Akhirnya setelah sholat isya, Dylan mengikuti saran Mak Upik, untuk pergi ke rumah Pak Rawin.
Rumah Rawin sangat luas, dengan berbagai jenis pohon buah di sekeliling rumahnya.
Rumahnya tetap berbentuk panggung, hanya saja lebih lebar, dengan sambungan-sambungan beberapa rumah di belakangnya. Rumah rawin hampir mirip dengan rumah adat setempat, berpagarkan bambu kuning yang tertata rapi.
Dylan memasuki pekarangan rumah. Di depan rumah ada dua orang pria bersiaga.
"Assalamualaikum, Bapak Rawinnya ada, Pak?" Tanya Dylan kepada salah satu centeng. Kalau di kota mungkin seperti satpam.
"Kamu siapa? dan ada perlu apa dengan Tuan Rawin?" tanya salah satu pria.
"Saya Ucok, Pak. Suaminya Bu Guru Lili." Jawab Dylan.
Kedua pria tersebut saling berbisik, "Baiklah Ucok, kamu tunggu di sini. aku akan melaporkan kepada Tuan." Ucap salah satunya dengan angkuh.
Beberapa menit kemudian, si centeng kembali lagi.
"Silakan masuk, Bang!" Sikap si centeng sedikit berubah lebih ramah.
"Terima kasih." Jawab Dylan, mengikuti si centeng dari belakang.
Dylan melihat isi rumah yang lumayan mewah dengan tirai-tirai kain berwarna kuning di setiap jendela dan pintu.
Dylan melihat perabotan rumah yang lumayan mewah juga, Dylan diantar ke sebuah ruangan yang sangat luas. Seorang pria yang bernama, Rawin sedang duduk di kursi goyang, sambil menghisap sebuah rokok pipa.
Ia berumur sekitar lima puluhan, dengan rambut yang sudah penuh dengan uban, tubuhnya gemuk pendek hampir sama dengan kebiasaan putrinya, memakai perhiasan lebih dari satu.
Rawin begitu menikmati setiap hisapan rokoknya. Sepertinya ia memang sedang menanti Dylan.
"Assalamualaikum, Pak." Sapa sopan Dylan.
"Waalaikumsalam" Balas rawin. Pandangannya meneliti setiap jengkal tubuh Rawin.
"Pantas saja.. putriku Ayu, tergila-gila pada pria ini." Batinnya
"Silakan duduk! ada yang ingin aku bicarakan." Ucap Rawin.
Tidak berselang berapa lama seorang ART memasuki ruangan dengan membawa nampan teh dan keripik singkong.
"Kalau boleh, saya tahu. Bapak ingin membicarakan soal apa, ya Pak?" Tanya Dylan keintinya.
"Pria... yang tidak ingin berbasa-basi." Batin Rawin.
"Aku ingin, kamu menjadi salah satu anakku. Apakah engkau mau anak muda?" Tanya Rawin.
"Maksud, Bapak?" Dylan sedikit bingung.
"Putriku... Ayu, sangat menyukaimu, aku harap kamu memakluminya. Dan aku tidak ingin engkau menyakitinya." Ucap Rawin.
"Pak, Bapakkan tahu. Saya sudah menikah dengan Lili. Bagaimana mungkin, saya akan menikahi Putri Bapak?" Jelas Dylan
"Apakah si bapak ini mulai pikun, akukan sudah menikah?" Batin Dylan.
"Saya tahu! dan semua penduduk juga tahu akan hal itu. Bukankah menurut agama kita, kita bisa berpoligami? Ataukah engkau pura-pura lupa?" Rawin terus memandang Dylan.
"Saya tahu akan hal itu, Pak. Tapi ... Agama kita juga melarang, bila kita tidak mampu, jangan melakukannya. Karena saya merasa tidak mampu, saya menolak keinginan Bapak. Maafkan saya, Pak." Ucap Dylan, ia ingin beranjak meninggalkan kediaman Rawin.
"Anak muda, apa kurangnya putriku? dia juga wanita yang cantik. Apa pun keinginanmu akan saya penuhi." Bujuk Rawin.
"Maaf, Pak. Putri Bapak, tidak memiliki kekurangan. Yang memiliki kekurangan ... Adalah saya, Pak. Tolong sampaikan, maaf saya kepada Ayu. Saya tidak bisa! Saya yakin, dia akan mendapatkan pria lain yang lebih baik dari saya, Pak. " Ucap Dylan.
"Tapi ... anak muda, saya tidak ingin melihat putri saya bersedih, ia sangat menginginkan dirimu. Bila ia menginginkan pria lain ... Tidak begitu sulit bagiku." Rawin masih saja terus membujuk Dylan.
"Bapak ... Tidak bisa melihat putri Bapak bersedih, bagaimana dengan Bapak Lili? ia juga tidak ingin putrinya bersedih. Karena saya yakin, setiap orang tua ingin kebahagiaan buat putrinya, Pak." Sindir Dylan.
"Lili anak yatim piatu, orang tuanya tidak akan bersedih melihatnya. Andaipun bersedih, mereka tidak mampu berbuat apa-apa! Beda dengan saya." Ucap Rawin.
"Karena ... Lili yatim piatulah, saya tidak bisa menyakitinya! Karena tidak ada yang melindunginya, karena saya suaminya ... Sayalah yang akan melindunginya." Jawab Dylan.
"Pikirkanlah usulku, kamu tidak akan menyesal, memiliki dua orang isteri yang cantik-cantik." Rawin tidak kehilangan akal.
"Aku akan memberikan, berapa banyak tanah yang kamu mau? Aku jamin ... hidupmu akan bahagia." Tambah Rawin.
"Permisi, Pak! Istri saya tidak bisa tidur, bila tidak saya peluk. Jadi ... Terima kasih atas undangannya, Pak." Pamit Dylan.
"Oo ... Jadi itu tujuannya, mengajakku makan malam bersama!" Batin Dylan.
Dylan meninggalkan rumah Rawin, ia tidak peduli. Secantik apa pun Ayu, baginya Lililah wanita pertama dan terakhir di dalam hidupnya.
"Ayah, di mana Ucok? mari kita makan!" ajak Ayu mencari sosok Dylan di ruang tamu keluarganya.
"Dia sudah pulang, dia menolakmu!Sudahlah ... Lupakan pria yang tidak mencintaimu itu. Aku akan mencarikan jodoh yang lebih baik, lebih tampan, dan kaya melebihi dia" Ucap Rawin sedikit emosi. Karena baru kali ini ada yang berani menolaknya.
"Sialann ... Bedebah itu, berani sekali ia menolakku. Aku akan membuat hidupnya menderita." Batin Rawin
"Aku tidak mau, Ayah ... ! Aku sangat mencintai Ucok, aku tidak akan makan selama sebulan. Aku hanya ingin menikah dengannya." Rajuk Ayu berlari ke kamarnya.
"Dasar Anak tolol! Seperti tidak ada pria lain lagi di dunia ini." Umpat Rawin.
Sejak kepergian Dylan ke rumah Rawin, Lili sedikit gelisah ia sudah berulang kali mondar-mandir dari kamar ke teras rumah, hanya untuk melihat apakah Dylan sudah pulang.
Mak Upik hanya tersenyum simpul melihatnya dan terus menganyam tikar.
"Lili, kamu sudah jatuh cinta pada Ucok. Kamu hanya tidak menyadarinya saja." Batin Mak Upik tersenyum.
"Lili, apakah engkau tidak lelah, terus-terusan seperti setrikaan ... ?Duduklah, sebentar lagi Ucok akan pulang." Ucap Mak Upik mengambil sehelai pandan, lalu menyelipkan keanyamannya.
"Aku ... Aku hanya sedikit berolah raga, Mak." Jawab Lili sedikit malu.
Selang beberapa menit, suara sepeda motor Abah memasuki pekarangan rumah. Lili secepat kilat masuk ke dalam kamarnya. Ia merebahkan dirinya, berpura-pura tidur nyenyak.
Ia malu bila Dylan tahu ia sedang menunggunya.
Lili mendengar, Ucok mengucapkan salam dan berbincang-bincang sejenak dengan Mak Upik. Tidak berapa lama, Dylan memasuki kamar mereka.
Krriieett ....
Suara pintu kamar terbuka, Lili terus memejamkan matanya. Dylan melihatnya sejenak, merapikan selimut Lili membuka lemari pakaian, dan ke kamar mandi.
Tidak berapa lama menanti, Lili merasakan kasur kapuknya sedikit melesek, Dylan berbaring di sisinya.
"Aduh ... Kenapa tadi, aku tidak menghadap ke dinding saja! Mana lagi, Ucok memperhatikanku akkkhh .... " Batin Lili.
Dylan memperhatikan raut wajah istrinya berubah-ubah, dan sedikit merona merah.
"Lili pasti belum tidur, ia hanya berpura-pura. Aku akan menggodanya." Batin Dylan mulai usil.
Dylan menundukkan kepalanya, mendekatkan bibirnya ke arah bibir Lili.
deg deg deg
Detak jantung keduanya seakan ingin meledak. Ada sebuah kerinduan yang merayap di antaranya.
"Aduh ... Kenapa dengan jantungku, sih." Batin Lili, pikirannya mulai berselancar ke zona terlarang. Ia membayangkan film-film romantis korea saat ia masih muda, ia sangat menyukainya. Di mana si aktor pria mulai mencium bi*ir si artis, secara refleks Lili memonyongkan bibirnya.
Dylan tersenyum, memandang wajah Lili dan mencubit hidungnya.
"Jangan pura-pura tidur, kualat tahu! Suami pulang bukannya disambut." Ucap Dylan.
"Aduhh ... Jadi malu!" batin Lili. Tapi ia tetap memejamkan matanya, ia malu mengakui bila ia mulai merindukan Ucok dan ia juga takut Ucok akan berpaling.
Karena Lili tetap memejamkan matanya Dylan langsung mencium bi*irnya. Bukannya menolak Lili malah membu*a mulutnya, entah berapa lama mereka berci*man. Tangan Dylan mulai membelai leher dan sesuatu yang terlarang, Lili seperti menikmatinya.
Dylan mengangkat kepalanya memandang ke retina Lili.
"Sayang ... Bolehkah aku, memintanya?" mohon Dylan ia takut menyakiti Lili.
"Aku, aku ... Tidak tahu! Apa yang harus aku lakukan? " Ucap Lili.
"Aku bingung dengan perasaanku ... Aku ingin disentuh Ucok, tapi aku takut ... Aku merasa bersalah dengan Defri." Batin Lili.
Dylan kembali ******* Bi*ir mungil Lili, meresapi setiap jengkal wangi tubuh wanita, yang entah sejak kapan mulai ia dambakan.
Dylan menyatukan kasih sayang di antara mereka. Di saat jeritan kecil Lili dan tetesan air matanya, ketika Dylan menyatukan tubuh mereka. Sebagai saksi cinta telah tumbuh di hati keduanya. Mereka melewati malam pertama, untuk pertama kali sepanjang pernikahan mereka.
Berulang kali Dylan menci*m kening, pipi, bibir, dan seluruh wajah istrinya. Ia rela mati di tangan siapa pun demi Lili.
Baginya, Lili adalah sesuatu yang membuat hidupnya lebih berarti dan untuk pertama kali dia memiliki tujuan di dalam hidupnya. Pelabuhan terakhir di kehidupannya adalah Lili.
"Aku ingin membahagiakan Lili, mencintai dan mengasihinya." Batin Dylan memeluk tubuh Lili yang meringkuk di sisinya.
"Sayang ... Maaf. Bila ... Aku tadi, agak terlalu kasar. Apakah masih sakit? " tanya Dylan mencoba meraba bagian sensitif tubuh Lili.
"Sedikit, aduh .... " Erang Lili, erangan Lili membangunkan dedek kecil Dylan kembali.
"Mengapa jadi begini, sih?" kasihan istriku." batin Dylan mencoba meredamnya.
Helaian rambut Lili tergerai indah, bagai sutra malam menyelimutinya. Dylan benar-benar mabuk kepayang dengan istri tercintanya tanpa ia sadari.
***
Ayu menangis tengkurap di tempat tidurnya. Ia membenci ayahnya yang tidak bisa berbuat apa pun untuk menjadikan Dylan miliknya. Ayu semangkin membenci Lili, selama ini ayahnya selalu mengabulkan apa pun permintaannya.
"Aku tidak peduli. Bagaimanapun caranya, Ucok akan jadi milikku. Bila perlu ... Aku akan menyuruh Mbah Karyo menyantet Lili, agar wajahnya hancur atau memelet Ucok menjadi milikku ... Hiks hiks" Ayu mulai terisak lagi.
Seorang wanita setengah baya memasuki kamarnya, wanita yang memiliki paras cantik di usia mudanya.
"Ayu ... alangkah baiknya, kamu tidak menuruti hawa nafsumu, Nak. Berbagai suami itu ... Tidak ada enaknya Yu." Ucap Ani membelai putrinya.
"Tidak ... Ibu, aku juga tidak mau dimadu. Aku akan menyingkirkan Lili!" Ucap Ayu disela tangisnya.
"Astaghfirullah Yu. Itu tidak baik! Ingat dosa. Kamu tidak akan bahagia Yu." Ani terkejut akan keinginan putrinya ia tidak menyangka putrinya akan senekad itu.
"Aku tidak peduli Ibu, aku mencintai Ucok Bu." Rengeknya.
"Sudah ... Tidurlah! Besok berpikirlah yang jernih, jangan menuruti kata hatimu Nak." Nasihat Ani. Ayu berpura-pura memejamkan matanya. Ia sudah menyusun rencana untuk menghancurkan Lili.
keesokan harinya ....
Ayu menaiki sepeda motor yang lumayan kerenlah di dusunnya. Karena kebanyakan masyarakat masih menggunakan sepeda, adapun yang menggunakan sepeda motor biasanya hanya sepeda motor tahun-tahun rendah, yang sudah butut. Ia berdandan yang rapi mengenakan rok panjang bermotif polkadot di padu padankan dengan blazer hitam. Sehingga memamerkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya.
Ayu pergi meninggalkan dusun ke arah Hutan Akasia. Hutan yang masih sedikit angker, menurut penduduk sekitar. Ayu melalui jalan-jalan setapak yang licin, karena tidak sering di lalui orang. Suara-suara burung dan binatang hutan, tidak menyurutkan langkah Ayu untuk pergi menemui Mbah Karyo.
Mbah Karyo, seorang dukun beraliran hitam. Baginya, yang penting uang ia tidak peduli apakah ia disuruh untuk membunuh ataupun memelet seseorang.
Ayu sendiri pun belum pernah bertemu dengan si mbah dukun. Ia hanya pernah mendengar tanpa sengaja Ibu tirinya, istri kedua ayahnya yang bernama Mahini berbicara dengan salah satu ART yang mengasuh anaknya yang bernama Mahima adik Ayu dari Ibu Mahini.
Saat itu Mahini mengatakan, "Aku telah membungkam si Marni, agar Bang Rawin tidak menikahinya. lihatlah Bibik! Wajah si Marni sudah hancur hahaha hebat juga Mbah Dukun Karyo."
Sejak saat itu, Ayu selalu berusaha mendekati Ibu tirinya Mahini untuk mengetahui di mana letak rumah Mbah Dukun.
Ayu menapaki jalan yang sulit di lalui sepeda motornya. Ia memarkirkan sepeda motornya di pinggir Hutan Akasia. Ayu melihat sebuah gubuk bambu beratapkan nipah.
Tok tok tok!
"Permisi! Mbah ... Mbah ... Mbah, Karyo!" Tapi tidak ada sahutan.
Seorang pria cebol menghampiri Ayu.
"Ada apa Nona? Mbah lagi pergi, Dua bulan lagi baru kembali. Datanglah! Dua bulan yang akan datang." Ucap si cebol.
"Baiklah .... " Ayu pergi dengan kecewa.
"Sudah ... Cape-cape, malah si Karyo tidak ada. Sudahlah ... Anggaplah si Lili sedikit beruntung hari ini. Tunggu ... Dua bulan lagi, kau akan menderita. Hahaha" tawa Ayu menggema membuat burung-burung terbang ketakutan.
bersambung...
Terima kasih buat pembaca yang sudah sudi, meluangkan waktunya. Author sangat membutuhkan komentar, like dan vote. Untuk penyemangat dan membuat karya lebih baik lagi author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
My_ChA
ckckck,,,pelakor pelakor ada aja ulahnya
2021-08-28
1
Mommy Gyo
7 like hadir thor
2021-08-08
0
ennita
boom like Thor... semangat
2021-08-06
0