Semalaman ini mata Riana enggan terpejam. Otaknya sedang berkeliaran mengenai pengantin baru.
"Apa malam ini kalian sedang berbahagia?" batinnya.
Bulan pun berganti dengan matahari pagi. Riana bergegas untuk keluar dari hotel bersama ayah dan adiknya untuk mengejar penerbangan di pagi buta.Riana sudah menyiapkan semuanya tanpa sepengetahuan sang ayah. Selama diperjalanan menuju Bandara, Riana terdiam seribu bahasa. Mulutnya terbungkam dan masih merasakan sakit yang mendalam.
"Kamu harus move on, Riana. Harus." Begitulah hatinya berkata dan bertekad.
Sesampainya di Bandara, Rion tak ingin melepaskan pelukan terhadap Riana. Dia takut, putrinya ini melakukan hal yang tidak-tidak ketika jauh darinya. Apalagi, kondisi Riana yang bisa dibilang sedang terguncang.
"Ayah, jangan khawatirkan, Ri. Ri masih punya iman. Ri, hanya ingin fokus pada skripsi Ri sambil melupakan dia," ujar Riana yang tahu isi hati sang ayah.
"Tidak ada seorang ayah yang tidak mengkhawatirkan putrinya, Ri. Apalagi, ketika putrinya berada jauh di Kota orang. Terlebih hatimu sedang tidak baik-baik saja sekarang," balas Rion dengan suara yang berat.
Seulas senyum tersungging di bibir Riana. Menggenggam tangan Rion dengan sangat erat.
"Ri, sudah janji kepada Ayah. Hari ini, Ri akan menjadi Riana yang baru. Doakan Ri, supaya Ri bisa melupakan dia secepatnya. Dan bisa kembali kepada kalian," terangnya.
"Ayah, sayang kamu. Jangan pernah buat Ayah marah dan kecewa. Jadilah anak yang membanggakan untuk Ayah dan keluarga." Riana mengangguk patuh dengan seulas senyum di bibirnya.
Keberangkatan Riana pun sudah tiba. Sebelum masuk ke dalam pintu keberangkatan dia memeluk adik tercinta.
"Titip Ayah, jaga Ayah selama Kakak belum kembali kepada kalian." Iyan mengangguk pelan sambil mengusap ujung matanya yang berair. Pagi ini, Iyan tiba-tiba ingin menangis mendengar ucapan sang kakak.
"Jaga diri Kakak baik-baik. Tetap jaga kehormatan Kakak. Jangan buat Ayah kecewa," pinta Iyan.
Suasana haru pun harus berakhir. Riana mulai menjauhi kedua lelaki yang sangat dia sayangi. Lambaian tangannya disambut oleh Iyan dan Rion dengan hati yang perih. Ketika tubuh Riana tidak terlihat, Rion dan Iyan meninggalkan Riana. Dan kembali ke hotel.
Tibanya di hotel, Rion dan Iyan diberondong pertanyaan oleh orang-orang yang berada di sana. Rion hanya menghela napas kasar karena semua orang menanyakan keberadaan Riana.
"Riana sudah pergi ke Jogja." Sontak semua orang terdiam. Termasuk Aksa yang baru saja akan duduk bergabung dengan mereka semua.
"Kenapa Riana tidak pamit, Mas?" Mata Ayanda sudah berkaca-kaca sambil bertanya.
"Itulah caranya untuk melupakan seseorang yang telah memberikan harapan palsu. Melambungkan perasaan Riana lalu menjatuhkannya ke tanah," jawab Rion penuh dengan penekanan. Tatapan Rion pun tertuju pada Aksa.
"Ayah pernah bilang sama kamu, Abang. Setetes air mata anak Ayah adalah kesakitan untuk Ayah. Ketika kamu menyakiti Riana, berarti kamu menyakiti hati Ayah juga," terangnya penuh dengan emosi.
Semua orang terdiam, dan Aksa pun hanya menunduk dalam. Aksa masih teringat ketika Rion berkata seperti itu di rumahnya enam tahun lalu. Rion pun memilih pergi dari hotel. Diikuti oleh Iyan. Sedangkan Ayanda sudah terisak di dalam pelukan Gio.
"Kenapa selalu Riana? Apa kalian tidak menganggap aku ada?" Ziva mulai membuka suaranya. Semua orang menatap horor ke arah Ziva.
"Aku pribadi lebih berharap kamu tidak ada. Agar adikku tidak terluka," jawab Echa dengan tatapan yang penuh kebencian.
"Kamu wanita, adikku wanita. Apa kamu bisa sekuat adikku ketika posisi kalian dibalik? Kamu yang dikhianati dan yang menikah dengan Aksa adalah Riana," lanjutnya lagi.
"Jangan salahkan putri saya," sentak Sarah.
Echa hanya tersenyum tipis ke arah Sarah. Tidak ada rasa takut sama sekali meskipun wajah Sarah sudah terlihat murka.
"Baru disalahkan, belum saya lenyapkan," jawab Echa dengan senyum tipisnya.
Sarah yang ingin menyerang Echa ditahan oleh suaminya. Dan membawa Sarah serta Ziva menjauh dari Echa.
Radit mengusap lembut punggung sang istri. Dia tahu, Echa kecewa dan sedih karena Riana tidak memberitahu keberangkatannya kepada Echa. Hingga luapan emosi dia tujukan pada Ziva.
"Kapan pun kamu mau. Kita bisa jenguk Riana di sana," tutur Radit dengan penuh ketulusan.
Echa hanya menghela napas berat. Dan dia tidak ingin berada di tempat ini terlalu lama. Melihat Ziva membuat emosinya menyala. Echa pun mengajak ketiga anaknya untuk pergi. Hati Ayanda semakin sakit ketika semuanya seolah saling membenci.
"Ini semua karena Kakek!" seru Aksa yang ikut meninggalkan Ayanda dan juga Gio serta Aska.
Di dalam pesawat, air mata Riana tak hentinya menetes. "Apa aku sanggup berada di dalam kostanku tanpa mengingat kamu?" Tempat di mana pertemuan pertama dan terakhir antara Riana dan Aksa.
Perih, itulah yang Riana rasakan. Berkali-kali Riana menyeka air matanya yang tak kunjung surut. Meskipun dia bertekad ingin menjadi kuat, pada nyatanya dia tetaplah rapuh. Dan hari ini sangat terlihat kerapuhannya.
Belum siap kehilangan, masih seperti mimpi buruk dan ingin cepat terbangun dari mimpi buruk ini. Itulah yang sedang Riana rasakan.
Riana teringat akan Kakaknya. Dia memang sengaja tidak memberitahu Echa. Sudah pasti Echa akan melarang.
"Maafkan Ri, Kak. Ri, menyerah dan tidak sanggup jika harus berlama-lama berada di sana. Apalagi bertemu dengannya," batin Riana berkata.
Kesedihan bukan milik Riana saja. Ada sesosok pria yang sedari tadi diam seribu bahasa. Hanya bisa memandang langit yang mendung. Yang sudah meneteskan air hujan.
"Riana," lirihnya.
Dirinya memang sudah terikat janji pernikahan. Tetapi, hatinya bukan untuk sang istri sahnya. Melainkan untuk Riana, wanita yang dulunya bar-bar dan kini menjelma menjadi wanita penuh pesona.
Tetesan air hujan menggambarkan isi hatinya sekarang. Hanya air mata yang ingin Aksa keluarkan. Sakit, pedih, kecewa, dan terluka menjadi satu. Mimpi yang harusnya jadi nyata kini sirna hanya karena sebuah surat wasiat yang sangat tidak berguna.
"Aku mencintai Riana. Aku mau Riana bukan Ziva," teriak Aksa yang kini sudah menonjok kaca meja rias di kamarnya.
Darah mengucur deras pun tidak dia hiraukan. Dia hanya menatap nanar ke arah tangan yang penuh dengan darah. Tubuhnya bergetar menandakan dia terluka sangat dalam.
"Tanganku terluka cukup dalam. Akan tetapi, tubuh dan hatiku sudah mati rasa. Tidak dapat merasakan kesakitan apapun," gumamnya.
Kacau, begitulah kondisi Aksa saat ini. Dia ingin menolak kenyataan yang ada. Namun, semuanya sudah terjadi. Keluarga Riana pun membencinya sekarang ini. Seolah menyalahkan dirinya atas kesakitan dan kesedihan Riana. Padahal, Aksa pun merasakan hal yang sama. Malah lebih parah dari Riana.
Disalahkan dan dibenci harus Aksa terima dengan lapang dada. Meskipun, kesalahan bukan sepenuhnya terletak pada dirinya. Dia pun terpaksa dan hampir nyaris gila.
...****************...
Komen yang banyak ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 356 Episodes
Comments
Jeni Safitri
Jadi surat wasiat dari siapa kalau memang dari kakeknya kenapa dia yg support utk berjuang mengejar riana dan mengatakan dia sudah berubah menjadi gadis yg baik seperti echa mereka
2022-03-08
0
Putri Salsa Bila Jasmin
kirim lelaki yg lebih baik dari Aksa dong thor ganteng tajir dan lebih sayang sama Riana
2022-02-11
0
Lilis Widya Widya
semangat terus thor
2021-12-30
0