🎶
Melepaskan mu ...
Bukan mudah bagiku
Untuk melalui semua ini
Pabila kenangan kita
Mengusik jiwa dan hati
Bila malam tidurku
Tak lena mengenangkanmu
Riana memeluk lututnya sambil mendengarkan lagu yang sedang dia putar. Lagu yang berjudul terakhir yang dinyanyikan oleh Sufian Suhaimi sangat sesuai dengan suasana hatinya saat ini.
"Kenapa aku harus sedih dan sakit? Bukankah wajar mereka melakukan itu? Mereka sudah sah menjadi suami istri," ucap pelan Riana dengan bibir tersenyum penuh kepedihan.
🎶
Oh Tuhan ...
Ku mau yang terbaik
Terbaik buatku
Insan kerdil ini
Oh Tuhan ...
Nohtahkan kehilangan ini
Munculkan dia, dia terakhir
Buatku ...
"Salahkah, jika aku masih mengharapkannya? Sedangkan dia sudah menjadi suami orang," lirih Riana.
Ini kali kedua dalam hidup Riana merasakan kehilangan yang sangat mendalam. Setelah kehilangan ibu kandungnya sendiri yang pergi dengan cara tragis. Perlu waktu untuk merelakannya. Tidak sebentar untuk mengikhlaskan semuanya.
Riana mendongakkan kepalanya ke atas, menahan air mata yang hendak terjatuh. Dia berjanji tidak akan menangis lagi. Namun, Riana belum mampu menepati janjinya pada dirinya sendiri. Sebisa mungkin dia menahannya, tetapi dengan lancar air mata itu membasahi wajahnya.
"Maafkan Ri, Ayah. Ri, masih belum bisa menjadi wanita yang kuat seperti yang Ayah minta."
Melupakan adalah hal yang paling tersulit. Apalagi pria itu adalah pria yang Riana cintai sedari dulu. Ketika hatinya tertutup, pria itu mencoba mengetuk. Ketika Riana membuka hatinya kembali, pria itu masuk untuk sekejap. Kemudian pergi dengan meninggalkan sejuta luka di hati.
Bukan hanya Riana yang sedang tenggelam dalam kesakitan. Pria yang gagah dan berkharisma kini menjelma laki-laki lemah. Wajahnya sangat kacau hingga dia membatalkan semua agenda hari ini. Mengunci pintu ruangannya dari dalam. Menikmati kesendirian dalam balutan kesedihan.
"Aku tidak melakukannya," ucap lirih Aksa dengan tangan yang sudah menjambak rambutnya.
Dia masih teringat akan foto jahanam yang membuat keadaan semakin kacau. Kedua orang tuanya pun sangat menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Harapan untuk kembali kepada Riana kini pupus sudah.
Menyerah adalah pilihan satu-satunya. Dia telah menodai Ziva, berarti dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Sulit, tetapi harus dia lakukan.
"Aku sungguh berengsek," kesalnya pada diri sendiri.
Melihat wajah kecewa kedua orang tuanya serta sang kakak. Hati Aksa lebih sakit dari pada mendapat kenyataan bahwa dia harus menikah dengan Ziva. Orang-orang yang dia sayangi sekarang membencinya.
"Maafkan Abang," gumam Aksa dengan suara frustasi.
Kekuatan cinta antara Aksa dan Riana ternyata tidak mampu menghancurkan dinding pemisah yang tinggi dan juga tebal. Seolah dinding itu kini berdiri lebih kokoh dari biasanya. Ketika secercah harapan untuk kembali bersama hadir. Kini, semuanya seolah sirna karena sebuah kesalahan yang tidak Aksa ingat.
"Maafkan aku, Riana. Aku telah membuatmu semakin kecewa," lirih Aksa dengan isak tangis kecil.
Dipaksa menikah dengan wanita yang tidak Aksa cintai sudah membuat Aksa sakit hati. Apalagi, sekarang keadaannya semakin kacau. Menuntunnya untuk masuk ke dalam rumah tangga yang tidak dia harapkan.
Namun, sebuah pertanggung jawaban harus dia lakukan. Merusak sama dengan membeli, seperti tulisan yang berada di toko barang pecah belah. Meskipun dia tidak mampu, dia harus melakukan itu. Mencoba berdamai dengan takdir Tuhan. Itulah jalan satu-satunya.
Di lain ruangan, laporan Remon membuat Gio mengerang kesal. Tangannya sudah melayang ke atas, tetapi Remon bergeming di tempatnya. Remon akan menerima apa yang akan dilakukan oleh atasannya ini. Namun, tangan itu Gio hempaskan dengan cukup keras. Padahal, Remon tidak akan menghindar jika Gio melayangkan bogem mentah itu kepadanya.
"Kenapa sekarang kau menjelma menjadi manusia bodoh, Remon?" pekik Gio dengan urat-urat kemarahan yang muncul di wajahnya.
"Mengungkap semua ini saja tidak becus." Emosi Gio sudah benar-benar memuncak.
"Maaf Boss. Mereka terlalu licin," jawab Remon.
Tidak mungkin Gio akan menyuruh anak buahnya untuk menghentikan mencari kebenaran tentang surat wasiat itu. Sekecewa apapun Gio terhadap Aksa, dia akan terus berjuang untuk menegakkan keadilan. Gio hanya ingin melihat Aksa bahagia. Selama ini Aksa sudah terlalu banyak dituntut oleh keadaan. Dari tuntutan memimpin perusahaan hingga sebuah pernikahan yang sama sekali tidak Aksa inginkan.
"Sungguh membuatku pusing," keluhnya. Gio duduk di kursi kebesarannya sambil mengurut kening yang berdenyut.
Remon menatap sendu ke arah Gio. Di usia Gio yang sudah tidak muda, dia semakin menanggung beban yang sangat berat. Remon yakin, pundak Gio tidaklah sekuat Gatotkaca. Wajah lelahnya sangat terlihat jelas.
Benar kata si Adek. Harus ada satu beban yang dia ambil alih. Gio tidak akan mampu dan sanggup menanggung semuanya seorang diri.
Baru saja memijat keningnya, ponsel Gio berdering dan helaan napas lemah yang terdengar.
"Lakukan yang terbaik. Nanti saya akan mencari dokter terbaik lagi. Saya usahakan lusa dokter itu tiba di Singapura."
Ya Tuhan, jika aku menjadi Gio pasti aku sudah menyerah. Bagaimana hati Gio sesungguhnya?
Remon terus membatin melihat bosnya. Gio menetralkan napasnya sejenak. Kemudian, dia beralih pada laptop untuk mengecek semuanya. Lagi-lagi helaan napas berat terdengar.
"Setelah semua agenda hari ini selesai. Kita terbang ke Malaysia."
Di tempat lain Aska sedang tertawa bahagia. Dia berhasil membuat sesosok jelangkung wanita bernama Juminten pucat pasi, bak mayat hidup.
# Flashback on.
"Si-siapa yang hamil?" Itulah yang Ziva katakan.
"Siapa yang hamil, Dek?" ulang Ayanda. Mendengar suara Ayanda membuat Ziva semakin mengeluarkan keringat dingin.
"Menantu Mommy kali," jawab Aska asal.
"Mana mungkin, Dek. Sekali celup tidak akan langsung jadi. Perlu proses dan waktu," terang Ayanda.
"Siapa tahu aja mereka melakukan jalur instan," seloroh Aska.
Ayanda mengerutkan dahinya, dia tidak mampu mencerna apa yang dikatakan oleh putranya.
"Jika, aku hamil. Apa Mommy mau menerima cucu Mommy?" Ziva mulai memberanikan diri bertanya kepada Ayanda. Tatapan tajam yang Ayanda berikan.
"Saya hanya akan menerima cucu saya, tetapi tidak dengan ibunya."
Ingin sekali Aska tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban sang mommy yang super sekali. Aska melihat jelas wajah Ziva yang berubah. Sedangkan Ayanda melenggang menjauhi Aska dan menantunya.
"Lu kok gak nanya ke gua," imbuh Aska.
Wajah yang tertunduk lesu itu Ziva angkat. Kedua alisnya menukik ke arah Aska.
"Nanya apa?" Ziva benar-benar terlihat bodoh di mata Aska.
"Gua mau gak nerima keponakan gua?"
"Udah pasti kamu akan menerima keponakan kamu dan menyayangi dia lebih dari kamu menyayangi si kembar tiga yang menyebalkan itu," sungut Ziva.
Tawa Aska menggema sambil menggelengkan kepala.
"Anda terlalu percaya diri sekali, Juminten." Jawaban Aska membuat Ziva melebarkan mata.
"Gua tidak akan pernah menerima anak lu sebagai keponakan gua." Aska menjeda ucapannya.
Wajahnya kini mendekat ke arah Ziva. Tatapan serius Aska berikan. "Karena itu bukan bibit dari Abang gua."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 356 Episodes
Comments
Baim Izza
lah komet saya kyk nya gak masuk itungan
saya liat jumlah komet 38
giliran saya komet tetep 38😝😝😝
2021-07-15
0
Baim Izza
up Thor
2021-07-15
0
Ervin Natul
aska good job 👍
aku suka gayanya 👍
2021-07-14
1