"Arkana."
Riana sedikit terpesona melihat wajah pria di hadapannya dengan senyum yang sangat menawan. Senyumannya menular kepada Riana.
"Riana," ucapnya seraya tersenyum.
"Senyuman kamu sangat cantik," puji Arka. Riana hanya mengucapkan terima kasih.
Riana melihat arloji di tangannya. Dia segera bangkit dari duduknya. "Mau ke mana?" tanya Arka yang ikut bangkit.
"Aku harus pulang. Sudah gelap karena aku sudah berjanji kepada Ayahku untuk tidak pulang malam," terangnya.
Arkana benar-benar bangga melihat wanita seperti Riana. Di mana anak seusianya berlomba-lomba pulang malam. Riana malah tidak ingin
terlambat pulang karena hari sudah petang.
"Aku duluan ya, Arkana," kata Riana.
"Panggil aku Arka."
"Baiklah, aku pamit duluan, ya. Makasih atas wejangannya," ucap Riana.
Arka terus menatap tubuh Riana hingga menghilang di balik pintu keluar. Bibirnya terus terangkat.
"Perempuan yang sempurna. Aku harap, kita akan bertemu lagi," gumamnya.
Hari terus berganti, tetapi Riana belum mampu melupakan sosok Aksa di kepala serta hatinya. Dia akui, sangat sulit melupakan Aksa. Namun, Riana lebih menyibukkan diri untuk mengerjakan tugas skripsi. Sehingga membuatnya sedikit lupa akan suami orang yang masih dia cintai.
Ponsel Riana seperti kuburan. Sepi karena Riana sudah memutus kontak dengan Aksa dan juga Aska. Kecuali keluarganya yang tidak pernah absen menanyakan kabarnya.
Lengkungan senyum terukir di bibirnya ketika dia mendapat panggilan video dari ketiga kurcaci kesayangannya. Tiga anak Echa terus mengoceh. Bercerita tentang sekolah dan mainan baru. Serta Engkongnya yang masih saja menjadi pusat perhatian wanita-wanita di luaran.
"Kalian pelipur laraku," gumam Riana ketika sambungan telepon itu berakhir.
Tugas skripsi sangat menyita waktu dan tenaganya. Lelah, letih demi mendapatkan nilai terbaik tidak akan membuat Riana mengeluh. Riana bertekad ingin memberikan hasil yang terbaik kepada ayah dan kakaknya.
Risa dan Raisa selalu menemani Riana di kost-annya ketika Riana sedang tidak enak badan seperti ini. Wajah Riana pucat, kepalanya sudah diolesi minyak angin dan diberi koyo. Namun, dia masih saja mengeluh pusing.
"Ri, apa kamu tidak memberi tahu orang tua kamu jika kamu sedang sakit?" Riana hanya tersenyum menjawab pertanyaan Risa.
"Kesakitan ku tidak perlu keluargaku tahu. Aku tidak ingin melihat mereka khawatir terus bersedih." Raisa terhenyak mendengar jawaban Riana.
Risa berteriak histeris ketika menonton acara televisi. Terlebih tangannya sudah menunjuk-nunjuk ke arah televisi.
"Sa, lihat. Tampan sekali pengusaha muda itu," ucapnya pada Raisa.
Raisa mulai mengikuti arah telunjuk Risa. Raisa pun ikut histeris. Apalagi pesona dan kharismanya sangat luar biasa.
"Ri, coba deh lihat. Ganteng banget pengusahanya." Raisa memukul-mukul kaki Riana agar ikut melihat pria tampan di televisi. Sedangkan Riana masih asyik mengoles minyak angin di kepalanya.
Karena risih dipukuli pelan oleh Raisa. Mata Riana melebar ketika melihat acara televisi yang Risa dan Raisa tonton. Tubuhnya semakin lemas dan matanya mulai berair. Sangat berkharisma dan ketampanannya tidak bisa diragukan. Namun, kemesraan antara Aksa dan Ziva membuat hati Riana semakin sakit.
"Semudah itu," lirih Riana yang kini menunduk dalam. Merasakan kesakitan yang luar biasa.
"Ri," panggil Risa. Riana masih menunduk dan enggan untuk menegakkan kepalanya. Usapan lembut di pundaknya semakin membuat Riana tenggelam dalam kesakitan.
"Siapa dia? Kenapa melihat dia kamu seperti ini?" Pertanyaan Risa membuat Raisa kini duduk di samping Riana. Memeluk tubuh Riana yang tengah bergetar.
"Aku dan Risa itu sahabat kamu. Kamu boleh menumpahkan segala sedih dan bahagia kamu kepada kami. Jangan pernah menyembunyikan apapun dari kami. Kami tulus bersahabat dengan kamu, Ri," ujar Raisa.
Perlahan Riana menegakkan kepalanya. Dia menatap ke arah Raisa lalu berganti ke arah Risa dengan wajah yang sudah basah dengan air mata.
"Dia ... hanya mirip mantan kekasihku," ucap bohong Riana.
Riana belum siap mengatakan siapa dirinya sebenarnya. Apalagi si kembar Risa dan Raisa terlahir dari kelurga yang sangat sederhana. Dia takut, Risa dan Raisa akan minder berteman dengannya. Mereka memilih bersahabat dengan Riana karena hanya Riana lah yang berpenampilan sederhana. Tidak seperti teman-teman mereka yang lain.
Setelah Risa dan Raisa pulang, Riana terbaring sambil menatap langit kamar.
"Seminggu lebih aku mati-matian melupakan kamu. Kenapa aku harus melihatmu lagi? Lebih menyakitkan lagi ketika aku melihat kamu dan istrimu sangat mesra," lirihnya.
Ujung mata Riana mulai basah kembali. Cintanya terlalu kuat untuk Aksa. Ucapan Aksa ketika di atas pelaminan hanya sebuah dusta belaka. Pada nyatanya, sekarang dia sudah bahagia.
Ketukan pintu membuat mata Riana yang hendak terpejam harus kembali terjaga. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Tidak mungkin Risa dan Raisa datang kembali. Sejenak, Riana membiarkannya saja. Namun, ketukan pintu itu semakin keras. Dan ponsel Riana pun mulai berdering.
"Ayah," gumamnya.
Panggilan ayahnya pun Riana jawab. "Kamu di mana? Ayah di depan kostan kamu," sergah sang ayah dari balik sambungan telepon. Riana menghela napas lega dan meletakkan ponselnya begitu saja di atas kasur. Dia segera membukakan pintu untuk ayahnya.
Pintu pun terbuka dan dia segera berhambur memeluk tubuh ayahnya. Menumpahkan segala kerinduan serta mengadukan segala kesakitan yang belum hilang. Namun, dalam balutan senyuman yang menyakitkan.
Rion membalas pelukan sang putri. Dia tahu, Riana masih tenggelam dalam rasa sedihnya. Ketika pelukan mereka terurai, mata Rion membola ketika melihat Riana sudah mengenakan koyo di pelipisnya. Dan bau minyak Anging sungguh tercium aromanya.
"Kamu sakit?"
"Hanya lelah, Ayah. Ri, sedang mengejar skripsi," jawabnya sambil menarik tangan ayahnya masuk ke dalam kostan.
"Kita ke dokter," tegas sang ayah.
"Tidak perlu, Ayah. Besok juga sembuh," ujar sang putri yang kini hendak membuatkan minum untuk ayah tercinta. Namun, tangan Riana Rion cekal. Hingga Riana duduk kembali di samping sang ayah.
"Jangan bilang baik-baik saja, jika kenyataannya kamu masih terluka." Ucapan Rion mampu membuat mata Riana nanar.
Rion menangkup wajah Riana. Menatap mata Riana sangat dalam.
"Hati Ayah sakit, ketika melihat kamu tersenyum hanya untuk menutupi air matamu." Air mata Riana pun mengalir begitu saja.
Isakan yang sangat lirih keluar dari mulut Riana. Menandakan bahwa Riana masih merasakan kesakitan yang mendalam. Rion menarik putri keduanya masuk ke dalam dekapannya. Memberikan kehangatan dan kenyamanan untuk Riana. Lebih dari seminggu ini, hatinya sangat tidak tenang. Pikirannya masih terfokus pada Riana.
Riana pun terlelap dalam pelukan hangat sang ayah. Rion membaringkan tubuh Riana di atas kasur. Menatapnya cukup lama dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Kenapa nasibmu seperti ini, Ri? Harus kehilangan Bundamu yang pergi dengan cara tragis. Sekarang, nasib percintaanmu yang sangat miris."
...****************...
Kalo dikasih cerita datar-datar pasti gak komen. Kalo dikasih cerita konflik baru pada muncul 🤧
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 356 Episodes
Comments
Ivanka Anata
Boleh ya komen dikit, author pleass kalo nama tokoh ceritanya jgn hpr samaa. semua, Aska,Aksa dan skrg Arka .... Keselllll
2023-02-14
1
Ayu Wandira
bikin mewek ceritanya Thor😭😭😭😭
2022-04-20
0
Putri Salsa Bila Jasmin
bengkak mataku nangis terus thor 😭😭😭
2022-02-11
0