"Makanya kalau kerja hati-hati! Jangan kebanyakan melamun." Cerocos Lili.
"Aku harus bilang apa?" batin Dylan,
"Ya ... Ga mungkin juga, aku bilang gara-gara kamu!", tambah batinnya.
Ia terus melihat ibu jarinya yang mulai membengkak.
"Apakah masih sakit? Sebentar lagi juga sembuh, minum ini dulu." Lili memberikan nampannya.
"Terima kasih, Lili." Ucapnya.
Dylan langsung meminum tehnya, brrrbrbbr...
"Aw! Aduhh pa-nas." Dylan menyemburkan tehnya mulutnya serasa terbakar.
"Ya Allah ... Cok! Ada apa denganmu?" Lili mengibas-ngibaskan tangannya ke bibir Dylan.
"Jangankan kamu aku sendiri pun tidak tahu! Ada apa denganku? Apa aku salah makan ya? pikiranku jadi aneh ... Semua ini gara-gara kamu tahu! " sumpah serapah Dylan pada Lili di dalam hatinya.
"Apakah ini sakit, Cok?" tanpa sengaja Lili menyentuh bibir Dylan.
Keduanya terdiam, sentuhan tangan Lili di bibir Dylan bagaikan sengatan listrik.
"Astaga! Andaikan ini setruman daya listrik mungkin sekujur tubuhku sudah gosong?" batin Dylan.
Deg deg deg
Suara detak jantung Dylan mengalahkan bunyi klakson sepeda motor Abah.
"Iya sakit! Mungkin kalau kamu ci*m, sakitnya hilang." Dylan keceplosan
"Apaaaaa?!"
Plaaak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Dylan.
"Aduhhh .... " pekik Dylan tersadar akan kesalahanya.
"Maaf, Lili. Aku hanya bercanda!." Ucap Dylan akhirnya.
"Sialan ini mulut! Tapi memang benar juga sih? Kalau di cium pasti sembuh." Batin Dylan protes.
"Ya Allah ... kenapa aku jadi piktor begini sih?" batin Dylan menggaruk-garuk kepalanya, ia lupa tangan yang dipakainya adalah tangan yang sedang terluka,
"Aw! Aduhh, Mama anakmu sudah mulai gila!" ringisnya.
Lili meninggalkan Dylan ia pergi beberapa depa di depan Dylan, Lili mencabuti rumput di halaman.
"Lili ...." Mak Upik memanggil
"Iya, Mak." Lili mendekati Mak Upik
"Tolong, antarkan semua pesanan tikar sudah waktunya." Ucap Mak Upik sembari menggulung tikar.
"Iya Mak!." Lili masuk ke kamar mengambil tas selempangnya. Ia mengeluarkan sepeda ontelnya dan mengikat semua tikar di boncengan.
"Lili mau ke mana?" tanya Dylan penasaran melirik ke arah tikar pandan. "Mau mengantar, semua tikar-tikar pesanan Emak." Jawab Lili.
"Ya udah! aku antar pakai sepeda motor aja biar cepat. Nanti kamu kemalaman, bagaimana?" usul Dylan
"Ya sudah. Ayo ...." Balas Lili
Keduanya mengantarkan semua pesanan Mak Upik.
"Memang ... Berapa hari sekali, pesanan Emak di antar?" tanya Dylan
"Setiap hari Minggu, pelanggan Emak banyak. Nanti berhenti di kios depan." Ucap Lili.
Dylan membantu Lili menurunkan sepuluh lembar tikar pandan.
"Bu, pesanan tikarnya." Ucap Lili.
"Terima kasih, Lili. Seperti biasakan?" si pemilik kios memberikan lembaran uang
"Terima kasih, Bu" Lili menghitung uang dan menyimpannya ke tas selempangnya.
"Ayo ...." Ajak Lili.
"Beress, Non! Mau ke mana cantik? biar abang antar!" Goda Dylan sambik mengedipkan matanya.
"Haaah?! Huek muntah!!"Jawab Lili cuek.
"Hahahaha." Balas Dylan
"Lili, kita ke arah mana lagi?" tanya Dylan
"Di simpang depan, belok kanan ada warung di situ!" Jawab Lili.
Dylan melajukan sepeda motor tua abah.
"Lili .... " Panggil Dylan
"Hm, ada apa?" jawab Lili cuek.
"Kalau boleh tahu, Mak Upik itu ... Ibu atau Nenek kamu sih?" tanya Dylan
"Bukan ...." Balas Lili.
"Kenapa kamu tanya-tanya? Kamu mulai kepo! Kamu naksir aku ya? Hahahaha." Lili tertawa.
Wajah Dylan tersipu merah.
"Bukan begitu! Aku hanya penasaran, Kamu penduduk asli sini atau ga sih?" tanya Dylan lagi.
Pletakk
"Aw!" Dylan memegang kepalanya yang sakit akibat jitakan Lili.
"Rasain!" Balas Lili.
"Kamu kok kejam begitu sih? Ga ada lembut-lembutnya, sedikiitt ... saja." Tanya Dylan.
"Aku tuh! Lembut kalau sama suami aku." Jawab Lili.
"Ya sudah, nikah saja denganku." Tawar Dylan
"Kamu itu ... anak kemarin sore, tidak boleh mengganggu yang lebih dewasa." Ucap Lili protes.
"Memang umur kamu berapa sih?" Dylan penasaran.
"Yang jelas, aku lebih tualah." Jawab Lili.
"Tapikan ... ga setua Mak Upik juga." Ucap Dylan
"Kamu? Semangkin cerewet aja sih, Cok?" Lili mencubit pinggang Dylan
"Aduuhh, aduhh ... Ampun Li, sakit tahu?!" sepeda motor sedikit oleng.
"Hati-hati dong! Waaa ....." Jerit Lili saat sepeda motor masuk ke dalam parit, karena Dylan menghindari sekawanan sapi yang sedang lewat.
"Yaah, dasar dodol! Gara-gara kamu ini?" protes Lili menyiram-nyiramkan air ke wajah Dylan dengan kedua belah tangannya.
"Yeee! Kamu yang nyubit aku kok." Dylan membalas perbuatan Lili.
Akhirnya keduanya basah kuyup dan bermain air parit.
"Rasaiiinn ... nih ... nih ...." Dylan menciprat-cipratkan air ke wajah Lili.
"Hahaha ... dasar dodol! " Lili membalas perbuatan Dylan
"Dodol, dodol, dodol garut .... " balas Dylan.
"Enak dimakan! Weeekkk ...." Lili menjulurkan Lidahnya.
"Awas kamu ya?! Hahaha ...." Dylan semangkin kencang menyiram air ke wajah Lili.
"Sudah ... akh! " Rengek manja Lili membuat Dylan terkesiap, entah sejak kapan ia menyukai suara seksinya.
"Lili, kamu sudah lama tinggal di sini?" Dylan mengulurkan tangannya untuk menarik Lili dari parit
"Sudah, sekitar empat tahun terakhir ini. Memang ada apa sih Cok?."
Lili penasaran.
"Masa ...? Gadis secantik kamu. Kenapa mau sih tinggal di tempat sepi begini?" tanya Dylan
"Jadi maksud kamu? Aku harus tinggal di mana? Di hutan gitu!" tanya Lili memeras rambutnya yang panjang.
"Yee, bukanlah! maksudku di kotalah. Jadi guru di Kota Kecamatan mungkin." Ucap Dylan.
"Buktinya aku di sini, tuh! Jawab Lili.
"Kamu ga pernah, merasa sepi atau bosan begitu?" Tanya Dylan terus memperhatikan Lili.
"Tidak!" Jawab Lili singkat.
"Berapa lama sih kamu manjangi rambut itu?" Tanya Dylan lagi.
"Kamu pengen rambut panjang juga gitu?" sindir Lili.
"Yee, bukanlah! zaman sekarang baru kamu, gadis yang punya rambut begitu panjang." Jelas Dylan.
"Sudah! Tidak usah ngurusin soal rambutku. Hm, apakah tikar Emak basah? Bisa marah nanti si emak." Lili melihat gulungan tikar.
"Alhamdulillah kering Cok!" Jawab Lili girang
"Ayo, kita antar lagi! Kamu jangan cubit lagi, aku penggeli." Ujar Dylan
"Kata orang tua, kalau penggeli itu cemburuan Kamu cemburuan berarti." Ejek Lili.
"Enak saja nggak ya!" balas dylan.
"Bagaimana mau cemburuan? pacar saja ga punya." Batin Dylan.
"Lili, anak-anak yang sudah lulus SD, terus kalau mau melanjutkan ke SLTP di mana? Aku tidak melihat, bangunan sekolah lain selain SD." Tanya Dylan.
"Kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan sekolah Cok, mereka bekerja di kebun sendiri atau di perkebunan kadang melaut." Balas Lili.
"Kenapa begitu?" Dylan terus bertanya baru kali ini mereka berdua banyak bicara.
"Karena jarak tempuh sekolah yang terlalu jauh di sini, tidak ada sekolah lain yang lebih dekat. Kendaraan juga sulit." Balas Lili.
"Belok ke kiri, Cok!" Tambah Lili.
Dylan mengikuti instruksi Lili.
Hari ini rasanya Dylan begitu bahagia, ia banyak berbicara kepada Lili.
"Cok, kamu sendiri dari mana? maksudku asal kamu." Tanya Lili langsung keintinya.
Dylan terdiam, ia bingung harus bicara apa.
"Maaf, Lili ... Bukan aku ga mau jujur. hanya saja aku takut, kamu ga mau lagi peduli denganku bila kamu tahu yang sebenarnya." Batin Dylan.
"Setelah ini, ke mana lagi kita harus mengantar tikar itu?" Dylan berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Ini, pesanan terakhir." Ucap Lili.
Dylan memperhatikan segala gerak-gerik Lili. Ia tersenyum, berbicara dengan gaya yang cepat, terkadang ia bermain-main sebentar dengan anak-anak kecil.
Setiap retina mereka saling beradu, ada getar asing merayap di hati Dylan. Perasaan senang ,bahagia bercampur aduk.
"Lili, aku tidak yakin? Lebih tua kamu dari aku." Batin Dylan.
Terkadang Lili memandang ke arah Dylan, saat kedua retina mereka bertemu Dylan selalu membuang pandangannya. Ia sedikit merasa malu diam-diam tanpa dylan sadari ia mulai mengagumi Lili.
"Ayo kita pulang!" Ajak Lili.
"Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat ...." Ucap Dylan.
Dylan membawa Lili ke pantai.
"Wah! Kamu tahu tempat ini? Apakah Emak yang mengajakmu kemari?" Lili memandang ke wajah Dylan, ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Tempat ini sangat indah, kamu tahu ... Emak selalu membawaku kemari." Kenang Lili.
Lili menyusuri pantai berpasir putih. Kakinya yang telanjang tersapu ombak.
"Ya Allah ... Ada apa denganku?" batin Dylan. Jantungnya mulai memiliki kebiasaan aneh saat berdekatan atau sekedar memandang Lili.
Dylan mengejar Lili menarik rambut panjang Lili.
"Aw, Ucok!" teriaknya sembari mengejar Dylan.
"Wekk ... !! Kejar aku kalau kamu bisa!" tantang Dylan mereka saling mengejar dan tertawa.
Lili berusaha sekuat tenaga mengejar Dylan, tapi ia selalu kalah Dylan selalu mempermainkannya.
"Ayo kejar aku! Hahahaha" Dylan selalu mempermainkan Lili.
Di saat Lili hampir saja menangkap Dylan, selalu saja Dylan mampu melepaskan diri, hingga tanpa sengaja helaian rambut panjang Lili menyapu seluruh wajah Dylan.
Wangi ... Wangi rambut Lili Menghentikan semua indera perasa Dylan. Untuk sesat dylan lupa akan banyak hal.
Brrukk!
Lili berhasil menangkap Dylan.
"Kamu kalah!" Kata Lili.
Serasa jiwa raganya kembali berpijak di bumi.
Tanpa sengaja Dylan menarik lengan Lili, hingga Dylan terjatuh telentang Lili jatuh di atas dada bidang Dylan. Rambut Lili bagai tirai hitam yang mengunci wajah mereka berdua.
Deg deg deg
Suara jantung keduanya berpacu, Dylan meraih pipi Lili. Menyusuri setiap jengkal wajahnya ombak menghantam tubuh keduanya hingga basah kuyup untuk kesekian kali Namun, Dylan maupun Lili masih terus berpandangan.
Entah dorongan dari mana membuat Dylan mendaratkan ci*man di bibir Lili. "Tidak!" jerit hati Lili tersadar, mendorong tubuh Dylan di bawahnya
Lili bangkit berdiri, menggulung rambutnya.
"Aku, tidak boleh jatuh cinta pada Ucok." Batin Lili. Dylan bangkit dari jatuhnya.
"Maafkan aku, Lili. A-aku ...." Hanya itu yang terucap dari bibir Dylan.
"Ayo kita pulang!" ajak Lili dengan sikap dinginnya mereka pulang dengan diam.
"Aku telah membuat satu kesalahan." batin Lili.
"Apa yang telah aku lakukan kepadanya?" batin Dylan menyesali perbuatannya.
Tanpa dylan sadari Lili meneteskan air mat Namun, ia hapus sebelum Dylan menyadarinya.
Setiba di rumah, Dylan melihat Lili memberikan semua hasil tikar yang terjual pada Mak Upik.
Lili bersikap seperti biasa, memasak makan malam dan menghidangkannya. Mereka bertiga makan dengan diam, Dylan selalu mencuri pandang kepada Lili
namun, Lili selalu menghindari tatapan mata Dylan. Ia selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak terlalu penting.
Seperti biasa, Mak Upik selalu menganyam tikarnya.
Dylan merasa gelisah, setelah sholat Isya Lili tidak pernah ke luar lagi dari kamarnya.
Dylan memandang gelapnya malam suara pungguk mewakili perasaanya,
Ingin rasanya ia berbicara kepada Lili.
"Andaikan ponsel berguna di tempat ini ... Aku tidak terlalu sulit, untuk mengungkapkan perasaanku. Aku hanya ingin tahu ada apa sebenarnya?." Batin Dylan.
Dylan termenung ia sendiri tidak tahu harus berbuat apa, malam semangkin larut dan dingin.
Teng teng teng!
Jam dinding kuno berdentang sepuluh kali, itu artinya hari sudah mulai larut. Ia ingin tidur melupakan sejenak wajah Lili.
"Bagaimana aku bisa lupa? Bila besok ... Wajahnyalah yang pertama kulihat." Suara kecil hati Dylan.
Bersambung...
Terima kasih buat pembaca yang sudah sudi, meluangkan waktunya. Author sangat membutuhkan komentar, like dan vote. Untuk penyemangat dan membuat karya lebih baik lagi author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
𝔸𝕝𝕖𝕖𝕟𝕒 𝕄𝕒𝕣𝕊
😍😘
2021-10-19
0
Titik pujiningdyah
semangaaat
2021-10-03
0
ARSY ALFAZZA
keren 😘
2021-08-30
0