Mak Upik mengunyah sirihnya Lili memeriksa PR siswanya.
Angin bertiup sangat kencang, hingga cahaya lampu meliuk-liuk seperti ular.
Lili menyudahi pekerjaannya, merapikan, dan menyusunnya ke dalam tas kerjanya.
"Sepertinya ... malam ini akan hujan deras, Mak," Lili berdiri di teras rumah menatap ke angkasa, kilat membelah langit.
Deru angin membuat semua pohon jalutung dan mahoni menari-nari.
"Iya, sudah lama hujan tidak turun. Alhamdulillah ... Kalau terus menerus kemarau, akan mengakibatkan kekeringan dan sumur-sumur dipenuhi genangan minyak" ucap Mak Upik meludahkan air sirihnya.
"Persediaan air bersih kita juga sudah habis, Mak." Ujar Lili.
"Aku akan mengeluarkan ember-ember, dan membuka tutup Drum, Mak" Lili ke belakang rumah melakukan niatnya.
"Lili ... entah apa jadinya hidupku tanpa adanya dirimu, Nak?" batin Mak Upik merenung.
"Tapi ... kamu tidak pernah terlihat bahagia. Walaupun, kamu selalu tersenyum, Lili ... mengapa kamu selalu menangis tiap malam?" batin Mak Upik mengingat suatu malam. Ia melihat Lili memeluk bingkai foto di kamarnya, Lili sedang menangis.
Mak Upik selalu melihat Lili termenung dan selalu menangis setelah pulang dari pesta pernikahan. Mak Upik selalu ingin bertanya namun, ia tidak mampu berucap, dan tidak ingin Lili bertambah sedih.
"Ya Allah ... berilah Lili kebahagiaan. Kirimkanlah sosok Pemuda yang baik hati, bertanggung jawab dan mencintai Lili. Aku ingin ... sebelum aku meninggal, aku ingin melihat Lili bahagia." Batin Mak Upik berdo'a.
Lili kembali dari belakang hujan sudah turun dengan derasnya.
"Mak, aku ingin tidur dulu." Lili menuju kamarnya.
"Iya ... emak rasa pun mau tidur." Mak Upikpun masuk ke dalam kamarnya.
Lili memeluk bingkai fotonya, membelai mesra penuh rindu orang-orang yang tersenyum manis padanya.
"Sedang apakah kalian di sana?senangnya ... kalian bisa bersama. Aku juga cukup bahagia di sini. Tapi ... tetap kosong, tanpa kehadiran kalian. Aku rindu .... " Lili terus berbicara dengan bingkai fotonya hingga ia tertidur.
Tok tok tok!
"Permisii ... Ibu, Bapak, permisi" Sayup-sayup terdengar suara menggedor pintu berulang-ulang.
Lili duduk di tempat tidurnya, menajamkan inderanya.
"Siapakah tengah malam seperti ini menggedor pintu?" Lili ke luar kamar. Menuju kamar Mak Upik.
Mereka hanya berdua dan keduanya wanita. Mak Upik juga sudah di depan pintu kamarnya.
"Mak ... Emak mendengar ada orang mengetuk pintu kita Mak?" Lili beringsut mendekati Mak Upik
"Iya, sepertinya ... dia membutuhkan pertolongan kita." Ucap Mak Upik.
"Tapi Mak, kita tidak tahu siapa? Kalau warga dusun, mereka sudah memanggil nama Emak atau namaku, Mak." Lili mengingatkan Mak Upik.
Karena selama tiga tahun tinggal di Puak. Setiap orang yang membutuhkan pertolongan selalu mengetuk pintu dengan mengucapkan salam atau memanggil nama Mak Upik.
"Ayo, kita lihat Nak! Apa lagi sedang hujan deras, mungkin dia butuh tempat berteduh." Mak Upik benar-benar baik hati.
"Tapi, Mak .... " Lili sedikit takut. Walaupun, di kampung ini belum pernah terjadi kejahatan ataupun pembunuhan. Kampung ini begitu damai.
Suara ketukan masih terdengar, namun, tiba- tiba terhenti. Mak Upik dan Lili mengintip dari celah-celah jendela.
Seorang pria muda bertubuh tinggi hampir dua meteran sedang mengaduk-aduk ranselnya, mencari sesuatu. Pria itu mengeluarkan sebuah handuk dan mengeringkan rambutnya. Cahaya guntur menerangi sekelebat bayangan wajahnya yang tampan.
Deg!
Jantung Lili seakan runtuh, jemarinya semangkin menguatkan tongkat di genggamannya. Untuk berjaga-jaga, kalau hal yang tidak diinginkan terjadi, "Siapa pria ini? Semoga saja, bukan orang jahat. Emak begitu naif orangnya" batin Lili.
Lili kembali mengintai lagi, pria itu meminum air di dalam botolnya. Kemungkinan sudah habis, Pemuda itu berlari ke sisi teras, menjulurkan tangannya mengisi air ke dalam botolnya,
dan meminum air hujan. Mak Upik mundur ke ruang tengah, mengambil lampu dan membuka pintu. Lili bersiap-siap di belakang Mak Upik.
Krrriiieettt
Lili melihat samar, seorang pria muda memegang botol minumannya, sementara handuk tersampir di lehernya. Memakai kaos oblong, jaket denim, jeans sobek-sobek semuanya barang-barang branded.
"Apakah dia seorang penjahat yang sedang buron? Atau pelarian yang tidak dikenal? Atau seorang perampok? Ataukah .... " semua pertanyaan menari-nari di benak Lili.
Mak Upik mulai bertanya nama dan asal muasal pria muda itu. Lili mendengarkan mencoba mencerna. Namun, terbersit di hatinya ia curiga, "Siapakah gerangan pria muda ini? Tampang dan gayanya ... seperti orang yang ingin pergi piknik. Tapi ... Puak tidak memiliki sesuatu hal yang indah, selain pantainya .... "
"Masuklah ... keringkan badanmu di dalam." Ucap Mak Upik
"Tapi Nek ... kita tidak tahu siapa dia Nek? mungkin dia orang jahat?"
Lili curiga dan ia memanggil sebutan Mak Upik sebagai Neneknya.
Karena tidak mungkin kalau Lili putri Mak Upik, karena faktor umur yang terpaut jauh. Ia ingin pemuda yang bernama Ucok tidak curiga akan hubungan kedua wanita itu
Mak Upik berusaha untuk menenangkan kegundahan di hati Lili. Ia mengawasi si Ucok mengangkat ranselnya dan masuk ke dalam rumah.
Di bawah temaram lampu yang meliuk-liuk tertiup angin, Lili meneliti setiap jengkal tubuh pemuda yang bernama Ucok.
Lili masih saja terus menggenggam tongkat kayu. Ia belum berniat untuk meletakkannya.
Mak Upik menyuruh pemuda itu mandi dan membujuk Lili untuk mengantarkannya ke kamar mandi.
Sebenarnya entah mengapa perasaan Lili sedikit kesal, dan tidak begitu suka akan Ucok. Namun, ia tidak ingin membantah Mak Upik.
"Ngapain, lihat-lihat!" batin Lili kesal, pemuda itu selalu melihat ke arah Lili. Dengan keterpaksaan Lili mengantar pemuda itu ke kamar mandi.
"Itu, kamar mandinya ... Jangan gunakan sabun banyak - banyak!" ucap Lili sedikit kasar dan memberikan lampu teplok. Untuk pertama kalinya Lili bersikap kasar.
"Sebaiknya aku tidur saja. Tapi ... Kasihan juga si Ucok itu! Aku yakin dia pasti belum makan. Bagaimana kalau dia mati. Bisa ribet ... urusannya."
Hanya sedikit rasa manusiawilah yang masih mendorong Lili menghidupkan api, memasukkan kayu bakar ke tungku, dan menjerang air minum.
Hujan masih saja deras, petir masih saja berlarian di angkasa raya. Lili menyeduh teh mengisi dua cangkir teh, untuk si Ucok dan Mak Upik. Memanaskan nasi di dalam panci kecil dan memanaskan sayur sisa makan malam.
Lili mendengar pemuda itu muntah-muntah.
"Dasar ... anak Mami! Baru segitu saja sudah keok" Umpat Lili kesal.
Tidak berapa lama berselang Ucok muncul dari kamar mandi, sudah memakai pakaian keringnya duduk bersama emak di ruang tengah.
Lili menghidangkan semua makanan.
Lili meninggalkan mereka berdua.
Karena Lili yakin, anak manja yang bernama Ucok itu tidak akan melukai mereka.
Lili mencoba untuk tidur, tapi ia tetap tidak bisa memejamkan matanya.
Samar-samar ia mendengar percakapan antara Mak Upik dan Ucok.
Berulang kali Ucok mengatakan, "Terima kasih".
"Baik juga ... si Ucok, ia tahu berterima kasih" batin Lili. Hingga akhirnya, Lili tidak mendengar lagi percakapan antara Mak Upik dan Ucok. Pelan-pelan Lili beringsut ke kamar mandi.
Ia melihat pemuda yang bernama Ucok meringkuk di ruang tengah, dengan posisi miring tubuhnya terlalu tinggi. Lili kembali ke dalam kamarnya mengunci pintu kamar, yang selama ini tidak pernah ia lakukan.
Adzan subuh memanggil Lili dan Mak Upik menunaikan ibadah subuh. Lili melihat pemuda itu masih terlelap di dalam tidurnya begitu nyenyaknya.
Lili ingin membangunkannya, tapi Mak Upik menggelengkan kepalanya.
Mak upik pergi mengambil pandan duri. Lili ke kamar mandi untuk mandi.
Saat Lili mandi, ia lupa mengunci kamar mandi karena kebiasaan tidak ada siapa pun selain mereka berdua.
Kkrrieeett
Pintu terbuka, Ucok tertegun di depan kamar mandi. Lili langsung mengambil segayung air dan ... Bbbyuuuurrrr
Ucok masih saja tertegun walaupun sudah tersiram air.
Teriakan Lililah yang membuat ia tersadar. "Waduh ... " hanya itu yang terucap dari bibirnya. Pria itu setengah berlari ke belakang rumah.
"Sebell ... dasar kampret sialannn ... !!" umpat Lili. Ia segera menyelesaikan mandinya, "Aku ... Akan menghajarnya, nanti!" batin Lili marah, ia meremas-remas handuknya.
Mak Upik sudah kembali dari ladang, ketiganya makan dengan diam. Sepanjang serapan pagi, Lili hanya mendengarkan obrolan Ucok dengan Mak Upik.
"Pria menyebalkan ini ... pintarnya dia bersikap manis. Coba kalau Mak Upik tahu kelakuannya tadi pagi. Grgrgrg." Lili mengunyah nasinya dengan geram seakan seluruh giginya berubah jadi taring.
Apa lagi Mak Upik harus menyuruhnya mengantarkan ke perkebunan. Lili sudah berusaha menolak dengan lembut, akan tetapi Mak Upik selalu bisa meluluhkannya.
"Menyebalkan ... buat susah aja sih?" umpat Lili dalam hatinya, "Plak ... Plak ... Plok ... Rasainn ... Mampus, Lu! " di dalam halusinasi Lili ia sudah menghajar pria ini. Wajah Lili terlihat puas, Mak Upik dan Dylan memandang heran kepada Lili.
"Ada apa dengan piringmu Lili?" tanya Mak Upik, melihat Lili mencengkram erat piring seakan ia sudah menjambak kepala orang.
"Oooh ... Gapapa Mak! "wajah Lili semerah tomat busuk.
Lili menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kesal.
"Tidak mengapa Lili ... sabarlah! Setelah ini, pria mesum ini tidak akan menginjakkan kakinya di rumah ini lagi" seringai Lili.
Lili dan pria mesum itu pun berpamitan.
Lili mengeluarkan sepeda ontel warisan Mak Upik. Lili tidak menyangka pria itu berinisiatif untuk menggoncengnya dan meminta maaf atas semua perbuatan tadi pagi yang tidak sengaja ia lakukan.
Pria ini memiliki banyak pertanyaan dan entah mengapa Lili sedikit berubah. Ia merasa pria ini sedikit peduli kepada anak-anak didiknya.
"Aku yakin ... baru kali ini, Ucok melihat tempat seperti ini. Dia anak manja yang arogan, kasihan orang tuanya." Batin Lili.
Mereka berpisah di sekolah SD
"Ibu, laki-laki itu siapa Bu?."Tanya salah satu murid kelas 1.
"Seorang Tamu yang sedang mencari Bang Jo." Jelas Lili
"Oo, Om itu tampan sekali, Bu!" sela siswa perempuan lainnya.
"Aduh, kalian ini ya ... masih kecil sudah pinter lihat cowok tampan. Ayoo, sekolah dulu yang benar!" Lili menggiring semua siswa-siswinya ke dalam Sekolah.
Pelajaran segera dimulai Lili melakukan kewajibannya.
Lili pulang sekolah setiap pukul, 17.00 WIB. Sesampainya ia di rumah. Ia melihat seseorang di kamar mandi sedang mencuci pakaian.
"Ucok ?! Ngapain lagi ... pria ini di sini?" batin Lili sebal. Mak Upik menjelaskan untuk sementara waktu yang tidak ditentukan, pria mesum ini akan tinggal bersama kami. Rasanya dunia Lili hancur berkeping-keping.
" Aaaaaaaa ... menyebalkan .... !!" Satu kata yang Lili teriakkan di dalam hatinya.
Bersambung ....
Jangan lupa like, comen dan vote-nya. love u
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Hiat
aku padamu thor🤣🤣🤣
2021-08-11
0
Whiteyellow
hadir thor
2021-08-10
1
Reina
wah ini sih namanya jodoh nggak akan kemana, datang sendiri
2021-08-10
0