H22A - 04

Pulang sekolah, Xylona berjalan kaki bersama Erfrain. Karena Erfrain terus menunduk sambil memegang erat tasnya, Xylona menarik tangan laki-laki itu dan menggandengnya menuju ke sebuah Cafe minuman. Erfrain melihat tangan Xylona yang tidak berhenti memegang tangannya.

 

 

"Kau mau pesan minuman apa?" Tanya Xylona semangat.

 

 

Erfrain tampak berpikir.

 

 

Seorang pelayan menghampiri mereka. "Mau pesan apa, Dek?"

 

 

Tanpa ragu, Xylona menjawab, "Aku mau rasa bubble gum."

 

 

Pelayan beralih pada Erfrain. Laki-laki itu pun memesan, "Emm... americano."

 

 

Xylona dan pelayan terlihat sedikit kaget dengan jawaban Erfrain. Jarang ada anak sekolahan yang memesan americano.

 

 

Setelah pelayan itu pergi, Xylona berbisik, "Apa kau yakin mau memesan americano? Rasanya pahit sekali. Itu minuman orang dewasa. Kakakku sering meminumnya dan aku pernah mencicipinya sedikit. Rasanya tidak enak, tapi itu menurutku, sih. Apa kau tidak mau mengganti pesananmu?"

 

 

Erfrain menggeleng. "Rain suka americano, karena lidah Rain memiliki kelainan. Rain tidak bisa membedakan rasa makanan."

 

 

Xylona terdiam sesaat. Dia menatap sedih pada laki-laki itu lalu mengusap tangan Erfrain. "Ma-maafkan aku."

 

 

"Bukan salah Xylo, Rain memang begini sejak lahir."

 

 

Hening.

 

 

Erfrain menyentuh tangan Xylona. "Xylo baik-baik saja?"

 

 

Xylona tersenyum lalu mengangguk.

 

 

Pesanan mereka datang. Xylona menikmati bubble gum miliknya. Erfrain juga meminum americano pesanannya.

 

 

"Boleh aku mencicipinya?" Xylona mengulurkan tangannya.

 

 

Erfrain memberikan americano miliknya. Mereka bertukar rasa. Ketika Erfrain meminum bubble gum milik Xylona, dia terdiam sesaat.

 

 

Aku bisa merasakannya. Beginikah rasa permen karet? Batin Erfrain. Lamunan laki-laki itu buyar saat mendengar suara Xylona.

 

 

"Pahit sekali, Rain."

 

 

Erfrain mengembalikan bubble gum milik Xylona. Gadis itu segera meminumnya.

 

 

"Xylo suka bubble gum?" Tanya Erfrain.

 

 

"Aku suka semua rasa yang ada di dunia ini. Untuk minuman, aku suka coklat, bubble gum, matcha, taro, chocolate banana, dan masih banyak lagi." Xylona tampak semangat.

 

 

Erfrain tersenyum kecil.

 

 

"Kau mau main ke rumahku? Ada kakak laki-lakiku di rumah. Dia pasti senang bertemu denganmu," tawar Xylona.

 

 

"Ah? Emmm... lain kali saja," jawab Erfrain.

 

 

"Kakakku membatasiku dalam bergaul, tapi aku yakin dia akan senang jika aku berteman denganmu."

 

 

Erfrain menunduk dengan pipi memerah. Itu membuat Xylona gemas. Gadis itu mencubit pipi Erfrain. "Bagaimana bisa ada laki-laki menggemaskan sepertimu di dunia ini. Aku yakin usiamu pasti lebih muda dariku."

 

 

Erfrain menjawab, "Rain berumur15 tahun."

 

 

"Oh? Berarti benar, kau lebih muda dariku. Usiaku 16 tahun. Manis sekali." Xylona tersenyum cantik.

 

 

Sejujurnya aku lebih tua dari yang kau bayangkan, batin Erfrain.

 

 

"Ke-kenapa Xylo mau berteman dengan Rain? Padahal orang-orang menjauhi Rain. Bukan hanya orang jahat, orang baik pun tidak ingin berteman dengan Rain, karena mereka tidak ingin mendapatkan masalah jika bergaul dengan Rain."

 

 

Xylona memasang ekspresi berpikir. "Aku akan mengatakan alasannya suatu hari nanti."

 

 

Sepulang sekolah, Erfrain pulang ke rumahnya. Rumah sederhana di perbukitan. Tampaknya laki-laki itu tinggal sendirian di rumah tersebut. Di dalam rumah itu ada banyak cermin yang besar dan dijadikan hiasan ruangan.

 

 

Laki-laki itu membuka pintu kulkas. Ada banyak minuman yang tertata rapi di dalam. Dia membenarkan posisi salah satu botol yang menurutnya tidak berbenjer seperti yang lainnya. Erfrain adalah orang yang sangat rapi.

 

 

Ketika sendirian, Erfrain cenderung dingin dan misterius. Dia tidak bisa ditebak. Namun, dia akan berakting seperti orang bodoh di depan teman-temannya di sekolah.

 

 

Laki-laki itu duduk di sofa lalu meminum air mineral dingin yang dia bawa dari kulkas. Dalam sekali teguk, satu botol habis.

 

 

Erfrain menyandarkan punggungnya ke sofa. Dia memiliki ekspresi wajah yang datar. Wajah Xylona lewat di benaknya. Senyuman gadis cantik itu.

 

 

"Dia siapa? Mana mungkin ada orang yang tiba-tiba ingin bergaul denganku," gumam Erfrain dengan suara yang berbeda. Dia memiliki suara baritone, tidak seperti biasanya dia berbicara dengan suara cempreng.

 

 

"Sepertinya dia ingin memanfaatkanku entah untuk apa. Ketika pertama melihatnya, dia memang tampak misterius. Aku tidak bisa membaca pikirannya," gumam Erfrain.

 

 

Laki-laki itu beranjak menuju kamar. Dia melihat kalender di meja belajarnya. Senyuman menyeringai menghiasi wajahnya.

 

 

Keesokan harinya, hujan mengguyur Desa Amrita. Xylona berdiri di teras depan rumahnya. Dia menadah air hujan yang turun dari genting dengan tangan kanannya.

 

 

Hari ini adalah hari Minggu, jadi Xylona tidak masuk sekolah, sementara Drystan tetap pergi bekerja dan kebagian shift malam. Pagi ini pria itu yang menyiapkan sarapan. Dia melihat adiknya sedang bermain air hujan.

 

 

"Xylo, sarapannya sudah siap," panggil Drystan.

 

 

Xylona pun masuk. Mereka berdua sarapan bersama.

 

 

"Semoga saja nanti siang hujannya reda," ujar Drystan.

 

 

"Kenapa? Kakak 'kan shift malam? Selain itu, Kakak tidak perlu khawatir, di sini tidak akan terjadi banjir," ucap Xylona.

 

 

"Iya, sih. Tapi, Kakak mau keluar bersama teman-teman siang ini."

 

 

Xylona cemberut. "Enak sekali punya banyak teman."

 

 

"Memangnya kau belum punya teman?" Tanya Drystan.

 

 

"Aku memiliki satu orang teman yang istimewa. Dia mirip seperti Kylo," jawab Xylona.

 

 

Ekspresi Drystan berubah serius. "Kau masih memikirkan kejadian itu?"

 

 

Xylona mengangguk pelan. Air matanya berlinang. "Rain di-bully teman-teman sekelas dan dia tidak melawan, dia seperti Kylo."

 

 

Drystan menegak air minumnya lalu bertanya, "Kau sudah melaporkannya pada kepala sekolah?"

 

 

"Sudah, Pak kepala sekolah bilang, aku tidak boleh ikut campur, karena orang tua si pembully itu seorang pengusaha yang sudah mendonasikan uangnya untuk pembangunan sekolah. Aku sudah menduganya, sekolah di kampung memang seperti ini, tapi bukan berarti mereka bisa seenaknya pada orang lemah." Xylona terlihat marah.

 

 

"Tidak semua sekolah di kampung begitu," bantah Drystan.

👓👓👓

 

 

12.10 | 17 Januari 2021

By Ucu Irna Marhamah

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

Nurhalimah Al Dwii Pratama

Nurhalimah Al Dwii Pratama

kalo siapa namanya mirip xylona

2021-07-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!