H22A - 01 - RAIN

👓👓👓

 

 

_Never underestimate yourself. If you are unhappy with your life\, fix what’s wrong\, and keep stepping._

 

 

👓👓👓

 

 

Mobil hitam itu melaju melewati jalan pedesaan yang sepi. Di dalam mobil tersebut tampak seorang gadis berseragam duduk dengan kedua tangannya terlipat di depan dada. Tampaknya dia bosan dengan perjalanan ini.

 

 

"Kakak, kapan kita sampai?" Tanya gadis itu dengan nada manja.

 

 

Pria tampan yang menyetir di sampingnya menoleh. "Kita akan segera sampai jika kita sudah sampai."

 

 

Gadis itu mencerna ucapan kakaknya lalu menggeleng pelan.

 

 

"Xylona, lebih baik sekarang kau bayangkan seperti apa sekolah barumu," ujar kakaknya.

 

 

Gadis bernama Xylona itu tampak berpikir. Dengan angkuh, dia melipat kedua tangan di depan dada lalu menyandarkan punggungnya. "Sepertinya tidak akan sebagus SMA lamaku."

 

 

Pria itu menggeleng. "Kita lihat saja nanti."

 

 

"Bagaimana dengan kantor baru Kakak?" Xylona balik bertanya.

 

 

"Entahlah, kemarin Reza mengirimkan foto kantor yang akan kutempati. Dari fotonya kurasa kantor tersebut terlihat cukup bagus untuk ukuran kantor polisi di daerah pelosok seperti ini."

 

 

"Kak Drystan beruntung sekali memiliki teman di tempat baru."

 

 

Drystan tersenyum. "Kau juga akan memiliki banyak teman nantinya."

 

 

Sepasang bersepatu putih itu berlari gegas menaiki tangga. Dia seorang laki-laki yang berseragam SMA, tampaknya laki-laki itu kesiangan. Sesekali dia membenarkan kacamata bulat yang dia pakai. Terdapat nama Erfrain di tanda pengenalnya. Dia mengetuk pintu kelas dan melihat semua murid menoleh padanya. Seorang guru yang juga sedang menjelaskan pelajaran di kapan tulis menoleh padanya.

 

 

"Huuuuuhhh!"

 

 

Anak-anak di kelas itu melemparinya dengan kertas. Erfrain sedikit membungkuk dan melindungi dirinya sendiri dengan kedua tangan.

 

 

Karena kesiangan, Erfrain harus dihukum. Dia berdiri di depan Bendera Merah Putih yang berkibar. Tangannya terangkat menghormat pada bendera. Keringat menetes dari dahinya.

 

 

"Bagaimana bisa siswa seperti Erfrain disekolahkan di sekolah normal? Dia itu idiot, seharusnya bersekolah di SLB di kota."

 

 

"Di kampung saja dia di-bully, apalagi di kota. Mana mungkin dia bersekolah di kota."

 

 

"Dia tidak akan di-bully oleh orang yang sejenis seperti dia."

 

 

"Hahaha."

 

 

Dua siswi dan tiga siswa itu pergi. Pandangan Erfrain teralihkan pada mereka yang berlalu pergi. Dari tatapannya tersirat sesuatu yang tidak bisa diartikan.

 

 

SMA AMRITA adalah satu-satunya SMA di Desa Amrita. Desa Amrita bisa dibilang cukup maju, karena desa tersebut menghasilkan banyak sumber daya alam yang melimpah, walaupun daerahnya agak pelosok. Meskipun nama Desa Amrita sudah terkenal karena hal tersebut, Desa Amrita juga terkenal karena SMA-nya memiliki tingkat kasus bully tertinggi di negara tersebut. Kesenjangan sosial adalah salah satu faktor penyebabnya.

 

 

Akhirnya Drystan dan Xylona sampai di SMA AMRITA. Ketika memasuki area sekolah, Xylona terpesona dengan kemegahan bangunan sekolah Amrita.

 

 

"Aku menarik kata-kataku Ini bahkan lebih besar dibandingkan dengan sekolahku sebelumnya. Lantainya ada 3." Xylona melihat seorang siswa berkacamata sedang menghormat pada bendera. Gadis itu mengernyit. Drystan yang berjalan di depannya segera menarik tangan adiknya.

 

 

"Kepala sekolah sudah menunggu," ujar Drystan.

 

 

Xylona mengangguk. Dia bersama Drystan pergi ke ruangan kepala sekolah.

 

 

Erfrain menoleh ke arah Xylona dan Drystan. Laki-laki itu kembali fokus menghormat pada bendera, tapi tiba-tiba sebuah makanan basah bersaus terlempar ke wajahnya. Laki-laki itu menoleh melihat 5 orang yang tadi membicarakannya. Salah satu dari mereka yang melemparkan makanan tersebut ke wajah Erfrain.

 

 

"Kau pasti kelaparan, makan makanannya! Hahahaha." Gadis berambut ikal tertawa senang, dari tanda pengenalnya, dia bernama Myessa.

 

 

Laki-laki bernama Kris melihat jam tangannya. "Sebentar lagi guru Bahasa Inggris datang, ayo masuk."

 

 

Kepala sekolah sedang berbicara dengan Drystan yang membawa Xylona. Mereka berada di ruang guru, karena ruang kepala sekolah sedang direnovasi.

 

 

"Xylona, kau mau memilih kelas apa?" Tanya Kepala Sekolah.

 

 

Xylona tampak berpikir. "Apa saya boleh memilih? Kalau begitu, saya ingin memilih kelas 11-B, karena sebelumnya saya juga di kelas B."

 

 

Kepala Sekolah mengangguk. "Baiklah, aku akan memberitahu walikelasmu nanti. Pak Drystan, sepertinya kau kelelahan. Menempuh perjalanan langsung dari kota kemari itu cukup jauh. Setelah ini, mari kita minum teh."

 

 

Drystan mengangguk semangat. "Terima kasih banyak, Pak."

 

 

Melakukan perjalanan? Kami naik mobil, hanya saja membutuhkan 6 jam perjalanan yang membuatku bosan, batin Xylona.

 

 

Seorang guru perempuan bernama Selvi melangkah keluar dari ruangan itu, tapi Kepala Sekolah memanggilnya, "Bu Selvi."

 

 

Bu Selvi berhenti dan menoleh. "Anda ada jadwal di kelas 11-B, ya?"

 

 

Bu Selvi mengangguk. "Iya, Pak."

 

 

"Perkenalkan, ini Xylona, murid baru di kelas 11-B."

 

 

Xylona mencium tangan Bu Selvi. "Senang bertemu dengan anda."

 

 

"Senang bertemu denganmu juga, cantik." Bu Selvi tersenyum ramah.

 

 

"Xylona, pergilah bersama Bu Selvi ke kelas barumu," kata Kepala Sekolah.

 

 

Kedua perempuan itu pergi ke kelas yang dimaksud. Selama di perjalanan, mereka terlibat percakapan.

 

 

"Kau murid pindahan dari kota?" Tanya Bu Selvi.

 

 

Xylona mengangguk. "Iya, Bu, karena kakak saya dipindahtugaskan kemari jadi saya harus ikut pindah."

 

 

"Orang tuamu?" Tanya Bu Selvi.

 

 

"Mama dan Papa meninggal dalam kecelakaan pesawat sewaktu saya masih kecil."

 

 

Bu Selvi merangkul Xylona. "Maafkan Ibu."

 

 

Xylona menggeleng. "Tidak, Bu. Saya sudah merelakan kepergian mereka, mereka pasti sedang berada di surga saat ini."

 

 

"Amiiinnn."

 

 

Mereka menaiki tangga menuju lantai 3. Xylona bertanya. "Kelas 11 ada di lantai 3, Bu?"

 

 

"Iya."

 

 

Hening. Yang terdengar hanya langkah kaki kedua perempuan itu.

 

 

"Ibu harap kau betah di sini. Jika ada yang menggangumu, bilang saja pada Ibu."

 

 

Xylona terdiam sesaat. "Apa di sini sering terjadi perpeloncoan?"

 

 

Bu Selvi mengusap punggung Xylona. "Ibu harap, itu tidak terjadi padamu."

 

 

👓👓👓

 

 

18.08 | 12 Januari 2021

By Ucu Irna Marhamah

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

atmaranii

atmaranii

mnarik...s Efran itu yg psiko yaa

2022-08-27

0

Budhe Tuty Martha

Budhe Tuty Martha

Coba mampir, semoga ceritanya bagus, bisa jadi hiburan

2022-03-26

0

Dehar Tati

Dehar Tati

coba mampir,kayak nya bagus cerita nya

2022-01-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!