SIDE TO SIDE
ACT 9
Bruuumm!
Suara motor Andre memasuki pekarangan rumah Via.
“Makasih, ya.”
“Oke. Kalau begitu aku pulang dulu, ya.” Pamit Andre.
Via mengangguk dengan berat hati. Rasanya waktu berjalan sangat cepat, padahal Via masih ingin bersamanya.
Gyut!!
Tiba-tiba Via memeluk Andre dari belakang. “Jangan pulang dulu, aku masih ingin bersamamu, Kak. Sebentar saja.”
“I—iya Via aku temenin tapi lepasin dulu donk, sakittt ... nggak bisa napas.” Via memeluk Andre terlalu erat.
“Wah, iya!” Via melepaskan pelukkannya dan kembali menggandeng Andre masuk ke arah pintu masuk.
“Masuk, Kak.” Via mempersilahkan Andre masuk ke dalam rumahnya, “sorry rumahku kecil, Kak,” lanjut Via.
“Aku lebih suka rumah kecil dengan keluarga yang hangat, dari pada rumah besar dengan berbagaimacam aturan.” Andre duduk pada sofa ruang tamu.
“Hah??”
“Hehe ... udah nggak usah dipikirin omonganku barusan,” kata Andre.
“Rumahku juga banyak aturan kok! Mama selalu teriak Via, nggak boleh ini!! Via nggak boleh itu!! Bla ... bla bla bla!!” Via menirukan gaya bicara mamanya.
“Hahaha, ngomong-ngomong Mamamu di mana?”
“Dia lembur katanya.” Via bangkit, “aku ambilkan minum.” Via bergegas masuk ke dapur.
Andre membaca sms pada layar ponselnya.
SOPIR:
Tuan muda
Di cari sama bapak.
MAMA:
Andre kamu dimana
Mama tlp dari tadi
SINTA:
Sayang kenapa nggak
angkat tlpku?
19 missed call .... Andre membaca sekilas lalu kembali memencet tombol off.
“Oke ini minumannya.” Via menaruh segelas orange jus di atas meja.
“Thanks.”
Via terlalu terburu-buru ingin duduk di sebelah Andre, sehingga kakinya tersandung. Tubuhnya menindih tubuh Andre.
“Aduh!! Ma-maaf, Kak, sakit sekali ya??” yanya Via.
“Ngga—nggak pa-pa, tapi baiknya kamu turun deh. Berat banget.” Andre berusaha bangkit, Via masih menindihi tubuh Andre.
“Jahat, aku nggak gemuk kok, masa dibilang berat.” Via mendengus sebal.
“Heek ... jangan di cekek donk!! Iya iya kamu nggak gemuk. Hanya sedikit berlemak.” Andre meledek kemudian tertawa.
“Apaan sih.” Via cemberut.
“Kak.”
“Apa?”
“Boleh tanya sesuatu nggak?”
“Ng ...?”
“Tapi janji jangan marah?” Via kembali duduk.
“Iya, apa?”
“Kenapa kakak masih pacaran sama Kak Sinta? Padahal kakak sudah pacaran sama aku?” Via memberanikan diri.
Andre hanya diam.
“Kenapa kakak nggak putus saja?” Lanjut Via.
Andre hanya diam sejenak lalu mengambil tasnya, “sudah malam aku pulang dulu.”
Via ikutan bangkit berdiri, “Kenapa Kakak nggak menjawab pertanyaanku?”
“Kenapa diam saja? Kenapa selalu menghindar?” Via memblok pintu keluar.
“Maafin aku Via, aku tahu aku salah. Tapi aku nggak bisa kehilanganmu atau pun kehilangan Sinta saat ini.”
“Apa alasannya?”
“Aku nggak bisa memberitahumu sekarang, kalau masalahnya sudah selesai aku pasti akan meninggalkan Sinta.” Andre menatap mata Via.
Hah ...! Aku benar-benar nggak berkutik dengan tatapan matanya. Pikir Via, kepalanya mengangguk.
Andre mengusap pucuk kepala dan memberikan kecupan ringan ke bibir Via. “Aku pulang, ya. Jangan cemberut.”
Akhirnya Andre menyalakan motornya dan melaju meninggalkan rumah Via. Via hanya bisa memandang punggung Andre yang terus menjauh pergi.
Apakah aku hanya akan melihatnya dari belakang terus? Dan nggak akan pernah memiliki Andre seutuhnya. Gumam Via dalam hati.
— SIDE TO SIDE —
Andre menaruh tasnya ke atas meja belajar, menyalakan ponselnya. Ada beberapa sms dan miss call dari Sinta. Isinya hampir semua sama,
SINTA:
Andre kamu dimana?
SINTA:
Kamu sudah pulang?
SINTA:
Andre kenapa tidak angkat tlpku?
SINTA:
Sayang??
Andre membaca SMS Sinta dan membalasnya dengan singkat.
ANDRE:
Maaf
Aku ketiduran.
Andre melemparkan ponselnya ke atas kasur, lalu bangkit berdiri dan bergegas untuk mandi.
— SIDE TO SIDE —
Sinta membanting ponselnya, marah dengan sikap Andre yang semakin tak acuh dengannya.
“SIAL!!!” Sinta mengumpat.
“Sabar, Nona.” Pelayan Sinta mencoba menghentikan aksi nonanya membanting barang-barang.
“Minggir!!” Sinta duduk dan menangis di tepi kasurnya.
“Kenapa ini?” Papa Sinta masuk.
“Papa.” Sinta langsung berlari memeluk papanya.
“Kenapa, sayang?”
“Aku kira Andre bakalan sayang sama aku kalau kita pacaran. Ternyata dia masih tetap sama, masih acuh tak acuh, Pa.” Sinta mengadu kepada papanya.
“Aih ... cuman karena masalah percintaan ternyata.” Papanya menghela napas.
“Pokoknya Papa harus bantuin Sinta.”
“Sin, apa nggak ada cowok lain? Dengan wajah dan statusmu siapa yang berani menolakmu?” ucap Rhino berusaha menenangkan anaknya.
“Nggak mau!! Maunya Andre.” Sinta memelas.
“Ah sudahlah, coba besok Papa bicara sama Papanya.”
“Makasih, Pa.” Sinta kembali tersenyum.
— SIDE TO SIDE —
Esoknya, Via mencomot roti di atas meja makan.
“Morning!!” Via mengecup pipi Mamanya.
“Happy banget? Ada hal bagus apa?”
“Ah, paan sih, Ma?” Via tertunduk, menyembunyikan rasa malunya mengingat kecupan yang diberikan Andre semalam.
“Sudah, ah, berangkat dulu.” Via mengambil satu lembar roti lagi sebelum kembali mencium pipi Riska.
“Hati-hati.”
“Iya.”
Via berjalan menuju ke sekolahan, jarak rumahnya hanya 5 menit dengan berjalan kaki.
“Hei.” Glen muncul tiba-tiba.
“Hai, Glen.” Balas Via.
“Ini.”
“Apaan ini?” Via kaget, Glen menyodorkan kotak kecil berwarna biru, mirip kotak cincin.
“Buka saja.”
“Glenn???”
“Sudah, ah, buka saja! Itu tanda cintaku padamu.”
“Hah?? Nggak bisa, pokoknya aku nggak mau kamu suka sama aku. Kita temenan sudah dari kecil,” jawab Via sambil mengembalikan kotak itu.
“Oke aku nggak akan suka sama kamu, tapi setidaknya terima saja bukti cintaku.” Glen masih memohon, matanya memelas.
Via menghentikan langkahnya, membuka kotak kecil berwarna biru itu.
JREEENG ...!!
Isinya kecoak plastik
“Waaaaa!!!” Via melonjak kaget. Melemparkan kotak itu jauh-jauh.
“Kyahahaha.” Glen seneng banget ngerjain Via.
“Sialan kau Glen.” Via memukul-mukul lengan Glen dengan tasnya.
“Ampun.”
Dari dalam mobil Andre hanya bisa melihat Via bercanda dengan Glen, hatinya panas dan geram, namun tak bisa berbuat apa-apa.
— SIDE TO SIDE —
Pensi sudah hampir tiba. Gladi bersih pun segera dimulai, tiap-tiap pemain sibuk menghafalkan naskah masing-masing. Via, Desy, dan Momo memperbaiki beberapa jahitan yang terlepas. Sesekali Via melirik ke arah Andre dan Sinta.
Karena sibuk kegiatan club jadi jarang bisa bertemu dengan kak Andre. Pikir Via. Ia melirik ke arah Andre lagi.
“Oke bisa ambil kostumnya masing-masing.” teriakan Desy membuyarkan lamunan Via.
Via membantu Sinta memakai kostumnya.
“Ini kamu yang buat?” tanya Sinta.
“Iya, Kak.”
“Bagus sekali.” Sinta memuji dress merah yang digunakanya.
“Terima kasih.”
Pinggangnya kecil, langsing, kulitnya putih dan bersih. Cantik sekali. Pikir Via begitu memandang pinggang Sinta saat membantunya menaikkan resleting.
•
•
•
“Huft ... akhirnya selesai.” Via mengusap keringatnya, terlihat capek karena membantu beberapa pemain memakai kostumnya.
“Hei kancingnya lepas satu.” Kelihatannya Andre sengaja mencopot kancing bajunya agar bisa mengobrol dengan Via.
“Kakak sengajakan,” ucap Via pelan.
“Erm ... iya.”
“Dasar, kemari!! Aku akan menjahitnya.” Via mengambil benang dan jarum dengan warna serupa.
“Kemarin kau bercanda dengan, Glen. Apa kalian sering seperti itu?” Andre sedikit membungkuk.
“Iya, kenapa? Glenkan temanku.”
“Mulai sekarang nggak boleh dekat-dekat, bercanda, berbicara mesra dengan cowo lain.” Andre berbisik.
“Ach ...!” Jari Via tertancap jarum.
“Kakak cemburu?” tanya Via.
“Pokoknya jangan dekat-dekat sama cowok lain.” Andre memalingkan wajahnya yang memerah dan meninggalkan Via.
Via menghela napas kesal, sekarang Andre mulai menunjukkan sikap posesifnya.
“Padahal dia sendiri manis-manisan dengan Sinta,” gumam Via, lalu meninggalkan ruang club.
— SIDE TO SIDE —
IG @dee.Meliana
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Hayati Nufus
lagian via nekat amat udh tau andre pacarnya sinta awas jgn. main api sinta sm andre orang tuanya kaya yg bisa ngehancurin org yg main2 sm keluarganya
2020-07-02
0
Nurul Septieaningrum
duh... knp plin plan si via, jangan jadi pelakor dong syantik
2020-04-24
1
jung jaehyun
seharusnya jaim nya ditinggikan yaa...kn seru tuh andre yg ngejar" ...
2020-04-20
0