Sepuluh hari sudah, Riana tidak mendapat kabar dari Aksa. Mencari tahu lewat akun media sosial yang Aksa miliki pun sudah Riana lakukan, Namun, hasilnya nihil. Postingan terakhir yaitu tentang perasaannya kepada Riana. Dan hanya ada foto mereka berdua di sana.
Riana hanya menghela napas kasar. "Mungkin dia sibuk," gumamnya.
Ketukan pintu membuat Riana terdiam sejenak. Suara ketukan itu terus terdengar membuat Riana menyunggingkan senyum. Dia berharap yang datang itu adalah Aksa. Pintu kostan pun Riana buka dan matanya melebar ketika di depan kostannya adalah sang kakak.
"Kenapa ke sini gak bilang dulu?" tanya Riana.
"Kita pulang, Ri."
Riana tercengang mendengar ucapan Echa. Pikirannya sudah berkelana ke sana ke mari.
"Ada apa, Kak? Ayah gak apa-apa 'kan?" Panik, itulah yang Riana rasakan sekarang. Echa pun menggeleng.
Kemudian, dia memberikan surat undangan kepada Riana. Dengan ragu Riana menerimanya.
"Undangan siapa?" Tangan Riana terus membukanya dan matanya membola. Dadanya sangat sesak membaca dua nama yang tertera di surat undangan tersebut. Surat di tangannya terlepas begitu saja. Dan tubuhnya mematung dengan tatapan kosong.
"Mommy dan Daddy menyuruh kamu untuk pulang," lirih Echa.
Riana menatap nanar pada undangan yang sudah berada di ujung kakinya. Sakit, kecewa jadi satu. Air matanya sudah menganak. Namun, seolah ada bendungan besar yang mampu membendung air mata Riana.
"Ri ...."
"Ri, baik-baik saja, Kak." Seulas senyum Riana tunjukkan kepada Echa. Senyum penuh kepalsuan.
"Bilang ke Mommy dan Daddy, Ri sibuk dengan skripsi," ujar Riana yang berniat tidak akan datang. Echa menggenggam tangan Riana. "Maafkan Kakak, Ri," sesal Echa.
Dahi Riana mengkerut mendengar ucapan Echa. Dia tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Echa.
"Jika, dia tidak me ...."
"Dia bukan jodoh Ri, Kak," jawab Riana dengan suara berat.
Echa berhambur memeluk tubuh Riana. Dan dia menangis seraya mendekap tubuh adiknya. "Pulang Ri, agar semua tidak khawatir dengan kondisi kamu," pinta Echa dengan derai air mata.
Serba salah, itulah yang Riana rasakan. Apa dia harus menyaksikan orang yang dia cintai menikah dengan wanita lain?
"Kakak mohon, Ri." Lagi-lagi Echa memohon kepada sang adik. Dan akhirnya, Riana menyetujuinya.
Selama diperjalanan menuju Jakarta. Riana hanya terdiam. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibirnya. Dua nama masih terngiang-ngiang di kepala Riana.
"Kenapa kamu bohong, Bang?" batinnya lirih.
Mata Riana terpejam merasakan kesakitan luar biasa yang sedang dia rasakan. Riana berharap ini hanya prank belaka.
Sesampainya di rumah, dia disambut oleh sang ayah dengan wajah sendu. Menatap sang ayah membuat hati Riana benar-benar hancur. Pertahanannya roboh. Apalagi Rion sudah merentangkan kedua tangannya dan disambut oleh Riana.
"Ini bohong 'kan?" Satu pertanyaan yang terlontar dari mulut Riana.
Rion semakin mengeratkan pelukannya dan menggelengkan kepala. "Aksa akan menikah dengan Ziva."
Air mata Riana lolos begitu saja. Hatinya semakin sakit ketika mendengar kenyataan yang sesungguhnya yang harus dia hadapi.
"Kenapa dia harus bohongi Ri, Ayah? Dia bilang ingin membawa Ri ke hadapan orang tuanya untuk meminta restu. Tapi, kenapa sekarang seperti ini? Malah wanita yang lain yang akan dia persunting?" Pertanyaan Riana begitu lirih, dan tidak ada seorang pun yang mampu menjawab pertanyaan Riana.
Riana melonggarkan pelukannya, dia menatap manik mata sang ayah dengan penuh kesakitan. "Ri, berharap dia berjodoh dengan RI, tapi ...." Senyum penuh kesakitan pun terukir di bibirnya.
"Dia bukanlah jodoh, Ri," lanjutnya yang kini menunduk dalam. Echa memeluk tubuh sang adik dan dia juga tak henti menangis. Dia dapat merasakan kesakitan yang Riana rasakan.
"Aunty,"panggil Aleesa.
Anak berusia tujuh tahun itu memeluk tubuh Riana dan menghapus air mata Riana.
"Jangan bersedih. Aunty berjodoh kok dengan Uncle," ujarnya dengan seulas senyum yang membuat hati Riana tenang.
Sebagai seorang ayah, Rion merasakan kesakitan yang luar biasa yang putrinya rasakan, Rencana Aksa yang ingin melamar Riana sudah terdengar hingga telinga Rion. Awalnya, Rion sangat bahagia. Akan tetapi, tidak ada angin tidak ada hujan sebuah kabar pernikahan dadakan bagai petir di siang bolong. Bukan hanya Rion yang kecewa, Echa pun ikut kecewa. Namun, mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Karena surat undangan sudah tersebar.
Riana duduk termenung di kamarnya. Jangan ditanya bagaimana hatinya sekarang ini. Hanya kepiluan yang dia rasakan.
"Kenapa kamu harus mengucapkan janji manis? Jika, pada akhirnya hanya kesedihan lagi yang harus aku terima." Riana menunduk dalam.
Tidak kuat rasanya menahan segala kesakitan seorang diri. Menahan sesak di dadanya yang semakin membuat oksigen di dalam paru-parunya semakin menipis.
"Bunda ... Ri, kangen Bunda," lirih Riana. Ketika kesakitan menghampirinya, hanya seorang ibu yang Riana rindukan.
Riana mencuci wajahnya. Dan bergegas keluar kamar. Meminta Pak Mat untuk mengantarnya ke makam sang bunda. Sejahat-jahatnya sang bunda, tidak akan membuat Riana membenci sang bunda untuk selamanya.
Riana membawa mawar putih dan menaburkannya di pusara sang bunda yang terlihat sangat terawat. Riana mengusap lembut nisan sang bunda dengan air mata yang mulai menetes.
"Bunda, Ri dibohongi lagi. Apa Ri ini wanita bodoh?" ucap Riana seraya terisak.
"Tujuh tahun, perasaan Ri terhadapnya masih tetap sama. Semakin Ri melupakannya, semakin Ri menyayanginya. Tapi, dia akan menikah dengan orang lain, Bun. Padahal dia janji ingin menikahi Ri, tapi kenapa kenyataannya seperti ini, Bun?"
"Sakit hati Ri, Bun. Ri, marah ... tapi apakah kemarahan Ri akan mengembalikan dia kepada Ri?" Riana semakin menunduk dalam. Air matanya tak henti menetes. Menandakan betapa sakit hatinya sekarang ini.
"Apa Ri sanggup menyaksikan dia menikah dengan orang lain? Apa Ri, pura-pura saja sakit? Supaya Ri tidak merasakan kesakitan yang semakin mendalam."
Usapan lembut di pundak Riana membuatnya semakin menjatuhkan air mata. Terlebih dia melihat sosok pria paruh baya yang menatapnya penuh kesedihan. "Hati Ri, sangat sakit, Ayah." Rion memeluk tubuh putrinya. Sebagai seorang ayah dia tidak bisa melakukan apapun sekarang ini. Melihat putrinya menangis tersedu seperti ini membuat hatinya terasa sakit.
"Kamu pasti akan mendapat pengganti lebih dari dia, Ri. Dia bukan yang terbaik untuk kamu," ujar Rion.
"Tapi, Ri hanya mencintainya Ayah. Ri, masih terus berdoa agar dia menjadi jodoh Ri," tutur Riana dengan suara berat.
"Sekarang, Ri ingin menjadi manusia egois, Ayah. Agar Ri bisa merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Bukan malah mendapatkan kesedihan yang tidak ada ujungnya."
Hati orang tua mana yang tidak teriris mendengar penuturan sang putri kesayangan. Setiap lelehan air mata Riana adalah kesakitan luar biasa untuk Rion.
"Andai Ayah bisa bantu kamu."
...****************...
Jangan lupa komen dan kasih hadiah ya, semakin banyak komen dan hadiah semakin aku rajin UP.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 356 Episodes
Comments
Jeni Safitri
Karma emaknya tuh
2022-03-08
0
mamah cantikk
bukannya kakek udh ngerestuin pilihan abang tp knp abang malah sama ziva thor, aq kecewa klo smp itu terjadi thor
2021-10-01
0
Susan Roveline Tedja
JD pengiring pengantin😭
2021-09-13
0