Seorang perempuan sedang memeluk boneka beruang besar dengan linangan air mata. Dia baru saja mengakhiri sambungan video dengan seseorang.
Lima belas menit yang lalu ...
Ponsel Riana berdering, ketika dia melihat nama siapa yang muncul di layar. Dia hanya bisa menghela napas dalam. Enggan untuk menjawabnya. Namun, orang itu terus saja menghubunginya, hingga Riana menyerah dan menjawab panggilan video tersebut.
Gambar seseorang yang tengah terbaring dengan perban di tangan yang pertama kali dia lihat. Sesak dada Riana saat itu juga.
"Lihatlah, Ri. Dia hampir bunuh diri," ucap Aska.
"Dia terlalu frustasi dan tidak ingin kamu pergi," lanjutnya lagi.
Hanya suara isakan yang terdengar lirih. Riana tidak bisa menahan air matanya.
"Ri, harus pergi, Kak. Ri, tidak ingin merasakan sakit yang terlalu dalam. Biarkan rasa sakit ini Ri, bawa pergi," lirih Riana.
"Biarkan Ri melupakan dia. Biarkan Ri menjalani hidup Ri yang baru. Ri, tidak ingin terus-terusan dibayangi masa lalu. Ri, juga ingin bahagia," sambungnya lagi.
"Ri yakin, seiring berjalannya waktu. Dia akan mencintai istrinya dan pasti akan mampu melupakan Ri."
Aska hanya terdiam. Tidak ada yang salah dari perkataan Riana. Riana berhak bahagia. Riana juga pasti sangat tersakiti. Apalagi dia tidak tahu alasan yang sebenarnya apa. Riana hanya tahu bahwa Aksa mengkhianatinya.
"Abang dijodohkan, Ri," kata Aska.
"Apapun alasannya, semuanya sudah terjadi, Kak. Dia sudah memiliki istri. Ri, tidak ingin menjadi pelakor. Lebih baik Ri yang mengalah. Ri, yang pergi dengan luka yang menganga. Bagaimana pun, Ri perempuan. Pasti sakit jika mendapatkan kenyataan bahwa pasangan Ri direbut oleh perempuan lain." Lagi-lagi Aska terdiam.
"Hubungan Ri dan dia mungkin tidak direstui oleh Tuhan. Mungkin juga, Tuhan telah menyiapkan jodoh yang terbaik untuk, Ri. Ri, harap, ini komunikasi kita yang terakhir, ya, Kak. Ri, ingin terbebas dari bayang-bayang masa lalu."
"Maaf, jika aku mengganggu. Aku hanya ingin kamu tahu, bahwa Abangku pun terluka."
"Kita sama-sama jadi korban, Kak. Tidak ada yang menang. Ri, harap hubungan keluarga Kakak dan keluarga Ri tidak merenggang. Ri, tidak ingin terjadi pertikaian. Ri, menyayangi kalian semua. Ri, menyayangi Mommy dan Daddy. Ri, pergi untuk melupakan semuanya. Bukan karena membenci kalian." Aska mengangguk pelan. Senyum di bibirnya pun tersungging.
"Ri, tutup sambungan videonya, Kak. Ri, mau istirahat."
Setelah sambungan video diakhiri, air mata Riana jatuh tak terhenti. Sakit sekali melihat Aksa yang terbaring lemah seperti itu. Tubuhnya pun semakin kurus dan tak terurus.
Lelah menangis, Riana pun terlelap dengan tangan yang terus mendekap boneka. Pagi yang cerah di Kota Jogja tak secerah hatinya. Dilihatnya dirinya di cermin. Kantung mata yang membengkak karena menangis. Mata yang menyipit serta mata panda yang terlihat samar.
"Life must go on, Ri," gumamnya seraya menyemangati dirinya sendiri.
Riana menjalani hari ini seperti biasa. Kuliah dan akan kembali ke rumah ketika kuliah selesai. Namun, hari ini Riana merasa ingin mampir ke sebuah kafe tak jauh dari kampusnya. Tentunya, ditemani dua sahabatnya. Si kembar Risa dan Raisa.
"Tumben banget, Ri?" tanya Risa.
"Aku ingin menikmati suasana sore di luar rumah," jawabnya.
Risa dan Raisa hanya saling pandang. Mereka melihat ada perubahan pada diri Riana. Terlebih wajah sendunya yang sangat kentara. Namun, mereka tidak akan pernah menanyakannya. Riana adalah orang yang sangat private sekali. Bisa dibilang Riana adalah orang yang sangat tertutup perihal apapun.
Sebenarnya, latar belakang Riana yang membuat Riana menjadi seperti itu. Apalagi jika dia ingat bagaimana jahatnya sang bunda. Hanya malu yang dia rasakan.
Mereka bertiga memesan choco ice minuman favorit di kafe ini. Kebetulan sekali sore ini ada pengamen yang biasa menghibur para pengunjung kafe.
Risa dan Raisa teriak histeris. Wajah pengamen itu sangatlah tampan. Mirip artis Korea Kim Soo Hyun. Ditambah suaranya sangat merdu. Sedangkan Riana tidak mempedulikan sahabatnya. Dia asyik dengan pikirannya sendiri. Apalagi bayang wajah Aksa semalam masih memutari kepalanya.
Setengah jam berlalu, Risa dan Raisa mulai pamit kepada Riana. Namun, Riana masih betah di kafe ini. Menikmati senja dari balik kaca jendela.
🎶
Biar aku yang pergi
Biar aku yang tersakiti
Biar aku yang berhenti
Berhenti mengharapkanmu
Tes.
Bulir bening menetes membasahi pipi Riana. Sungguh lagu yang sangat menyayat hati. Sesuai dengan backsound dirinya saat ini.
🎶
Oh Tuhan kuatkan aku
Menerima semua ini
Jika dia memang untukku
Kembalikan dia untukku
Riana menunduk dalam dengan tubuh yang bergetar. Menangis tanpa suara, hanya terisak sangat kecil dan lirih.
"Apa aku masih boleh berharap dia akan kembali padaku?" batinnya.
Riana menyentuh dadanya yang teramat sakit. Ternyata dia masih belum bisa melupakan Aksa. Sepertinya butuh waktu yang lama untuknya melupakan seseorang yang dia cintai sedari remaja.
Dulu diabaikan, ketika dia mulai mengabaikan Aksa datang membawa sebuah pengakuan yang mengejutkan. Riana memberikan sebuah penolakan hingga Aksa tidak kembali selama enam tahunan.
Datang kembali dengan mengumbar janji dan cinta yang suci. Bahagia sudah pasti mengahampiri hati Riana yang juga masih mencintai. Namun, takdir berkata lain. Ternyata Riana dibohongi. Betapa sakitnya ketika dia harus menjadi saksi. Saksi antara seorang laki-laki yang sangat dia cintai bersanding dengan perempuan lain.
"Biarkan aku yang pergi. Membawa luka di hati," gumamnya yang kini menyeka air matanya.
Sekotak tisu muncul di hadapannya. Riana pun menoleh. Senyum manis ditunjukkan oleh seseorang yang tidak Riana kenali.
"Seka air matamu. Maaf, telah membuat kamu menangis."
Riana mengambil tisu yang diberikan. Namun, Riana belum juga membuka suara. Sedangkan orang itu sudah duduk di hadapan Riana dengan senyum yang tidak pernah luntur.
"Kamu tidak sendiri. Banyak orang yang bernasib seperti dirimu. Termasuk aku," ucapnya dengan senyum yang masih merekah.
"Awalnya sulit memang, tetapi setelah dijalani akan menjadi mudah. Dari rasa sakit akan membuat kita menjadi kuat. Dari air mata akan membawa kita menuju bahagia. Ingatlah, satu orang yang menyakiti kamu tidak sebanding dengan banyak orang yang menyayangi kamu. Jangan kecewakan mereka yang menyayangi kamu. Mereka ingin melihat kamu bahagia," tutur orang itu.
Riana mencerna ucapan orang di hadapannya, yang dikatakan orang itu benar adanya. Dia tidak boleh semakin terpuruk. Semuanya sudah terjadi dan tidak bisa dihentikan. Waktu tidak akan bisa berputar ke belakang. Riana hanya bisa mengikhlaskan meskipun butuh perjuangan.
"Makasih atas wejangannya," ucap Riana tulus dengan mata yang merah karena sehabis menangis. Lagi-lagi
pria itu hanya tersenyum.
"Aku hanya tidak suka melihat wanita manapun menitikan air mata. Apalagi karena seorang pria. Maafkan aku, aku telah membuat kamu menangis dengan lagu yang aku nyanyikan," terang orang itu dengan sedikit penyesalan.
"Tidak apa. Aku saja yang terlalu cengeng," sahut Riana dengan senyum yang dipaksakan.
Orang itu mengulurkan tangannya. Riana terdiam sejenak, ragu ingin menyambut uluran tangan itu. Riana menelisik lebih dalam wajah orang yang berada di hadapannya. Hati kecilnya berkata bahwa orang itu adalah orang baik.
Dengan ragu-ragu Riana menyambut uluran tangan orang itu. Dibalas senyuman yang sangat tulus darinya.
"Arkana."
...****************...
Ayo dong komen, biar akunya gak loyo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 356 Episodes
Comments
Jeni Safitri
Arkana??
2022-03-08
0
Putri Salsa Bila Jasmin
Arkana apakah akan menjadi peran utamanya thor pengganti Aksa untuk Riana
2022-02-11
0
Wildan Abd
aku sk novel sedih thorr....pas dgn crt novelmu....mksh🙏🙏🙏😘😘😘😘
2022-02-08
0