"Cok, besok kita akan pergi ke Balai Dusun, ada acara syukuran setiap tahun di dusun ini." Ucap Mak Upik, sambil mengunyah sirihnya.
"Apakah acara itu begitu meriah, Mak?" tanya Dylan
"Iya, semua warga dusun datang beramai-ramai membawa hasil panen dan memasaknya." Ujar Mak Upik.
"Aku rasa, hasil sayur-mayur kita dan buah-buahan yang akan kita bawa kali ini cukup banyak, Mak." Sela Lili membawa ubi rebus dan kopi.
"Pergilah ke ladang, kutip semua hasil ladang sekalian antarkan ke rumah Kepala Dusun." Mak Upik melanjutkan menganyam tikarnya.
"Baiklah, Mak." jawab Lili dan Dylan serempak.
"Besok, kerjaan Ucok apa, Mak?" Dylan penasaran.
"Besok akan banyak pekerjaan, Dikau bisa membantu membersihkan dan menyiangi daging kambing. Setiap tahunnya di adakan pemotongan kambing, Cok." jawab Mak Upik.
"Jangan Khawatir Cok, besok akan banyak pekerjaan yang bisa kamu lakukan bersama warga dusun." Ucap Lili
"Lili, ubahlah ... Caramu memanggil suamimu, bagaimanapun kalian suami istri. Tidak sopan memanggil nama suaminya." Nasehat Mak Upik
"Iya, dengar itu yank. Seharusnya kamu memanggilku dengan panggilan mesra." Dylan mengedipkan matanya.
Lili mencebikkan sedikit bibirnya.
"Iya, Mak. Tapi aku bingung harus memanggilnya dengan sebutan apa.
Cok, kamu mau ... dipanggil dengan sebutan apa?" Tanya Lili menoleh ke arah Dylan.
"Terserah kamu saja, yank." Ucap Dylan merona merah.
"Aku sudah terbiasa memanggil dengan sebutan Ucok, Mak. Jadi sedikit bingung." Ujar Lili.
"Panggil saja, Abang ... Itu sudah cukup!" Kata Mak Upik menengahi
"Kalau kamu terus-terusan memanggilku dengan Ucok, Ucok ... Mereka kira kita Hanya kawan." Balas Dylan.
"Aku belum terbiasa, Cok." Balas Lili sedikit malu.
"Ya sudah ... Ucok saja juga tidak apa-apa." Dylan tidak ingin memaksa.
Akhirnya Lili dan Dylan pergi ke ladang mengumpulkan sayur dan buah-buahan.
Setelah semuanya terkumpul Mereka mengantarnya ke rumah Kepala Dusun.
"Assalamualaikum" Lili dan Dylan mengucapkan salam
"Waalaikumsalam. Oo, Lili ... Ucok, mari masuk!" Ujar Sanjaya.
"Ini, hasil ladang dari kebun Mak Upik." Lili menyerahkan berbagai jenis sayuran yang tersusun rapi di keranjang.
Ucok menurunkan pisang, labu dan nenas.
"Wah, hasil ladang Mak Upik kali ini sangat banyak." Ucap Sanjaya.
"Iya, Pak. Semua ini berkat Ucok." puji Lili memandang lembut suaminya.
Di sisinya Dylan merona malu, bibirnya menyunggingkan senyuman karena baru kali ini Lili memujinya.
"Padahal, Lililah yang banyak mengajariku bercocok tanam." batin Dylan.
Mereka berbicara panjang lebar, beberapa penduduk mengantarkan hasil panen.
Dylan melihat mesin PLTD, sejenis mesin diesel, yang sangat besar dayanya mampu untuk menerangi seluruh Dusun Puak.
"Pak, apakah mesin itu tidak berfungsi lagi?" tanya Dylan
"Tidak, Cok. Entah apanya yang rusak. Di sini tidak ada teknisi. Kemarin mencari teknisi di kota, tapi mereka bilang, 'Tidak ada suku cadangnya'. Jadi mesin itu terbengkalai." Jawab Sanjaya melihat ke arah mesin.
"Bolehkah aku melihatnya, Pak?" tanya Dylan.
"Silakan, Nak." Jawab Sanjaya membawa Dylan ke sebuah bangunan kecil di mana mesin diesel itu berada.
Dylan mengamatinya mencoba menghidupkan mesin tetapi tidak menyala. Mengotak-atiknya sebentar.
"Pak, adakah peralatan seperti, obeng, tang sejenis seperti itu?" tanya Dylan.
"Oo ... tunggu sebentar, Cok." Sanjaya pergi ke dalam rumah induk dan kembali dengan sekotak peralatan.
"Ini, Cok. Bapak kurang paham soal pertukangan." Jawab Sanjaya dengan jujurnya.
"Ucok juga masih belajar." Dylan merendahkan dirinya.
"Apa yang dilakukan pemuda ini? Bagaimana kalau mesin ini semangkin rusak?" bentak seorang pria separuh baya, bertubuh gemuk.
"Akh, Pak Rawin. Biarlah ... Pemuda ini melihatnya, aku rasa tidak masalah! Lagian kita tahu ... Mesin ini juga sudah lama rusak, tidak ada yang bisa memperbaikinya." Jawab Pak Kadus.
"Hei, anak muda! Apa kau yakin bisa memperbaikinya? Apa jaminannya? Aku tidak ingin mesin itu semangkin hancur di tanganmu." Tanya Rawin.
"Saya akan mencoba yang terbaik yang saya bisa, Pak." Balas Dylan.
"Sudahlah, tidak usah bertengkar! Pak Rawin berilah kesempatan kepada pemuda ini. Aku yang akan menjaminnya." Ucapan Kadus membungkam Rawin.
"Kerjakanlah, Cok! " perintah Kadus.
"Baik, Pak! " jawab Dylan.
Dylan membongkar mesin, membersihkannya, mengolesinya dengan minyak khusus, memasangnya kembali dan mencoba menghidupkanya
Bbrumm bbbrrrummm
"Cok, mesinnya hidup!" Sanjaya bersorak kegirangan. Lili memperhatikan Dylan dari teras rumah panggung.
Rawin dan para centengnya hanya memandang takjub.
"Ucok, selalu penuh kejutan." Batinnya.
"Lili ... sungguh beruntung dirimu, Nak. Kamu punya suami yang baik, pintar dalam banyak hal, selain tampan. Kalau ibu masih muda ... ibu juga sudah pasti naksir sama, Ucok." Ucap istri Kepala Dusun.
Wajah Lili merona merah.
"Iya ... andaikan aku tidak mengenal Defri dan jatuh cinta kepada Defri lebih dulu. Mungkin ... aku akan sangat mencintai Ucok tetapi ... Aku tidak tahu siapa sebenarnya, Ucok?" batin Lili termenung.
"Bisakah ... aku mencintai Ucok?sementara pernikahan ini terjadi karena kesalahpahaman, Ya Allah ... apa yang harus aku lakukan?" batin Lili terus kebingungan.
Lili terus menatap Dylan, yang sedang bekerja menghidupkan dan mencoba menyambung wayar demi wayar ke bola lampu. Bola lampu menyala Lili melihat Pak Kepala Dusun begitu gembiranya. Langsung menyuruh, perangkat dusun membeli minyak bensin.
"Sepertinya ... Ucok, sudah terbiasa memerintah seseorang. Dia tidak canggung menyuruh semua orang, dan semua perkataannya biasa dipatuhi. Siapakah dirimu sebenarnya, Cok?" batin Lili.
Para pria, berbondong-bondong menolong Dylan. Memasukkan minyak ke dalam tangki mesin diesel. Lili terus melihat Dylan memberikan arahan-arahan, cara melakban wayar-wayar listrik, menyambungkan dan memasang bola lampu.
Semua warga begitu antusiasnya. Lili dan para wanita, membuat makanan ringan. keripik pisang, ubi, keladi dan menghidangkan kopi juga teh.
Anak-anak tertawa girang, karena mulai nanti malam dusun akan terang benderang.
Sebagian lelaki mencari sejenis kayu bakau, yang kuat di sekitar pantai, mereka mengupas kulit luar kayu dan menancapkan ke sepanjang jalan ke rumah-rumah warga. Para lelaki hanya berhenti saat makan siang dan sholat. Sisa waktu yang mereka gunakan, untuk menyelesaikan pemasangan bola lampu ke setiap rumah warga.
Sekitar jam 20.00 WIB, semua bola lampu sudah terpasang kembali, tonggak-tonggak kayu penyanggah wayar pun, menghiasi sepanjang jalan.
"Akhirnya ... dusun kita terang kembali. Terima kasih, Cok" ucap Pak Sanjaya menghapus setetes air mata yang bergulir di sudut matanya. Pak Kepala Dusun merangkul Dylan, semua warga bertepuk tangan.
"Hebat kamu, Cok!" ucap Ustad Budi menepuk-nepuk bahu Dylan.
"Semua ini karena warga juga, Pak. Tanpa mereka tidak mungkin dusun kita terang benderang." Balas Dylan. Karena ia sendiri tidak merasa, ia melakukan suatu hal yang besar.
"Mereka ... tidak tahu begitu nakalnya aku dulu. Akh, Mama ... di sini, aku sudah punya istri, juga ... warga dusun yang menyayangiku." batin Dylan merindukan mamanya.
Dylan mencari kesana kemari sang istri.
"Lili ke mana? Aku hampir seharian tidak melihatnya." Dylan mencari wajah istrinya di antara wajah-wajah warga.
"Makanlah ... Kamu belum makan malam!" Lili mengejutkanya, dengan menyodorkan sepiring nasi campur dan segelas teh manis hangat. Hidangan itu begitu sederhana, tapi karena dihidangkan dari tangan Lili Dylan begitu bahagianya.
"Kamu, sudah makan yank?" Dylan bertanya, karena selama mereka bersama, hanya makan sianglah mereka yang tidak bersama. Karena masing-masing bekerja.
"Belum, semua piring masih terpakai." Jawab Lili.
Dylan mengambil nasi, sayur dan ikan menyuapkannya kepada Lili.
"Makanlah, aku tidak ingin makan, bila istriku masih kelaparan." Ucap Dylan, membuat hati Lili tersentuh.
"Cok .... "lirih Lili.
"Ayo, bukalah mulutmu atau aku akan menciummu di sini!" bisik Dylan.
Tubuh Lili meremang, ia langsung membuka mulutnya mengunyah makanan. Dylan menyuap nasi ke mulutnya sendiri begitulah hingga sepiring nasi habis. Ibu Kadus, menambahkan lagi nasi ke piring mereka, "Ayo, tambah lagi! Pasangan pengantin baru ... harus makan banyak! Biar kuat kerja malam" ucapnya sembari tersenyum. "Uhuk uhuk!" Dylan tersedak, Lili memberikan segelas minum juga menyeka sisa air di bibir Dylan.
"Hahaha ... Hati-hati, Nak! Aduh, romantisnya, teringat saat masih muda" tambah Bu Kadus.
Bukan karena lezatnya hidangan yang tersedia akan tetapi, kasih sayang dan cintalah yang membuat hidangan itu terasa nikmat Lili dan Dylan selalu saling tersenyum, bagai muda-mudi yang lagi kasmaran.
Sepasang mata mengawasi tingkah mereka, "Cih ... semua orang mengelu-elukan pasangan mesum! pasangan romantis, pasangan yang bahagia, baik, bla bla Najis .... " Ayu mengepalkan tangannya.
"Apa yang kamu lihat, Yu?" tanya Sari.
"Tuh ... pasangan mesum! Bodoh sekali Ucok mau menikahi Lili. Apa sih, kelebihan Lili?" sungut Ayu.
"Kelebihan Lili, dia cantik, baik, ramah, guru yang disenangi lihatlah ... sejak ada Lili, semua anak-anak sekolah." Ujar Wati.
"Hei ... apa maksudmu? Aku ga cantik? aku ga baik, ga ramah, ga disenangi? Hanya seorang guru honor. Kamu harus tahu! Ayahku banyak menyumbang, untuk kemajuan Dusun Puak ini. Jangan kau lupakan itu? Lili itu pendatang. Dia tidak berhak mendapatkan Ucok?" Balas Ayu.
"Ayu ... sebenarnya, kamu kenapa sih? kamu ga pernah suka dengan Lili. Apa yang pernah Lili lakukan padamu?" tanya Sari merasa heran.
"Iya ... cuma kamu, sepertinya yang ga suka sama Lili." Wati menimpali.
"Lagian ... dia sudah menikah dengan, Ucok! Terus apa masalahnya? Jangan selalu berprasangka buruk! Kita juga tidak tahu takdir kita ke depannya seperti apa? Tidak baik menghujat mereka." Nasihat Wati.
"Kalian semua membela Lili ... Kalian temanku atau teman dia sih?" tanya Ayu.
"Kami temanmu juga teman Lili, Yu." Wati berusaha membuat Ayu mengerti.
"Aku tidak suka, Lili selalu dipuji-puji. Aku juga ga suka, dia mendapatkan pria seperti Ucok!" Ayu semangkin sengit.
"Ssssttt ... Pelankan suaramu! Kamu mau seluruh Puak mendengarnya?" ujar sari menoleh ke kanan-kirinya.
"Ucok ..., jadi semua ini hanya karena Ucok? Jodoh Allah yang mengaturnya,Yu." Balas Wati.
"Aku ingin Ucok jadi milikku! " jawab Ayu.
"Apaaa? Kamu ga boleh seperti itu, Yu. Kamu mau dicap sebagai pelakor?" Nasihat Wati lagi.
"Iya, Yu. Ga boleh! Kamu juga cantik dan banyak pria yang mau sama kamu. Lupakanlah Ucok ... dia bukan milik kamu." Sari mengingatkan.
"Aku tidak peduli! Kalian lihat saja, Ucok pasti jadi milikku. Aku akan pastikan wanita murah*n itu akan menderita." Ayu meninggalkan kedua temannya.
"Astaghfirullah ... Kenapa Ayu jadi begitu?" Tanya Sari.
"Hanya Allah berserta staf-stafnya yang tahu .... !" jawab Wati memandang kepergian Ayu.
"Sialannn ... gara-gara Lili, semua orang meninggalkanku. Aku akan meminta pada Ayah, agar Ucok jadi milikku" batin Ayu.
Bersambung ….
Terima kasih jangan lupa like, comen dan vote-nya ya sayang😚🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
delissaa
semangat semangat
2021-09-13
0
My_ChA
like 😍😍
2021-08-28
0
Hiatus
semangat
2021-08-17
0