Sebelum baca, aku kasih nutrisi mata nih buat kalian semua ....
Tinggal pilih aja mau yang mana. Ingat,mereka itu kembar loh pastilah mukanya sama 😁...
...****************...
Aksa bergelut dengan segala pikirannya. Tentang cinta, kecewa, sedih, sakit serta keluarga. Dua hari Aksa tidak pulang ke rumah. Dia memilih tidur di ruang kerjanya. Bukan bermaksud menghindar, tetapi Aksa butuh ketenangan untuk mengambil sebuah keputusan.
Sulit sudah pasti, tetapi inilah yang harus Aksa hadapi. Malam ini dia harus mengumpulkan kekuatan untuk berbicara di hadapan keluarga tentang keputusannya yang sudah bulat. Biar dia yang terluka demi nama baik keluarga. Sebuah pengorbanan yang membuat Aksa harus kehilangan orang yang dia sayang.
"Ya, aku pasti bisa."
Aksa membuka ponselnya. Dia membuka galeri foto yang hampir seluruhnya foto Riana. Hanya tatapan sendu yang terpancar dari seorang Aksara. Dia mematikan ponselnya dan menaruhnya di laci kerja. Kemudian, dia menatap benda pipih di atas meja yang baru saja sekretarisnya belikan.
Sedangkan Aska sedang gundah ketika tidak bisa mengetahui keberadaan sang Abang. Ponsel sang Abang pun tidak aktif. Raut khawatir terpancar di wajah Aska.
"Mau ke mana, Dek?" tanya Ayanda ketika melihat putra bungsunya terburu-buru.
"Adek mau cari Abang," jawab Aska.
Hati Ayanda terasa teriris mendengar penuturan Aska. Matanya nanar menatap Aska. "Mommy jangan khawatir, Abang pasti baik-baik saja. Hanya saja, ponselnya mati. Jadi, Adek khawatir." Aska mengusap lembut pundak sang mommy.
"Ikatan batin antara Adek dan Abang itu sangat kuat, Mom. Adek selalu bersama dengan Abang sejak di dalam kandungan. Mommy juga tahu, bagaimana Abang dan Adek ketika harus berpisah kuliah? Kami berdua sama-sama sakit karena menahan rindu satu sama lain."
"Aksa kenapa, Ka?" tanya Ziva tiba-tiba.
Momen antara ibu dan anak pun harus berakhir karena kedatangan si Juminten.
"Bisa gak, lu gak kayak setan? Muncul tiba-tiba bikin suasana jadi kacau," sungut Aska.
"Aku ini khawatir sama suami aku," imbuh Ziva.
"Tapi, sayang, suami lu gak pernah mikirin lu barang sedikit pun," ketus Aska.
Malam ini emosi Aska meluap-luap kepada Ziva. Amarahnya masih memuncak jika mendengar ucapan Sarah yang tidak beradab.
Jaga mulut sampahmu! Jangan pernah memfitnah anakku! Laki-laki mana ketika dikasih ikan akan menolak? Itulah Abang kamu, terlalu munafik jadi pria. Padahal mau.
Ucapan itu yang masih terngiang-ngiang di kepala Aska. Ketika seseorang menghina Aksa sama dengan orang itu menghina dirinya. Begitu juga sebaliknya, itulah prinsip hidup si kembar.
"Sudah, Dek," ucap pelan Ayanda sambil menenangkan Aska.
"Mommy lebih baik di rumah Kakak dulu. Adek tidak ingin si jelangkung bermulut toxic ini berada di dekat Mommy." Aska menarik tangan Ayanda dan mengantarnya ke rumah Echa yang berada di samping rumah mereka. Meninggalkan Ziva seorang diri karena Gio masih harus berada di Singapura untuk menunggu dokter dari Swedia datang.
Kehadiran Aska serta Ayanda disambut hangat oleh tiga kurcaci dan juga penghuni rumah lainnya.
"Kak, titip Mommy. Adek mau keluar dulu sebentar." Echa mengangguk pelan tanpa banyak bertanya.
Aska sudah keluar dari rumah Echa, tangannya ditarik oleh Iyan. Senyum tulus melengkung di wajahnya.
"Abang baik-baik saja. Terima kasih sudah berjuang demi Kak Ri dan juga Abang Aksa." Sudut bibir Aska terangkat dan dia mengusap lembut kepala Iyan. Ada makna yang tersirat dari ucapan Iyan.
Aska mencari sang Abang ke kantornya. Dia bisa bernapas lega ketika mobil Aksa ada di sana. Dia langsung menuju lantai di mana ruangan sang Abang berada. Lampu menyala menandakan ada orang di sana. Aska pun mendengar ada sebuah lagu yang diputar. Dia meminta kepada pihak security untuk menunjukkan ruang CCTV kantor ini. Aska menemukan orang yang sedang dia cari sedang berbaring di sofa dengan mata yang terpejam.
"Abang harus berkorban dulu," gumamnya.
Pagi harinya, wajah tampan Aksa dengan penuh kharisma yang sedang menunggu lift terbuka bagai asupan nutrisi untuk para kaum hawa yang bekerja. Tatapan penuh kekaguman sangat terlihat jelas di wajah mereka.
"Punya istri belum?" bisik karyawan wanita ke teman di sampingnya.
"Katanya sih udah, tapi gak pernah dipajang," jawab si teman wanita itu.
Sebelum mengetuk ruangan sang daddy, Aksa menarik napas panjang terlebih dahulu. Ada rasa takut yang menjalar di hatinya.
"Masuk." Sebuah jawaban yang membuat dada Aksa berdegup kencang.
"Ada apa, Sa?" tanya Remon yang menatap ke arah Aksa.
"Daddy kapan pulang?"
"Harusnya siang ini. Ada apa memangnya?" Remon sedikit curiga dengan gerak-gerik Aksa.
"Ada yang mau Abang bicarakan kepada Daddy." Remon mengangguk mengerti.
"Baiklah, ketika Daddy kamu tiba di sini langsung Om kabarin."
"Makasih, Om." Remon menjawab dengan anggukan serta senyuman. Dia bangga dengan para penerus Gio. Sikap sopan dan hormat kedua putra Gio tidak ada duanya.
Remon segera menghubungi Aska memberitahukan perihal Aksa. Sekarang, Aska hanya bisa menerka-nerka. Semoga saja sesuai dengan rencananya.
Tepat di jam makan siang, Aksa sudah berhadapan dengan sang daddy. Dia tidak mampu menegakkan kepalanya.
"Ada apa?" Suara yang terdengar dingin di telinga Aksa.
Dengan pelan Aksa menegakkan kepala. Menatap Gio dengan penuh penyesalan.
"Malam ini, Abang ingin berbicara dengan Daddy, Mommy, Adek, Kakak, Bang Radit serta Ziva." Aksa menjeda ucapannya. Mengumpulkan kekuatan kembali untuk melanjutkan ucapannya.
"Menyangkut keputusan Abang."
"Keputusan?" ulang Gio.
Hanya anggukan yang menjadi jawaban dari Aksa. "Sampai bertemu nanti malam, Dad." Aksa pamit kepada sang daddy tanpa menjelaskan apapun. Benar-benar menjadi tanda tanya besar bagi Remon.
Malam harinya, semua anggota keluarga sudah berkumpul. Mereka menatap tajam dan penuh rasa penasaran ke arah Aksa.
"Cepat katakan, kenapa kamu meminta kami berkumpul di sini?" Echa masih bersikap ketus kepada Aksa.
"Sabar, Yang," Radit mencoba menenangkan istrinya.
"Maaf, jika Abang mengganggu waktu kalian. Maaf juga, Abang sudah mengecewakan kalian karena sudah menodai Ziva," sesalnya. Aksa mencoba untuk menegakkan kepala, meskipun hatinya sudah luluh lantah.
"Abang sama sekali tidak ingat akan kejadian itu, mencoba mengingatnya pun Abang tidak bisa. Sesuai dengan ucapan Daddy, bahwa pria sejati itu tidak boleh merusak seharusnya menjaga. Jadi, Abang ... akan mempertanggung jawabkan semuanya."
Mata semua orang di sana melebar, kecuali Ziva yang tersenyum penuh kemenangan. Kini, Aksa menatap Ziva dengan kesungguhan.
"Aku akan menjadi suami kamu dan membangun keluarga layaknya sepasang suami-istri normal," ucap Aksa penuh dengan kelemahan.
"Abang," panggil Ayanda dengan suara bergetar.
"Abang sudah terlanjur masuk ke dalam kubangan kesakitan, Mom. Lebih baik Abang menyelam ke dasar kesakitan itu. Membunuh hati dan perasaan Abang," lirih Aksa.
"Nak ...."
"Abang harus bertanggung jawab, Dad. Abang bukan pria berengsek," potongnya.
Aksa menatap lekat wajah Echa. Dia bersimpuh di hadapan sang kakak.
"Maafkan Abang, Kak. Bukan Abang tidak mau berjuang untuk Riana, tetapi Abang sudah merusak Ziva. Kakak boleh benci Abang, Kakak boleh pukul Abang sepuasnya. Harus Kakak tahu, Abang sangat menyayangi Kakak. Perempuan kedua yang sangat Abang sayangi di dunia ini." Echa berhambur memeluk tubuh Aksa.
Di balik keharuan dan keterkejutan, ada senyum tipis yang tersungging di sana.
Good job, Abang. Telah membawa mereka masuk ke dalam perangkap Adek.
Aska menatap tajam Ziva yang tersenyum lebar.
Sekarang kamu boleh tersenyum sampai gigimu kering. Lihatlah apa yang akan aku lakukan. Tunggu permainanku, Juminten.
...****************...
Komennya mana atuh? Makin ke sini makin sepi.🤧
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 356 Episodes
Comments
Putri Salsa Bila Jasmin
masih tanda tanya besar 🤔🤔
2022-02-11
0
Susan Roveline Tedja
juminten😂
2021-09-13
0
Hanna rumissing
aduh Juminten,aq padamu adek
2021-07-26
0