SIDE TO SIDE
ACT 3
Brrmmmm ...
Suara motor Andre memasuki pekarangan rumahnya. Andre memerintahkan Pak Haryo, satpam rumahnya untuk memarkirkan motor kesayangannya itu.
“Papa sudah pulang, Pak?” tanya Andre ketika melihat mobil La**cruiser milik papanya sudah terparkir di garasi.
“Sudah, Tuan,” jawab Pak Haryo.
Andre bergegas masuk ke dalam rumah, di ruang keluarga terlihat papanya duduk sambil membaca koran. Televisi sengaja dibiarkan hidup, aroma kopi tercium wangi memenuhi ruangan.
“Jam segini baru pulang? Ke mana saja?” tanya papa Andre, pandangannya masih tertuju pada koran yang dibacanya.
“Latihan basket, Pa.”
“Hubungan kamu dan Sinta bagaimana?”
“Biasa saja, Pa.” Andre berhenti di ujung tangga untuk menjawabnya.
“Papa harap kamu baik-baik dengan Sinta, Ndre. Kamu tahukan kalau papa lagi menggarap bisnis baru. Papa dia itu klien kita.” Papanya mulai menoleh.
“Iya, Pa.”
“Lagian Sinta anaknya baik, cantik, sopan, dan pintar. Papa nggak keberatan kalau ke depannya bisa jadi menantu Papa.”
“Pa, Andre masih SMA.” Nada suara Andre agak tinggi.
“Papa Mama dulu menikah saat kuliah. Lagi pula kalau kamu menikah dengan Sinta kamu bisa mendapatkan pengaruh di perusahaan-nya juga.”
“Andre permisi dulu.” Andre tidak mau melanjutkan pembicaraan papanya.
BLAM!!
Andre mambanting pintu kamarnya, melemparkan tasnya ke ranjang.
Tok ... tok ... tok!
“Sweetheart are you okay?” Suara lembut terdengar mengetuk pintu kamarnya.
“Leave me alone, Mom.” Andre menjawabnya, namun pintu tetap terbuka. Sarah masuk ke dalam kamar Andre, melihat anaknya yang duduk di samping ranjang.
Sarah mendekati Andre perlahan dan duduk di atas ranjang, mengelus rambut lembut Andre.
“Hei.”
“Bagi Papa aku cuman alat bisnis.” Andre langsung berteriak.
“No, Papa sayang sama kamu sayang," jawab mamanya.
“Dia suruh aku pacaran sama Sinta, bahkan sampai menikah. Padahal Andre masih mau sekolah, Ma. Masih mau kuliah dan menikmati kehidupan Andre.” Andre memandang mamanya.
“Kamu tahu sayang, Papamu punya 5000 karyawan. Jadi ada 5000 keluarga, kalau satu keluarga ada 2 orang saja berarti ada 10.000 orang yang harus terisi perutnya, belum lagi anak-anak mereka.” Sarah menjelaskan, tangan lembutnya masih mengelus rambut Andre.
“Kamu masih SMA, Ndre. belum mengerti beban Papa sebagai pemilik perusahaan.” Sarah menuangkan air dan memberikannya pada Andre.
“Mama tahu ini berat untukmu, tapi Papamu mau perusahaan menjadi solid. Kalau kamu tidak mencintai Sinta, kamu bisa belajar mencintainya. Pelan-pelan saja Andre.” Sarah tersenyum hangat, merangkul tubuh Andre, menggosok-gosok lengannya, menimbulkan perasaan yang nyaman dan aman.
“Thanks, Mom.”
“Sekarang mandi dan turun, Mama masak pasta kesukaanmu.” Akhirnya Sarah meninggalkan kamar Andre. Memberikan senyum hangat sebelum menutup pintu.
Andre membenamkan diri di ranjang empuknya. Wajah Via mendadak muncul, Andre tersenyum mengingat kejadian hari ini. “Kakinya bagaimana, ya? Sudah diobati belum ya. Harusnya tadi aku minta nomor ponsel-nya.”
“Bodohnya aku.” Andre bangkit berdiri menyahut handuk dan bergegas mandi.
— SIDE TO SIDE —
“Bagaimana bisa terkilir, sih?” Riska mengantar putrinya ke rumah sakit.
“Via!! Via ...? Vianie!” Panggilan mamanya membuyarkan lamunan Via.
“Em, jatuh dari tangga.”
“What? Kok bisa? Nggak hati-hati ngelamunin apa?” tanya mamanya lagi.
Blusss ... wajah Via malah memerah, membuat Riska menjadi heran.
“Pasti cowok.” Tebakkan mamanya tepat sasaran.
“Nggak kok, Ma.” Via panik.
Via memalingkan wajahnya memandang keluar jendela mobil, wajahnya memerah mengingat kejadian sore tadi.
Perutku geli, OMG. Belum sehari aku sudah merindukannya. Pikir Via.
Akhirnya mobil kecil warna biru parkir di halaman rumah sakit.
“Hei, jangan melamun! Ayo turun periksa.”
— SIDE TO SIDE —
Via izin tiga hari nggak masuk sekolah karena cidera kemarin. Banyak catatan dan pekerjaan rumah yang belum sempat dia buat.
“Gimana kakimu?” tanya Sandra.
“Sudah baikan, sudah nggak sakit kok,” jawab Via. Mereka berjalan beriringan di lorong sekolah.
“Habis ini pelajaran siapa, San?” Via mengingat-ingat.
“Bahasa Inggris, Bu Nina.” Sandra memasukan permen lolipop ke mulutnya.
“APA? Gawat!!!” Via teringat dia belum bikin PR.
“Kenapa?” Sandra kaget.
“Aku belum bikin PR Bahasa Inggris.”
“Kirain ada apa.” Sandra mendengus kesal.
“Sandra temanku yang baik AKU BOLOS YA!!” Via menggenggam tangan sahabatnya dengan mata memelas.
“Eeee ...?”
“Bilangin ke Bu Nina, kakiku masih sakit jadi harus di rawat di UKS.” Via berlari meninggalkan Sandra yang belum sempat memberikan jawaban.
Dari kejauhan Via melambaikan tangannya dan memberikan gerakan bibir THANK YOU.
“Akh!! Tapi ... Via!!” Sandra mencoba melarang Via, namun sia-sia karena Via telah berlari meninggalkannya.
“Huh dasar anak itu.” Sandra membetulkan letak kacamatanya.
—JUICY LOVE—
Via menaiki tangga menuju ke atap sekolahan, tempat instalasi air dan panel-panel listrik. Jarang sekali ada orang yang naik ke atas atap, jadi tempat ini aman buat membolos. Glen yang menemukan tempat ini duluan, Glen, Sandra, dan Via sering makan siang di tempat ini. Anginnya kencang jadi nggak terasa panas, di sebelah ruang panel mereka biasa duduk, karena bayangannya menutupi sinar matahari.
Kriiiett!
Via membuka pintu besi yang ukurannya cukup besar.
“Waaahhh anginnya enak banget.” Via berteriak saat masuk ke dalam.
“Akhirnya aku bolos juga, sudah lama nggak bolos. Haha!” Via tertawa sambil merenggangkan lengannya ke atas.
“Hahaha ... ha ...ha ... hhhh ... what!!!!” Suara tawa Via menjadi hambar dan mulai terhenti, ada orang lain di situ.
Jreeengggg ... !
ternyata Andre lagi duduk membaca buku. Dia menutup tawa kecilnya dengan buku diktat.
Waduh aku ini malu-maluin banget! Mana orang itu Kak Andre lagi. Pikir Via, ia menggigit bibirnya sebal.
Duh, dia melihatku dalam keadaan seperti ini, mau ditaruh di mana mukaku. Hati Via menangis ><
Andre bangkit berdiri, menutup buku fisika yang baru dipelajarinya.
Gawat kelihatanya Kak Andre sedang belajar, aku pasti gangguin dia. Via mulai gugup, jatungnya mulai berdetak cepat.
Andre masih terus berjalan mendekati Via.
Ah, dia ke sini. Aku harus segera minta maaf. Pikir Via.
“Ma-maaf, Kak! Aku nggak tahu kalau ada Kakak di sini. Aku nggak bermaksud buat mengganggu jam belajar Kak Andre.” Via berseru sambil menundukan kepala. Rambutnya yang panjang se bahu menutupi wajahnya.
Andre melepaskan kaca matanya, mendekati via dan berkata, “kenapa kamu minta maaf? Kamu ini aneh sekali.” Andre tersenyum, geli dengan tingkah konyol Via.
Saat itu wajah Via langsung memerah, belum pernah dia melihat Andre tersenyum se dekat ini. Via dibuat tersipu-sipu karenanya.
“Cakep banget,” gumam Via lirih.
“Ya?” Andre tampaknya tidak mendengarkan.
“Nggak kok, anu ... itu baru kali ini aku lihat Kakak tersenyum.”
“Oh, ya?”
“Iya.” Via mengangguk, wajahnya memerah.
“Hei bagaimana kakimu?” tanya Andre.
“Oh, sudah baikan. Nggak apa-apa.” Via mengerak gerakan pergelangan kakinya.
“Baguslah.”
"Makasih, ya, Kak. Bagaimana aku harus membalas kebaikan, Kak Andre?" Via tersipu.
"Bagimana ka ...." Andre belum sempat menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba ...,
BRAAAK ...!
Tiba-tiba pintu besi kembali terbuka, tampak Glen terengah-engah naik ke atas.
“Via ... dicariin juga!!!” Suara Glen terdengar cemas.
“Glleeeenn ...?!” seru Via.
“Kata Sandra kakimu sakit dan kamu mau istrahat di UKS. Aku langsung ke sana karena khawatir. Ternyata di sana kamu nggak ada ... Tapi ... tapi ....” Glen masih berusaha mengatur napasnya saat berbicara.
“Tapi ternyata kamu di sini, lagi berduaan sama cowok ini.” Glen menunjuk ke arah Andre.
“Whatttt?” Via kaget, siapa yang berduaan? Hish, kenapa sih Glen mesti merajuk seperti anak kecil? Membuat Via malu di depan orang yang disukainya.
“Glen jangan ngaco.” Via menepuk pundak Glen.
“Pokoknya nggak boleh deket cowok lain. Via itu cewekku.” Glen menatap tajam ke arah Andre.
ENG ING ENG ... Via langsung syok
“Sejak kapan aku jadi cewekmu?” Via menendang kaki Glen.
“Aduduh ... pokoknya kamu ce... hemp!” Belum sempat Glen melanjutkan kalimatnya Via sudah membungkam mulut Glen dengan tangannya.
“Bu-bukan kok, bukan pacar!” Via menatap Andre, cemas kalau Andre berfikir macam-macam.
“Ah, maaf aku masih ada urusan jadi harus pergi.” Andre berjalan mendekati Via.
Wajahnya mendekat, membisikkan sesuatu ke telinga Via. “Pacar juga nggak apa-apa kok.” Lalu Andre tersenyum dan menepuk punggung Via.
Bener juga, memang aku apanya? Kenal aja nggak. Kenapa aku mesti salting kaya gini? Duh aku ini memang malu-maluin banget. Via tertunduk lesu.
“Lepasin.” Glen meronta.
“Gara-gara kamu. Aku benci sama kamu!!” Via kembali menendang kaki Glen, sekarang kena di bagian tulang kering.
“Sakit banget, ya, Tuhan.” Glen meringis.
“Wanita kejam.”
“Biarin!! Rasain!!” Via meninggalkan Glen.
— SIDE TO SIDE —
IG @dee.Meliana
LOVE LIKE COMMENT VOTE!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Putri Rahma
aku takut ajah persahabatan mereka jd bubar gara gara glen suka sama via sementara sandra suka sama glen
2021-03-17
0
Nuniek Nurhandayani
bacanya sambil dengerin musik 90an. dududu...
2020-12-27
0
Suliyati Edi
sampe sni masih suka kk
2020-05-07
0