Tibanya Riana di rumah, Echa menyambut Riana dengan wajah sendu. Dia tahu apa yang adiknya lakukan. Dan ke mana adiknya pergi. Hingga sang ayah khawatir dan menyusulnya.
"Ini." Sebuah goody bag Echa serahkan kepada Riana.
"Ini apa?" tanya Riana yang enggan melihat isi dari goody bag tersebut.
"Gaun untuk menjadi bridesmaid." Mata Riana seketika terpejam. Tubuhnya dia hempasan ke atas sofa.
"Apa harus aku menjadi pengiring pengantin? Apa aku akan baik-baik saja?" batin Riana lirih.
Ingin rasanya Riana menolak. Namun, sudah sangat dipastikan itu tidak akan mungkin bisa. Dan gaun ini sudah pasti dari sang Mommy.
"Jika, kamu tidak sanggup. Jangan dipaksa. Nanti akan Kakak bilang ke Mamah," ucap Echa yang merasa sangat tidak enak hati.
Riana menatap sendu ke arah sang kakak. Sorot mata Riana tidak bisa membohongi Echa. Penuh kesakitan dan juga kehancuran yang Riana tunjukkan.
"Kakak tidak ingin membuat kamu semakin terluka," tambah Echa dengan suara yang bergetar.
Bagaimana pun, Echa sudah menganggap Riana seperti anaknya sendiri. Bukan tanpa alasan, Riana sering berkeluh kesah terhadap Echa. Dan segala rasa yang Riana rasakan selalu dicurahkan kepada Echa. Karena Riana pun sudah menganggap Echa seperti ibu kandungnya sendiri.
Hanya helaan napas berat yang menjadi jawaban dari Riana. Tidak bisa berkata, hati Riana benar-benar gundah gulana sekarang ini.
"Beri waktu Ri untuk memikirkannya," sahut Riana lesu.
Dia bangun dari duduknya dan membawa goody bag tersebut. Hanya kepiluan yang Riana rasakan. Riana duduk di tepian tempat tidur. Menatap nanar goody bag yang dia bawa masuk ke kamarnya.
"Apa aku sanggup mendampingi kamu di hari bahagiamu?" gumam Riana.
Tes.
Air matanya menetes begitu saja. Riana sudah memimpikan jika suatu saat nanti dia dan Aksa yang akan berada di atas pelaminan. Tersenyum bahagia menyambut tamu undangan. Namun, pada kenyataannya itu hanyalah mimpi belaka. Tanpa bisa menjadi sebuah kenyataan yang membuatnya bahagia.
"Sampai kapan air mata ini harus terus menetes?" Riana menundukkan kepalanya lebih dalam lagi. Merasakan kesakitan yang luar biasa yang dia terima.
Di luar kamar Riana, Echa memeluk tubuh sang ayah dengan lelehan air mata yang tidak bisa dibendung. Rion mengeratkan pelukannya terhadap sang putri sulung. Bukan hanya Echa yang merasakan kesakitan yang Riana rasakan. Sebagai seorang ayah pun Rion merasakan hal yang sama.
Riana sama seperti Echa. Hanya pura-pura menjadi manusia yang kuat. Padahal aslinya mereka itu sangat rapuh. Apalagi, Riana sudah tidak memiliki sosok yang bisa dia ajak berkeluh kesah lebih dalam.
"Jangan nangis terus, Dek," larang Rion.
Echa menatap sang ayah dengan deraian air mata. "Echa tahu bagaimana sakitnya menjadi Riana. Echa saja yang melihatnya tidak kuat, Ayah. Bagaimana dengan Riana?"
"Pasti hatinya sangat hancur, Ayah," lirih Echa.
Rion mengeratkan pelukannya terhadap Echa. Sebagai seorang pria, Rion tidak terlalu peka terhadap perasaan sang putri kedua. Tetapi, Echa dan Riana sama-sama wanita. Jadi, dia tahu bagaimana perasaan Riana yang sesungguhnya.
Pagi menjelang, Riana tak kunjung keluar kamar membuat semua orang khawatir.
"Kak Ri akan baik-baik saja. Kalian tenang saja," kata Iyan sambil mengunyah roti bakar.
Semua orang menatap aneh terhadap Iyan. Bocah laki-laki yang sebentar lagi lulus sekolah dasar ini tidak ada wajah khawatir sama sekali kepada Riana.
"Kakak hanya perlu waktu untuk menenangkan diri. Lagi pula nanti Kakak ...." Echa menajamkan matanya ketika Iyan menjeda ucapanya.
"Nanti Kakak kenapa?" tanya Echa penasaran.
Iyan hanya menggedikkan bahunya. "Iyan bukan peramal," katanya yang seolah tidak tahu. Padahal jelas-jelas dia yang ingin memberitahu.
"Bocah gemblung," ucap Radit yang selalu seperti Tom and Jerry dengan Iyan.
"Abang sableng," ejek balik Iyan.
Jika, sudah begini Rion dan Echa memilih untuk pergi dari meja makan membawa si triplets menjauhi ayah mereka dan juga Om kecil mereka.
Di kamar, Riana menatap langit yang cerah. Tidak secerah hatinya yang tertutup kabut kesedihan luar biasa.
"Besok," gumam Riana.
Ya, besok adalah hari kebahagiaan bagi Aksa dan juga Ziva. Tetapi, tidak dengan Riana. Esok adalah hari yang pastinya akan sangat menyakitkan dan menyedihkan bagi dirinya.
"Pasti banyak orang yang mengasihaniku," lirih Riana.
Dia tatap kembali goody bag yang dia letakkan di atas meja belajar. Dia berjalan ke arah meja belajar, tangannya perlahan memgambil isi dari goody bag tersebut. Sebuah gaun cantik berwarna baby blue.
Warna yang sangat kamu sukai 'kan.
Isi dari selembar kartu yang Riana ambil dan juga baca. Dadanya mulai sesak kembali. Air matanya ingin menetes lagi. Dia sudah tidak mampu menopang tubuhnya yang rapuh ini. Rapuh karena sebuah kenyataan menyakitkan yang harus dia hadapi. Ditinggalkan pas sedang sayang-sayanganya amatlah menyakitkan.
Riana meletakkan kembali gaun yang dia ambil ke dalam goody bag. Helaan nafas kasar dan berat yang keluar dari mulut Riana.
"Kuatkan aku Tuhan," pintanya.
Ketukan pintu membuat Riana menyeka air matanya yang masih menetes. Enggan bagi Riana untuk keluar dari kamar. Namun, ketukan pintu semakin nyaring terdengar.
Dengan langkah gontai, Riana membuka pintu. Dan matanya kembali nanar ketika melihat seseorang yang sangat mirip dengan orang yang sangat dia cintai.
"Maafkan si Abang, Ri," sesal laki-laki itu.
Hanya sebuah senyum hambar yang Riana tunjukkan. Ditambah air mata yang mulai menggenang.
"Aku sudah berusaha menjaga hatiku hanya untuknya. Jika, Tuhan mengatakan aku bukan jodohnya. Aku bisa apa?" lirih Riana yang kini menunduk dalam.
Aska memeluk tubuh rapuh Riana. Membiarkan Riana menumpahkan segala tangis pedihnya di dalam dekapan Aska.
"Ri terlalu bodoh karena telah mencintainya. Harusnya Ri sadar, siapa Ri? Pasti kedua orang tuanya sudah menyiapkan jodoh yang terbaik untuk dia," ujar Riana dengan suara yang terdengar sangat bergetar.
Aska mengurai pelukannya. Menangkup wajah wanita yang dulu dia sukai. "Orang tua kami tidak seperti itu, Ri. Mereka sangat menyayangi kamu," tutur Aska.
"Abang bilang, jangan menangisinya terus. Dia tidak pantas untuk ditangisi. Harusnya kamu membencinya bukan malah menangisinya," terang Aska.
"Terlalu sulit untuk membencinya, Kak. Semakin Ri membencinya, semakin sakit hati, Ri," sahut Riana masih dengan genangan air mata.
Aska tersenyum ke arah Riana dan mengusap lembut puncak kepala Riana.
Seharian Aska menemani Riana. Dia melihat jelas bagaimana kacaunya Riana sekarang ini. Ketika Riana mulai terlelap, barulah Aska pergi meninggalkan Riana.
"Maafkan Abang ku, Ri. Aku tahu cinta kalian sangatlah kuat."
------
Berada di sebuah hotel mewah dengan dekorasi yang sangat cantik membuat semua orang terkagum-. Apalagi mempelai pria terlihat sangat tampan dengan pakaian serba putih. Sedangkan pengantin wanita masih belum keluar juga.
Dengan wajah yang masih terlihat sendu, mata yang masih membengkak membuat Aksa menatap Riana dengan penuh iba.
Aksa menghampiri Riana lalu bersimpuh dihadapannya. Menggenggam tangan Riana dengan begitu erat.
"Kamu yang akan aku nikahi."
...----------------...
Tembus komen 100 aku up lagi hari ini
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 356 Episodes
Comments
guntur 1609
iyan anak yg istimewa. dkash kelebihan...
2023-09-02
0
Sugeng Yestiwi
adikku pernah mengalami hal ini shayyyyy..... 7tahun bersama, ternyata sang pujaan hati menikah dengan orang lain, kasian liat dia terpuruk ke dasar yg paling dalam, untung nya banyak dukungan keluarga yg buat dia bisa bangkit, selama satu tahun kami sekeluarga ga pernah berhenti menemani dia, kami takut dia hilang akal shayyyyy, dan Alhamdulillah.... sekarang dia udh bahagia dengan jodoh yg Tuhan pilihkan untuk nya
2022-05-06
0
Susan Roveline Tedja
Ya Allah..sedih
2021-09-13
0