Lelakimu

Lelakimu

Hukuman

Dylan seorang pemuda berandalan berwajah tampan putra satu-satunya Tuan Andrian, salah satu konglomerat di Indonesia.

Kesehariannya hanya bermain-main saja tidak pernah masuk kuliah, walaupun ia masih tercatat menjadi salah satu mahasiswa di Perguruan tinggi yang bonafit.

Dylan hanya menghabiskan waktunya bermain game, balapan liar dan nongkrong di pinggir jalan.

Ia tidak pernah perduli dengan status keluarganya, Dylan terkenal dengan rendah hati dan suka menolong sesamanya.

Siapa sangka salah satu temannya menjebaknya.

Hingga akhirnya ia tersandung masalah.

Wajah sangar ayahnya memasuki kantor polisi, untuk menjamin putranya yang tersandung kasus narkoba sejenis sabu.

"Maaf, Pak. Sepertinya ... putra Bapak tidak pecandu ataupun pemakai. Hanya saja di ranselnya kami mendapatkan dua ji jenis sabu," ucap Komandan Reserse.

"Saya, meminta maaf akan ulah anak saya," balas Andrian.

Andrian menandatangani berkas-berkas jaminan kebebasan Dylan, didampingi seorang pengacara tersohor di negeri ini.

Dylan hanya diam mematung, menandatangi berkas-berkas yang sama dengan ayahnya. Setelah semua selesai, mereka undur diri pulang.

Di dalam mobil Andrian hanya diam, Dylan yang duduk di sebelah ayahnya juga tidak berani berucap kata.

Malam ini terasa panjang bagi Dylan bagaikan mimpi, ia sadar semua ini adalah kesalahannya ia salah memilih teman.

Deg deg deg

Hati Dylan mulai gelisah, menerka-nerka hukuman apa yang akan diterima olehnya.

Ia hanya berdoa, semoga hukuman yang diberikan ayahnya tidak begitu berat.

Namun menilik raut wajah ayahnya, ia tidak begitu yakin akan mendapatkan hukuman yang ringan.

Mobil memasuki rumah megah bak istana dengan deretan mobil buatan luar negeri.

Dylan dan Andrian melangkah memasuki rumah.

Di depan pintu mamanya sudah menunggu dengan mata sembab,

Dylan lebih merasa berdosa kepada mamanya. Ia tidak pernah membahagiakannya.

"Duduk!" bentak Andrian.

Dylan duduk tepat di depan Andrian.

"Pa ... Ma ... maafkan aku," ucap Dylan terbata, hanya itulah yang mampu ia katakan. Dylan terus menunduk menatap lantai yang berkilau.

"Mulai detik ini, kamu pergi ke Kota A, kamu cari Bang Jonathan di sana. Mulailah hidupmu di sana! Aku tidak mau tahu lagi," ucap Andrian dengan berkacak pinggang amarahnya benar-benar memuncak.

"Tapi, Bang ... Dylan satu-satunya putra kita." Azizah mulai terisak.

"Sudah kubilang padamu dari dulu, Dik. Lebih baik kita membuat anak kita menangis saat kecil ... dari pada sesudah besar, dialah yang membuat kita menangis," jawab Andrian sedikit melunak.

"Besok ... kamu pergi. Papa sudah mengurus semuanya. Terserah ... kamu mau jadi orang atau mau jadi gembel itu pilihanmu!" Andrian pergi meninggalkan Dylan dan Azizah.

Azizah mendekati putranya, hatinya terasa perih, ia akan berpisah dengan anak semata wayangnya.

"Mama ... aku minta maaf, Ma," ucap Dylan memeluk mamanya erat-erat. Ia tidak ingin berpisah dengan mamanya. Akan tetapi Andrianlah sebagai kepala keluarga yang mengambil keputusan.

"Iya, Nak. Tapi, kenapa kamu jadi seperti ini, Nak?" Azizah membelai punggung putranya. Ia tidak menyangka putra yang sangat ia sayangi akan terseret narkoba.

"Mama ... percayakan, Ucok bukan pemakai?" tanya Dylan, ia hanya butuh kepercayaan dari mamanya.

"Iya, sayang ... mama percaya," jawab Azizah dengan lembut membelai kepala anaknya.

"Terima kasih, Ma." Dylan sedikit tenang walaupun dunia menghukumnya asal jangan wanita, yang paling ia cintai di muka bumi ini yang menghukumnya.

"Kamu pasti belum makan, ayo makan, Nak!" Azizah membawa anaknya ke meja makan.

Menyuapinya laksana bayi Dylan menangis akan kelembutan mamanya. Menyesali semua perbuatannya selama ini.

Malam begitu cepatnya berlalu, mentari sudah mengintip di cakrawala. Semalaman Dylan tidak memejamkan matanya. Ia gelisah menghadapi hukuman yang akan di jalaninya.

"Hari ini ... adalah hari pertama aku menjalani hukumanku. Entah sampai kapan pun aku tak tahu, hanya Allahlah yang Maha Mengetahui. Perjalanan hidupku di mana awal dan akhirnya ... nanti," batin Dylan bukan hanya cemas tapi juga sudah sangat takut.

Dylan seorang pria yang manja, juga arogan. Dia sama sekali tidak tahu mengenai pekerjaan kasar apa pun. Perusahaan papanya sendiri pun ia tidak tahu ada berapa dan bagaimana perkembangananya.

Dylan sudah bersiap-siap untuk pergi pamit. Dylan hanya membawa beberapa pakaian kesukaannya, membawa ATM hasil kerja kerasnya, tanpa sepengetahuan orang tuanya, memasukkan semuanya ke dalam ransel.

Di depan rumah, mama dan papanya menunggu. Ia menguatkan langkahnya, Ia harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya.

"Pa, Ma, Ucok pamit, do'akan Ucok. Maafkan semua kesalahan, Ucok ...." Hanya itu yang mampu Dylan ucapkan.

"Berhati-hatilah, Nak! Jangan lupa kabari mama, jangan telat makan, jangan lupa sholat. Pandai-pandailah memilih teman, Nak," pesan Azizah, di pelupuk matanya sudah bergenang air mata yang mulai tertumpah.

"Iya, Ma ..., " jawab Dylan mencium tangan mamanya saat ia ingin menyalam tangan papanya, papanya hanya memberikan punggung tangan dan menarik secepatnya meninggalkan putra dan istrinya.

Dylan memanggul ranselnya, rasanya terlalu berat beban di pundaknya, hanya jiwa lelakinyalah, yang menahan agar air matanya tidak menetes.

Dylan melangkahkan kakinya ke luar istana yang telah membesarkan dirinya. Rasa sakit dan sesaklah yang mengiringi langkahnya.

Ia tidak mampu menoleh ke belakang karena ia tahu, ia tidak akan mampu meninggalkan wanita yang telah melahirkannya.

"Mama ... maafkanlah aku, tapi percayalah ... aku akan berjuang. Hingga aku akan membanggakan Mama dan Papa," janji Dylan di dalam hati kecilnya.

*****

Dylan sudah berada di dalam pesawat, papanya benar-benar membuangnya ke Kota A. Dengan bermodalkan tiket pesawat, bus, kapal ferry yang diberikan papanya.

Sudah beberapa jam berlalu Dylan memperhatikan peta, ke mana arah tujuannya. Dylan bingung ia membolak-balikkan peta namun, tempat tujuannya tidak terlihat, hingga ia mulai lelah akhirnya ia mengecek lewat si Mbah Goggle.

Si Mbah Goggle pun tidak mampu mendeskripsikan tempat yang ia cari, mungkin tempat itu adalah sebuah desa terpencil di daerah kecamatan yang masih terisolir dari dunia luar.

Braaakkk!

Suara memory di otaknya seakan-akan pecah berkeping-keping.

Dylan tidak habis pikir. Bagaimana ia akan bertahan hidup di anta berantah yang ia sendiri tidak tahu kondisinya.

"Pantas saja ... tidak masuk peta," batin Dylan melipat kembali peta dan menyelipkannya ke kantong celana belakangnya.

Dari Bandara SS Dylan melanjutkan perjalanannya dengan menggunakan bus, kemudian menggunakan kapal ferry, belum usai juga perjalanannya, ia harus menaiki truk barang. Dylan menumpang pada truk pengangkut buah sawit, entah berapa jam berlalu karena ia tertidur. Di persimpangan tiga, truk menurunkannya.

"Terima kasih, Bang!" ucap Dylan turun dari truk.

"Iya, Bang. Sama-sama! teruslah ikuti jalan ini, Bang ... sampailah ke Dusun Puak," balas si supir melajukan truknya.

Dari Bandara SS sampai ke Kota A sudah berulang kali Dylan bertanya di mana letak Dusun Puak kepada setiap terminal, pelabuhan, hingga masyarakat. Hingga akhirnya ia tiba di sebuah dusun kecil di sebuah kota kecamatan, sebuah dusun yang masih tertinggal kemajuannya.

Dusun Puak diapit di antara dua pulau sehingga kesulitan transportasi, hingga detik ini masih tertinggal.

Dylan membetulkan letak ranselnya, memandang lurus ke depan. Jalanan yang berdebu dengan kanan kiri masih penuh hutan-hutan perdu, juga berbagai jenis pohon yang lumayan besar nyalinya sedikit menciut. Namun, ia membulatkan tekadnya.

"Akh, lurus kedepan ... tidak ada angkot, tidak ada taksi, ojek online, apa lagi grab. Ayolah, Cok ... kamu pasti bisa!," batin Dylan mencoba peruntungannya.

Hari mulai gelap dengan kecepatan setengah berlari, Dylan menapaki jalan penuh lubang berisi genangan air hujan.

Duar duaarr duaarr!

Kilat menyambar di langit menandakan hari mulai hujan, benar saja ...

hujan deras mengguyur tubuh Dylan.

"Aduh, mengapa disaat seperti ini ... hujan harus turun, sih?" sungutnya.

Ia terus saja berlari sepanjang jalan yang penuh dengan lumpur, kegelapan tanpa cahaya listrik.

"Zaman canggih seperti sekarang, masih saja ada desa tertinggal. Mama, maafkan ... maafkanlah aku ... aku menyesal, Ma!" Berulang kata maaf di hati Dylan terucap, ia rindu dekapan mamanya.

"Di tempat Jin buang anak inilah ... hukumanku dimulai," batin Dylan.

Pencahayaan dari ponselnya mulai meredup daya baterai kandas.

"Aku tidak boleh cengeng, aku harus kuat... aku tidak boleh lemah, aku harus berhasil buat mama dan papa bangga," tegas Dylan di hatinya.

Dylan sudah tidak tahu lagi sudah sejauh mana ia berlari, hingga samar-samar retinanya menangkap seberkas cahaya berkedip-kedip seperti lampu.

Ia semangkin berlari menembus malam apa lagi semua tubuhnya sudah basah kuyup,

harapannya hanya cahaya lampu yang menuntun masa depannya,

ia menuruni sedikit bukit-bukit kecil licin dan berlumpur bumi yang ia pijak sedikit bergetar.

"Tanah ini, seperti rawa-rawa atau sedang gempa?" Tanpa sadar ia bergumam di antara derai hujan, ia mencoba menutupi wajahnya, menajamkan retinanya.

"Jika takdirku ... memang harus berakhir di sini. Apa yang akan aku lakukan? Mama maafkan aku ...." Berulang kali wajah lembut mamanya terlintas dibarengi penyesalan di hatinya. Ia merasa takut tidak bisa melihat mamanya lagi.

Sebuah rumah sederhana terbuat dari kayu, rumah panggung beratapkan seng, Dylan memberanikan diri mengetuk pintu berharap si pemilik rumah berbaik hati menerimanya berteduh.

Tok tok tok!

"Permisi, Pak! Bu, permisi!" Dylan terus menggedor-gedor pintu, berharap ada yang muncul. Tubuhnya sudah menggigil kedinginan.

"Permisi ... Ibu, Bapak." Dylan terus mengulangi. Tetap tiada sahutan dari dalam rumah. Dylan membuka ranselnya, mengaduk- aduk isi ranselnya. Ia terus mencari handuk dan sedikit minuman. Ia menggunakan handuk untuk mengeringkan rambutnya akan tetapi botol minumannya sudah habis.

"Air hujan ...." Batinnya.

Ia menampung curahan air hujan, ke dalam botol minuman dan meneguknya.

"Aku berharap, yang punya rumah tidak mengusirku. Aku hanya ingin bermalam, untuk malam ini saja." Batin Dylan mencoba untuk berpikir dengan jernih, mencoba mengeringkan rambutnya.

Krriieeettt

Suara pintu terbuka bersamaan dengan cahaya lampu kecil yang digenggaman tangan. Hati Dylan bersorak gembira.

"Kamu siapa? dan dari mana, Nak?" tanya seorang wanita tua, di belakangnya seorang wanita muda membawa sebilah tongkat panjang. Melihat wajah si nenek sedikit banyaknya hatinya sedikit tenang.

Namun, nyali Dylan sedikit menciut, melihat cucunya dengan sebilah kayu yang siap sedia akan melayang ke tubuh Dylan.

Walaupun Dylan yakin ia dengan mudah mengalahkan keduanya.

"Ga lucukan ... bila aku harus berduel dengan wanita tua dan cucunya? mau ditaruh di mana wajahku?Secara ... seorang gamer! Ooh ... no ...!" batin Dylan berhalusinasi.

"Saya ... Ucok, Bu. Saya hanya menumpang berteduh dan tidur di teras Ibu. Tolong jangan usir saya, karena di luar hujan deras." Dylan memohon dan setengah berbohong soal namanya.

"Masuklah ... keringkan badanmu di dalam," ucap si Ibu dengan ramahnya, berbeda dengan putrinya.

"Tapi, Nek ... kita tidak tahu siapa dia, Nek? Mungkin dia orang jahat?" Gadis itu curiga.

"Wajarlah ... siapa pun itu! Pasti tidak akan sudi membuka pintu rumahnya, apa lagi kepada orang yang tidak dikenal," batin Dylan mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama dengan si cucu nenek ini.

"Tidak, apa-apa, Lili. Masuklah anak muda." Si nenek membuka pintunya lebar-lebar.

Dylan mengangkat ranselnya, dan memasuki ruangan yang hangat.

"Terima kasih, Nek," ucap Dylan bersukur.

"Pergilah mandi, anak muda," tambah si nenek.

"Lili, tunjukkan kepadanya kamar mandi!" ucap si nenek lagi.

Gadis bernama Lili melirik ke arah Dylan, menarik nafas dan berjalan meninggalkan Dylan yang masih diam.

"Pergilah, Nak!" ucap si nenek.

Dylan memasuki sebuah ruangan yang mungkin sebuah dapur, karena ada peralatan memasak.

"Itu, kamar mandinya. Jangan gunakan sabun banyak-banyak!" Lili menunjuk sebuah ruangan dan memberikan sebuah lampu teplok.

Dylan memasuki kamar mandi, ia bingung harus bagaimana? Ia hanya melihat air yang sangat gelap. Dengan pencahayaan yang remang-remang, Dylan meraba-raba air yang sangat pekat.

"Masa bodohlah! Yang

penting mandi," lirihnya.

Ia merasakan rasa sedikit sepat di lidahnya, saat menggosok giginya.

"Huek, huek...." Dylan memuntahkan isi perutnya, baru kali ini ia merasakan air yang aneh di tenggorokannya.

"Air apa ini? Jangan-jangan si Nenek dan cucunya berniat membunuhku," Dylan bergumam.

Ia menyudahi mandinya, sekujur tubuhnya sedikit segar, walaupun berganti dengan lemas karena ia memuntahkan semua isi perutnya.

Dylan kembali ke ruang tamu ia melihat cahaya lampu menari-nari tertiup angin,

Ia duduk di lantai yang beralaskan tikar pandan.

Bersambung...

Terima kasih buat pembaca yang sudah sudi, meluangkan waktunya. Author sangat butuh komentar, like dan vote. Untuk penyemangat, salam sayang selalu ....

Terpopuler

Comments

Caramelatte

Caramelatte

dylan oh dylan...

2021-09-26

0

Fira Ummu Arfi

Fira Ummu Arfi

pembaca setiaa hadirrr.. 🥰

tinggalin jejak jg di Novelku yaa kak ASIYAH AKHIR ZAMAN 🥰

2021-09-25

0

𝔸𝕝𝕖𝕖𝕟𝕒 𝕄𝕒𝕣𝕊

𝔸𝕝𝕖𝕖𝕟𝕒 𝕄𝕒𝕣𝕊

Haloo kakak aleena mampir 😍😍

2021-09-12

0

lihat semua
Episodes
1 Hukuman
2 Terisolir dari peradapan.
3 Hari Pertama Bekerja.
4 Malam sepi
5 Air gambut dan teriknya matahari
6 Kisah cinta Emak
7 Debaran aneh
8 kisah Lili
9 Dusun Puak
10 Suka Duka Seorang Guru
11 Tamu di tengah malam
12 Pria dingin yang pengertian
13 Gaji pertama dan kota
14 Pernikahan tiba-tiba
15 Calon istri sepupu jadi istriku
16 Pagi yang mendebarkan
17 Listrik Desa.
18 Gelisah
19 19.Ayu
20 Penawaran Rawin
21 Kepergian Lili
22 Kerinduan
23 Penasaran
24 Kekasihku
25 Seorang Madar
26 Terperangkap
27 Kabar bahagia
28 Hampir saja
29 Cintaku hanyalah untukmu
30 Rahasia mulai terkuak
31 Tipu muslihat
32 Pernikahan Ayu dan Madar
33 Tragedi di balik pernikahan
34 Tragedi di balik perbuatan.
35 Pria-pria berhati malaikat
36 Cerita di balik cerita
37 Rahasia di balik rahasia
38 Pertemuan yang mengharu biru
39 Kebenaran yang sesungguhnya
40 Kisah lama terulang
41 Tanggung jawab
42 Sabotase
43 Rencana Rawin dan Gunarwan
44 Kisah persahabatan berujung petaka
45 Di antara keluarga
46 Bunga untuk sang Bidan Naijam
47 Kota Tersembunyi
48 Menyusun rencana
49 Kecolongan
50 Arti di balik sebuah nama
51 Seorang psikopat
52 Kado terindah
53 Terbangun dari mimpi panjang
54 Keluarga adalah segalanya
55 Dendam itu terasa pahit
56 Mbah Karyo dan Morro
57 Bersekutu dengan Iblis
58 Gelagat buruk
59 Pernikahan Makhluk halus dan Manusia.
60 Keinginan sederhana Morro
61 Pengintai
62 Korban pertama
63 Ustad Budi
64 Ronda pertama
65 Sahabat
66 Melihat dunia luar
67 Jiwa-jiwa murni
68 Pengorbanan seorang Morro
69 Di ambang kematian
70 Mimpi yang menjadi nyata
71 Perseteruan
72 Warga Murka
73 Cinta ditolak dukun bertindak
74 Kemarahan Lili
75 Santet
76 Kesembuhan
77 Putranya lebih mulia
78 Penyesalan
79 Sebuah Puzzle yang belum lengkap
80 Pelet seorang Ayu
81 Kematian Karyo
82 Makam Ibuku
83 Firasat
84 Malam indah
85 Kerinduan seorang Ayu
86 Di balik tubuh dan wajah Ayu
87 CLBK
88 Kebahagiaan yang tertunda
89 Kehamilan Ayu
90 Gunarwan
91 Kejujuran
92 Si Camar Hitam yang terpuruk karena cinta
93 Kaki tangan Gunarwan
94 Pulang ke Sambas
95 Pertemuan
96 Keyakinan mengalahkan keraguan
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Hukuman
2
Terisolir dari peradapan.
3
Hari Pertama Bekerja.
4
Malam sepi
5
Air gambut dan teriknya matahari
6
Kisah cinta Emak
7
Debaran aneh
8
kisah Lili
9
Dusun Puak
10
Suka Duka Seorang Guru
11
Tamu di tengah malam
12
Pria dingin yang pengertian
13
Gaji pertama dan kota
14
Pernikahan tiba-tiba
15
Calon istri sepupu jadi istriku
16
Pagi yang mendebarkan
17
Listrik Desa.
18
Gelisah
19
19.Ayu
20
Penawaran Rawin
21
Kepergian Lili
22
Kerinduan
23
Penasaran
24
Kekasihku
25
Seorang Madar
26
Terperangkap
27
Kabar bahagia
28
Hampir saja
29
Cintaku hanyalah untukmu
30
Rahasia mulai terkuak
31
Tipu muslihat
32
Pernikahan Ayu dan Madar
33
Tragedi di balik pernikahan
34
Tragedi di balik perbuatan.
35
Pria-pria berhati malaikat
36
Cerita di balik cerita
37
Rahasia di balik rahasia
38
Pertemuan yang mengharu biru
39
Kebenaran yang sesungguhnya
40
Kisah lama terulang
41
Tanggung jawab
42
Sabotase
43
Rencana Rawin dan Gunarwan
44
Kisah persahabatan berujung petaka
45
Di antara keluarga
46
Bunga untuk sang Bidan Naijam
47
Kota Tersembunyi
48
Menyusun rencana
49
Kecolongan
50
Arti di balik sebuah nama
51
Seorang psikopat
52
Kado terindah
53
Terbangun dari mimpi panjang
54
Keluarga adalah segalanya
55
Dendam itu terasa pahit
56
Mbah Karyo dan Morro
57
Bersekutu dengan Iblis
58
Gelagat buruk
59
Pernikahan Makhluk halus dan Manusia.
60
Keinginan sederhana Morro
61
Pengintai
62
Korban pertama
63
Ustad Budi
64
Ronda pertama
65
Sahabat
66
Melihat dunia luar
67
Jiwa-jiwa murni
68
Pengorbanan seorang Morro
69
Di ambang kematian
70
Mimpi yang menjadi nyata
71
Perseteruan
72
Warga Murka
73
Cinta ditolak dukun bertindak
74
Kemarahan Lili
75
Santet
76
Kesembuhan
77
Putranya lebih mulia
78
Penyesalan
79
Sebuah Puzzle yang belum lengkap
80
Pelet seorang Ayu
81
Kematian Karyo
82
Makam Ibuku
83
Firasat
84
Malam indah
85
Kerinduan seorang Ayu
86
Di balik tubuh dan wajah Ayu
87
CLBK
88
Kebahagiaan yang tertunda
89
Kehamilan Ayu
90
Gunarwan
91
Kejujuran
92
Si Camar Hitam yang terpuruk karena cinta
93
Kaki tangan Gunarwan
94
Pulang ke Sambas
95
Pertemuan
96
Keyakinan mengalahkan keraguan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!