaskan Kylo seperti kau mengikhlaskan orang tua kita."

 

 

Xylona mencerna kata-kata kakaknya.

 

 

Hujan mulai mereda.

Sebuah mobil berhenti di depan rumah mereka. Xylona dan Drystan menoleh, ternyata teman-teman Drystan yang datang.

 

 

Salah satu dari mereka menyapa Xylona. "Halo, adik cantik, Kakakmu di rumah?"

 

 

"Aku dari tadi berdiri di sini, kau menganggapku apa?" Gerutu Drystan.

 

 

Semuanya tertawa, kecuali Xylona.

 

 

"Dia selalu begitu jika melihat gadis cantik. Jauhkan adikmu dari dia."

 

 

Lagi-lagi mereka tertawa.

 

 

Drystan pergi dan Xylona sendiri di rumah. Gadis itu mengotak-atik ponselnya. Tidak ada yang bisa dia lakukan dengam ponsel itu. Benar-benar tidak ada sinyal.

 

 

Dari balkon dia melihat pemandangan indah Desa Amrita. Xylona memotret pemandangan tersebut dengan ponselnya. Yang membuat dia heran adalah beberapa warga yang masuk ke rumah mereka dengan ekspresi cemas.

 

 

Hujan deras kembali mengguyur bumi. Kali ini lebih deras dari sebelumnya.

 

 

"Kenapa mereka mengunci rumah mereka di siang bolong begini?" Gumam Xylona.

 

 

Dalam sekejap Desa Amrita menjadi sepi sepi kota mati. Tiba-tiba ponselnya berdering. Xylona tersentak kaget. Dia melihat nomor tak dikenal di ponselnya.

 

 

Meskipun ragu, Xylona segera mengangkat panggilannya. "Ha-Halo?"

 

 

"Xylo! Kunci semua pintu dan jendela di rumah kita! Ada pembunuh yang berkeliaran di luar sana!" Itu suara Kakaknya, Drystan. Mungkin pria itu meminjam ponsel temannya.

 

 

Xylona segera melakukan apa yang diperintahkan kakaknya. Dia mengunci semua pintu dan jendela.

 

 

"Kakak di mana? Kakak harus hati-hati," ucap Xylona.

 

 

"Aku akan menyelidiki kasus ini, sepertinya aku akan pulang besok pagi. Kau harus hati-hati selama di rumah. Sekarang aku akan menutup teleponnya."

 

 

Panggilan pun berakhir.

 

 

Xylona mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dia menelan saliva dan mulai membayangkan hal-hal yang menakutkan untuk sesaat. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala.

 

 

"Berpikir positif, aku harus berpikir positif."

 

 

Jam menunjukkan pukul 11 malam. Di luar masih hujan. Xylona belum tidur. Dia tidak bisa tidur. Biasanya Xylona akan tidur ketika jam menunjukkan pukul 9 malam. Kali ini dia mencemaskan banyak hal.

 

 

"Xylo, semuanya akan baik-baik saja." Seolah gadis itu berbicara pada dirinya sendiri untuk menghibur perasaannya.

 

 

Baru saja dia menutup kedua matanya, tiba-tiba terdengar suara dari lantai 1. Alhasil Xylona membuka kembali matanya. Gadis itu berlari ke pintu dan mendorong meja untuk menutupi pintu kamarnya. Dia juga mendorong lemari untuk menghalangi jendelanya. Gadis itu kembali ke tempat tidurnya dan mematikan lampu lalu membungkus sekujur tubuhnya dengan selimut.

 

 

Suara itu masih terdengar dari lantai satu. Suaranya seperti seseorang yang sedang beraktifitas.

 

 

Gadis itu berpikir, apa mungkin ada hantu di rumah ini? Ya, Tuhan... kenapa hantunya muncul saat aku sendiri? Kemarin kemana saja ketika kakakku di rumah? Apa hantu juga takut pada polisi?

 

 

Xylona merasa tidak nyaman karena lampunya mati. Dia pun kembali menyalakan lampunya dan melihat ke sekeliling. Mau tidak mau dia harus tidur sambil mendengarkan suara-suara misterius itu.

 

 

Keesokan harinya hujan meninggalkan rintik-rintiknya, Xylona bangun dengan mata panda. Gadis itu pergi ke dapur dan memasak sarapan. Dia juga menyajikan satu piring untuk Drystan.

 

 

Setelah menyantap sarapannya,  Xylona pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Jaraknya tidak terlalu jauh, karena Drystan sengaja mencari rumah yang dekat dengan sekolah baru adiknya.

 

 

Sebuah mobil melaju melewati Xylona dan melindas air di lubang jalanan membuat air tersebut terciprat ke rok Xylona. Gadis itu terkejut dan menoleh pada si pengemudi yang kebetulan menghentikan mobilnya. Ternyata Lolita. "Makanya mandi dulu, anak kota 'kok tidak mandi."

 

 

Teman-temannya yang berada di mobil itu tertawa. Mobil tersebut melaju pergi.

 

 

Xylona terlihat kesal. Dia membersihkan roknya dengan tisu. "Sialan."

 

 

Sementara itu di dalam mobil, Enzo terlihat kesal. Lolita yang menyetir menoleh pada laki-laki di sampingnya itu.

 

 

"Kenapa? Kau tidak terima gadis cantik itu aku sakiti? Aku bahkan tidak menamparnya," ujar Lolita.

 

 

"Jangan lakukan itu lagi," ucap Enzo.

 

 

Lolita menautkan alisnya. "Kenapa? Kau menyukainya?"

 

 

"Sudah, sudah, kalian jangan bertengkar, lebih baik kita mengkhawatirkan hari ini," kata Viani.

 

 

"Memangnya ada apa dengan hari ini?" Tanya Myessa bingung.

 

 

"Kau lupa? Kalian juga lupa? Hari ini tanggal 23, itu artinya kemarin dia sudah membunuh seseorang," ucap Viani.

 

 

Deg!

 

 

Seolah ada godam yang menghantam jantung mereka.

 

 

"Kita belum mendengar berita pembunuhannya, tapi kita harus waspada, ini menakutkan," kata Myessa.

 

 

"Kalian tidak perlu khawatir, pembunuh itu tidak mungkin mengincar kita. Selain itu, pembunuhan di tanggal 22 itu hanya mitos," ujar Kris.

 

 

Viani menyikut lengan Kris. "Mitos bagaimana? Setiap bulan di tanggal 22 akan ada seseorang yang mati, apa menurutmu itu kebetulan?"

 

 

Langkah gontai memasuki gerbang SMA AMRITA. Erfrain memakai jas hujan berwarna merah, padahal jelas-jelas hujan sudah reda. Laki-laki itu tersenyum sinis.

 

 

👓👓👓

 

 

16.09 | 17 Januari 2021

By Ucu Irna Marhamah

Terpopuler

Comments

heaven

heaven

kylo adiknya ya sama namanya beda huruf awal aja

2022-08-27

0

Halimah99

Halimah99

mulai seru baru nemu novel kaya begini cerita nya, jadi semangat membacanya

2021-10-28

0

💨nihira✨

💨nihira✨

ada apa dengan tgl 22 23

2021-09-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!