SIDE TO SIDE
ACT 16
Hujan turun mengguyur seluruh kota, langit tampak gelap, jalanan berubah sepi karena hujan deras. Via berlari menembus hujan, air yang deras terasa perih menghujani kulitnya, namun sakitnya tak sesakit dada Via saat ini. Via terus menangis, air matanya bercampur dengan air hujan.
“Via Tunggu!!” Andre mengejar Via.
“Mau apa kamu??? Pulang sana!! Aku nggak butuh alasanmu. Aku nggak butuh semua ini!!!” Via masih berlari.
“Kumohon, Via, kita bicarakan ini.” Andre berlari semakin cepat untuk mengejar Via.
“Pergi!! Kumohon pergilah!!”
Tiba-tiba Via jatuh tersungkur, bajunya kotor karena lumpur. Tangan serta lututnya lecet.
“ACH!! Sakit ...!”
“VIA!!” Andre segera merangkul tubuh Via dan mencoba mengangkatnya.
“Kamu curang!!! Padahal aku begitu mencintaimu!!” Via terisak-isak.
“Sudah jangan bicara lagi kakimu terluka.”
“Kenapa, Kak? Kenapa kita nggak bisa bersama? Padahal aku begitu mencintaimu! Aku selalu tersenyum dan menangis hanya untukmu! Kenapa kau tak bisa melakukannya hanya untukku juga?” Via meremas lengan baju Andre.
“Maafin aku, Via, aku nggak bisa menjagamu, aku selalu menyakitimu.” Andre memeluk Via.
“Selalu membuatmu bersedih, membuatmu menangis, menyia-yiakan segala yang kau percayakan padaku.” Andre mencium bibir Via yang mulai membiru karena dinginnya air.
“Hiks ...!” Via hanya bisa menangis.
“Aku mencintaimu Via, sekarang dan selamanya. Maafkan aku yang nggak punya keberanian memutuskan Sinta dari dulu.”
“Kau curang, Kak!!” ucapan Via mengakhiri kesadarannya, Via pingsan.
Andre menggendong Via kembali ke rumahnya, di jalan dia berpapasan dengan Sinta yang juga mengejar mereka.
“Tunggu Andre!! Kamu nggak bisa ninggalin aku kaya gini!!” teriak Sinta.
“Kita putus Sinta, dari awal aku nggak pernah mencintaimu,” jawab Andre.
“Lalu bagaimana dengan perasaanku??? Aku mencintaimu!!” Sinta menggigit bibirnya gusar.
“Kubilang itu bukan cinta, itu obsesimu Sinta. Kalau kau benar-benar mencintaiku dan ingin melihatku bahagia, kau pasti akan melepaskanku!” teriak Andre.
“Cinta bukan semata-mata hanya karena rasa ingin memiliki, tapi juga rela berkorban untuk orang itu!” Andre meninggalkan Sinta.
“Baik akan aku buat perusahaanmu jatuh, Andre. Kita lihat apa yang bisa kau dan Papamu lakukan tanpa bantuan Papaku!” Sinta berubah mengancam Andre.
“Berarti cukup dengan menjadi lebih hebat dari Papamu maka kau akan melepaskankukan? Lihat saja Sinta suatu hari akan aku buktikan aku bisa melebihi Papamu!!!” Andre bergegas meninggalkan Sinta.
“Aaaarrrgghhh!!!!” Sinta berteriak dan tersungkur di jalanan.
— SIDE TO SIDE —
“Via sadar Vi.” Andre merebahkan tubuh Via ke atas kasur.
“Badannya panas sekali.” Andre terlihat panik. Andre mengambil handuk, air hangat, dan pakaian bersih.
“Maafkan aku Via,” gumamnya.
Andre membasuh seluruh tubuh Via dengan air hangat, lalu mengelapnya dengan handuk bersih. Setelah itu Andre mengganti pakaian basah Via dengan pakaian kering.
Via masih menggigau dan sesekali terisak.
“Andre ... kau jahat.”
“Iya aku jahat.” Andre menggenggam tangan Via.
•
•
•
Tak terasa akhirnya fajar mulai menyingsing. Andre tertidur di sebelah Via, kecapekan karena semalaman ia menjaga Via supaya demamnya tak bertambah tinggi.
Aduh kepalaku pusing sekali. Via membuka matanya pelan-pelan.
“Kak Andre??” Via kaget karena di sebelahnya ada Andre yang tertidur, tanggannya masih menggnggam erat tangan Via.
“Kau sudah bangun?” Andre mulai tersadar.
“I—iya.” Via kaget.
“Maaf semalam aku mengganti bajumu, semuanya basah karena hujan.” Andre menguap dan merenggangkan bahunya.
“Apa???” Via kaget melihat baju cowok yang dia pakai. Wajahnya langsung memerah.
“Tenang, aku berusaha untuk nggak melihatnya kok. Hanya saja kamu harus cepat besar.” Andre tersenyum.
“Dasar mesum!!” Via menggebuk Andre dengan bantal, Andre menangkisnya.
“Hei, bagaimana badanmu?” Andre mendekati Via, meletakan punggung tangan di atas dahinya mengecek apakah demamnya sudah turun?
“Kau melihat semuanya?” Via memberanikan diri bertanya.
“Err ... sebagian besar, iya.” Andre menjawabnya dengan ragu-ragu.
Via beranjak dari kasur Andre, bergegas keluar dari rumah Andre.
“Kau mau ke mana?” tanya Andre
“Keluar dari sini.”
“Kau masih marah?”
“Menurutmu??” Via memasukan ponsel ke dalam tasnya.
“Dengerin aku dulu.” Andre menarik tangan Via.
“Mana bajuku?”
“Via!! Dengerin dulu!!” seru Andre.
“Nggak mau!!” Andre terpaksa menggenggam bahu Via, mendorongnya untuk duduk.
“Tenang dulu, OK!”
“Kau brengsek, Andre!” Via mendorong Andre untuk menjauh darinya.
“Via!!” bentak Andre.
Andre mencium bibir Via, namun Via berusaha memberontak. Baru kali ini Via nggak bisa menikmati ciuman dari Andre.
“Lepasin, Kak.” Via memberontak, namun Andre tetap memaksanya.
“Kenapa kamu jadi begitu benci padaku?” tanya Andre, pandangannya sayu.
“Karena pada akhirnya aku sadar kalau aku itu seperti itik buruk rupa yang ingin bersanding dengan angsa yang anggun.” Via membuang muka.
“Angsa itu akan berubah menjadi jelek untuk bisa bersama itik itu.” Andre merangkul Via.
“Sudahlah, Kak. Hentikan semua ini. Jangan rusak kehidupanmu dengan terus bersamaku.” Via tetap melepaskan pelukan Andre, bergegas mencari bajunya.
“Baiklah, mungkin kamu perlu waktu.” Andre tak menahan Via.
“Tidak bukan waktu yang kubutuhkan.” Via memandang lembut wajah Andre.
“Kak, kita putus saja.” Via menundukan kepalanya. “Terima kasih untuk semuanya.” Via berlari keluar dari rumah Andre.
Andre diam dan tak bisa menjawab kata-kata putus dari Via. Lidahnya sangat kelu.
— SIDE TO SIDE —
Via menangis di dalam rumah, wajahnya terlihat pucat dan kepalanya pusing.
“Sudah berapa lama aku menangis?” Via mengusap pipinya.
Triiing..
Nada dering ponselnya berbunyi.
“Halo, iya, Ma.” Via berusaha nampak bersuara seperti biasa.
“Kamu menangis?” tanya mamanya.
“Nggak, kok, Ma, Via flu.” Via ngeles.
“Via, Kakek ada penyumbatan di pembuluh darah otaknya.” Riska menjelaskan pada Via.
“Apa, Ma? Penyumbatan otak? Stroke?” tanya Via kaget.
“Iya, Vi, dokter menyarankan operasi untuk menyedot darah yang menggumpal.” Riska mulai terisak.
“Ma ...,” isak Via.
“Biayanya nggak murah, Vi.” Mamanya mulai terisak.
“Kita jual saja rumah di sini , Ma. Via akan ikut mama ke desa, bekerja di sana membantu Mama dan merawat Kakek.” ucap Via.
“Lalu sekolahmu?”
“Via bisa lanjut sekolah di desa, Ma.” Via menghela nafas.
“Maafin Mama, Via, maafin Kakek.”
“Nggak, Ma. Via yang harus minta maaf.” Via menahan air matanya untuk kembali turun.
— SIDE TO SIDE —
Via membereskan semua baju-bajunya, sebentar lagi jasa pindahan akan datang. Rumah yang pernah menjadi saksi kehidupan Papa mama dan Via bakalan dijual.
Seandainya aku nggak mengenal Andre apakah hal ini ngga akan terjadi? Via melamun di dekat jendela.
Hujan turun dengan deras, Via memandang air hujan yang membasahi jendela kaca kamarnya. Bunyi ponsel membuat lamunan Via menjadi buyar.
Ada banyak sms dan miss call dari Andre yang nggak pernah di buka dan di balas oleh Via. Via takut hatinya kembali goyah, dan masalah kembali menimpa keluarganya.
Via balas smsku
Via angkat telefonku
Maafkan aku Via
Via aku mohon
Ijinkan aku berbicara denganmu.
Via ...
Via ...
Via ...
Via menekan tombol off di hpnya, mencabut batre dan SIM card telefon dari bagian belakang ponsel miliknya.
“Mari buka lembaran baru.”
Via tersenyum pahit dan melempar SIM card ke kotak sampah. Mengambil koper dan bergegas meninggalkan rumah. Di depan rumah terdapat tulisan ‘RUMAH INI DIJUAL’
— SIDE TO SIDE —
Bruk!! Glen memberikan sebuah bogem metah pada Andre. Tepat mengenai bagian depan wajah Andre yang tampan.
“Brengsek kamu!!” Glen meremas kemeja Andre.
“Dia di- bully satu sekolah!! Kehilangan sahabat dan teman-temannya, Mamanya kehilangan pekerjaan!”
“Dan kamu nggak tahu apa-apa!! Pengecut!!” Glen memberikan sebuah pukulan lagi.
“Kau benar aku terlalu pengecut untuk mutusin Sinta.” Andre menjawab Glen, darah mulai keluar dari hidungnya.
“Sekarang kamu masih berani nanyain di mana dia? Kamu nggak tahu malu? Kamu terlalu peduli dengan egomu sendiri!” Glen mendorong Andre.
“Sampai kapan pun aku akan terus mencintainya.” Andre berdiri dan membalas pukulan Glen.
“Aku pasti mencarinya!!” Andre melepaskan cengkramannya dari lengan baju Glen.
Andre berlari sempoyongan ke rumah Via, padahal hujan turun dengan deras. Darah yang keluar dari hidungnya menghilang di basuh oleh air hujan.
“Via!!! Keluar Via!!” Andre menggedor-gedor rumah Via.
Tak ada jawaban, hanya kesunyian yang menemani. Andre duduk di depan pintu rumah Via yang telah kosong, merenungi kesalahan yang diperbuatnya.
— SIDE TO SIDE —
IG @dee.Meliana
LOVE LIKE COMMENT VOTE!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
♥️MAMUD DINARA🧸♥️
huhuhhuhu minggat beneran
2020-09-23
0
Djibor
suka kalo ada Adegan MINGGAT gini, berarti sdh dewasa khan n clingg cling .....eeeeaaa.LET' S START GAME Baby
2020-08-27
8
Roden
.
2019-12-30
2